BAB 70

2.7K 86 6
                                    

Happy Reading 🤗

🌹🌹🌹


Perjalanan dari restoran setelah mengisi amunisi perut. Mobil Mandala telah tiba di depan gang kediaman Ismalia. Mandala membuka bagasi mobil mengambil barang belanjaan untuk diberikan ke keluarga Ismalia. Ismalia juga ikut membawa belanjaan yang lumayan banyak.

Mereka menelusuri jalan sempit dengan jalan kaki yang sedikit berlubang. Para tetangga menegur sapa ke Mandala dan Ismalia. Hanya Ismalia yang menanggapi sapaan tetangga. Mandala hanya tertunduk fokus dengan jalannya. Sampai ada memicing sikap Mandala yang dikira sombong.

Sesampai di depan rumah, Ismalia mengetuk dan mengucapkan salam. Mastiara membuka pintu mempersilahkan anak dan menantu masuk lalu duduk di sofa ruang tamu.

"Assalamualaikum. Buk." ucap Ismalia.

"Wa'alaikumussalam. Eh kalian silahkan masuk." sahut Mastiara.

"Iya...terima kasih." ucap Mandala.

"Maaf tadi pagi karena sedikit kurang sopan saat sarapan pagi." ucap Mandala rasa bersalah.

"Tidak apa-apa, ibu paham. Oh ya kalian sudah makan siang belum. Kalau belum biar ibu siap untuk kalian."

"Tidak perlu, terima kasih sekali lagi. Kami sudah makan siang di luar tadi. Sekalian membeli keperluan Ismalia."

"Dan ini untuk keperluan dan kebutuhan ibu dan yang lainnya." ucap Mandala lagi menyerahkan belanjaan.

"Apa ini? Kalian jangan repot-repot membelikan kami ini segala. In Syaa Allah... kebutuhan dan keperluan kamu sudah cukup. Ini untuk kalian saja ya."

"Tidak apa-apa, ambil saja."

"Oh ya bapak kemana?" tanya Mandala.

"Seperti biasa bapak masih di rumah makan. Kalau pulang, sekitar sorean baru pulang."

"Begitu."

"Sebentar ibu pergi buat air minum dulu." ujar Mastiara hendak berdiri.

"Biar Is saja buk." tahan Ismalia.

"Sudah kamu duduk disini saja temani suami kamu."

"Tidak apa-apa buk. Is yang buatkan."

Ismalia menuju ke dapur membuat air minum sambil membawa barang belanjaan ke dapur. Ia memanaskan air ke kompor. Sambil menunggu, ia menyimpan keperluan ditempatnya. Mengambil teko memasukkan gula dan kopi. Lalu ia duduk di kursi meja makan menunggu air mendidih.

Mastiara dan Mandala sedang mengobrol bersama. Pandangan Mandala terus menoleh ke arah dapur tanpa diketahui Mastiara.

"Man. Boleh ibu meminta sesuatu ke kamu?" pinta Mastiara.

"Boleh, apa itu?" tanya Mandala.

"Tolong jaga Ismalia ya, dulu ia tanggung jawab kami. Namun sekarang tanggung jawab itu kamu serahkan sepenuhnya ke kamu. Tolong didik ia, kamu tahukan diusianya sekarang sangat labil." jelas Mastiara.

"Bicarakan umur lagi, berasa pedofil." ucap Mandala dalam hati.

"Saya tahu kamu orangnya seperti apa. Bu Rita sudah cerita semuanya. Tolong perlakukan Ismalia sebaik-baiknya. Dan..."

"Dan apa buk?" tanya Mandala penasaran.

"Dan jika kamu merasa bosan, tolong pulangkan Ismalia secar baik-baik." ucap Mastiara nada sendu.

"Ibu bicara apa? Saya tidak mungkin melakukan hal seperti itu. In Syaa Allah saya akan berusaha membahagiakan anak ibu. Tapi untuk mencintai Ismalia, saya minta maaf. Saya memerlukan waktu untuk itu." jelas Mandala.

"Tidak apa-apa soal itu pelan-pelan saja. Lama-kelamaan pasti bisa."

Ismalia datang membawa nampan berisi dua cangkir teh dan cemilan. Ismalia duduk di samping Mastiara. Mandala menyeruput teh buatan Ismalia. Mereka bertiga melakukan mengobrol. Adik-adik Ismalia pun pulang dari bermain. Namanya juga anak kecil, sudah pasti pakaian mereka kotor.

Adik-adik Ismalia menyalami Mandala dan Ismalia. Pamit langsung ke dalam untuk membersihkan diri. Ismalia ikutan pamitan memasuki kamar untuk mengambil pakaian yang masih tertinggal. Hanya tinggal Mastiara dan Mandala saja.

"Man, kalau kamu ingin masuk ke kamar Is silahkan saja."

"Tidak apa-apa disini saja."

"Tidak apa-apa kok. Silahkan masuk sana."

"Baiklah, kalau begitu saya permisi."

🌹🌹🌹


Mandala masuk ke dalam kamar Ismalia. Di dalam kamar Ismalia membuka jilbabnya ingin mengambil air wudhu. Ismalia selama menjadi istri Mandala. Tidak pernah membuka jilbabnya di depan Mandala. Bahkan tidur pun Ismalia masih memakai jilbab.

Mandala masuk lalu bengong menatap Ismalia yang menghadap belakang dengan rambut terurai. Rambut Ismalia lumayan panjang sebatas dada. Rambut yang indah, lurus, dan berkilau. Semakin menambah kecantikan Ismalia.

Tanpa Ismalia sadari, ia lalu menghadap ke arah pintu dimana Mandala berdiri. Ia terkejut secepatnya mencari jilbabnya. Tapi ia tidak menemukan jilbabnya. Mandala melihat jilbab Ismalia ke sisi kanan diatas meja hias. Mandala menjangkaunya lalu diberikan ke Ismalia.

"Ini." ujar Mandala ketus.

"Maaf." ujar Ismalia secepatnya memakai jilbab.

"Kenapa kamu tutupi lagi?" tanya Mandala santai.

"Sa...saya ke..keluar sebentar."

Ismalia keluar dari kamar meninggalkan Mandala. Ia ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Karena sebentar lagi waktu shalat Zuhur akan habis. Mandala yang berada di kamar. Melihat seisi ruang kamar Ismalia. Kamar yang lumayan besar tapi tidak sebesar kamarnya. Tatanan yang rapi, bersih, dan nyaman.

Mandala mencoba duduk diatas ranjang. Terasa nyaman, Mandala menyandarkan diri di tepi ranjang sambil memainkan ponselnya. Masuklah Ismalia dengan wajah yang basah. Menjangkau sajadah dan mukena yang tergantung. Siap melaksanakan shalat Zuhur. Sedari rumah Mandala, Ismalia tidak sempat untuk shalat.

Karena Ismalia yang sedang berada di bawah. Tidak menyadari pesan dari Mandala. Ponselnya ia letakkan di dalam kamar. Semasa ke kamar membuka ponsel. Mandala mengirim dua pesan singkat. Dengan secepatnya kilat ia bersiap-siap. Menunggu kedatangan Mandala di depan pintu.

Kurang dari 5 menit Mandala sudah sampai. Sedangkan Mandala sudah menyelesaikan shalat Zuhurnya. Semasa dalam perjalanan menjemput Ismalia. Ismalia akhirnya telah selesai shalat. Membuka dan menyimpan kembali mukena juga sajadah. Lalu ia menghampiri Mandala duduk di atas tepi ranjang tepat diujung kaki Mandala.

"Maafkan saya soal tadi." ucap Ismalia wajah tertunduk.

"Kenapa perlu minta maaf?" tanya balik Mandala ketus.

Ismalia tidak tahu harus menjelaskannya bagaimana. Ingin ia mengatakan ke Mandala. Namun ia takut membuat Mandala marah dan tersinggung.

"Saya sangat paham kamu belum terbiasa. Lama-kelamaan kamu akan terbiasa." ujar Mandala beranjak dari sandaran menuju keluar kamar.

Ismalia menatap kepergian Mandala dari belakang. Mandala yang keluar kamar melihat Mastiara tidak ada di dapur. Ia mencoba memantau seisi rumah Ismalia lebih dalam. Sampai tiba di pintu halaman belakang. Ia membukanya, tampak beberapa macam tanaman. Ia pun mencoba untuk turun memakai sendal yang tersedia.

Turun untuk melihat lebih dekat. Mata Mandala melihat sana sini. Tiba matanya tertuju ke sebuah meja dan kursi di bawah pohon. Ia pun duduk santai seorang diri sambil memainkan ponsel. Menikmati udara yang sangat berbeda dibanding halaman rumahnya.

Jika dilihat cuaca hari ini sedikit agak mendung. Kemungkinan sebentar lagi akan turun hujan. Terdengar suara motor dari arah depan. Mandala menebak kalau itu ayah Ismalia yaitu Mardian yang baru saja pulang. Ia tidak masuk ke dalam menghadapi Mardian. Melainkan masih tetap duduk santai.

Bersambung...

Jangan lupa like, vote, follow, subscribe, dan komentarnya ya readers 🤗❤️

Status Sahabat Menjadi Ibu SambungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang