Pagi ini sangat berbeda bagiku. Kesedihan dan kehancuran masih tertinggal di hati membuatku tak ingin keluar kamar ataupun sekedar bertemu dengan siapapun.
Terus ku pandangi foto keluarga ku, di mana kedua orang tuaku hanya bisa ku kenang dalam hati dan ingatan.
"Tami,.." panggil om Haris di ambang pintu. Ia masuk duduk di samping ku. "Ayo sarapan dulu" ajakannya ku geleng kan. "Kamu harus makan meski hanya sedikit saja"
"Aku nggak lapar om"
Om Haris menyentuh tangan ku dan menggenggam nya, lalu mengusap puncak kepalaku.
"Adik mu pasti mau makan juga jika melihat mu makan" ujarnya membuatku menatap. "Walaupun aku kakak ipar mereka, tapi mereka pasti akan lebih mendengar kan mu karena kamu sekarang menjadi ibu bagi mereka. Apa yang akan kamu lakukan mereka akan mengikuti, jadi jika kamu nggak makan mereka juga akan seperti itu. Makan yah, agar mereka juga mau makan"
Benar yang om Haris katakan, kesedihan ku tak seharusnya membuatku lupa ada kedua adikku yang membutuhkan ku. Benar yang ia katakan, aku harus tersenyum supaya adikku pun begitu. Aku menurut mengikuti om Haris meninggalkan kamar dengan ia menggandeng tanganku.
Melihat kehadiran kami, semua anggota keluarga ku menyambut.
Aku menoleh pada kedua adikku yang juga menoleh padaku, tatapan mereka sedih tampak kehancuran yang amat sangat di mata mereka, dan begitu lah yang juga ku rasakan.
Ku tinggalkan dudukan ku menghampiri mereka, ku layani mereka, memastikan mereka makan dengan baik sebelum aku pun melakukannya.
"Oh iya, kapan kamu kembali ke bandung nak?" tanya kakek pada om Haris mengisi sarapan yang hening.
"Seharusnya hari ini,. Tapi nggak mungkin untuk membawa Tami juga Reza dan Rezi dengan keadaan masih berkabung seperti ini. Nanti setelah mereka siap untuk ikut, kami akan berangkat" sahut om Haris.
Aku masih ingat saat di rumah orang tuanya om Haris mengatakan ingin segera kembali ke bandung untuk melihat perkembangan usaha milik nya, juga hendak menghadiri beberapa pertemuan, tapi ia memutuskan tetap tinggal tak meninggalkan ku hingga aku siap ikut dengan nya.
***
Begitu tepat tiga hari setelah kepergian mamah, ku pikir mungkin aku tak seharusnya terus mengurung diri meratapi nasib ku beserta adikku yang kini menjadi yatim piatu hingga aku lupa ada om Haris suamiku yang aku memiliki kewajiban untuk berbakti padanya.
Ku tinggalkan kamar menghampiri keluarga ku yang tengah bersama keluarga Kamil di ruang tamu. Mereka bercakap-cakap serius di selingi candaan agar tak membuat suasana menjadi melankolis ketika pembahasan mereka merambat pada mamah dan papah ku yang telah tiada.
Semua pandangan anggota keluarga mengarah padaku saat aku menapakkan diri seraya tersenyum sebaik mungkin memperlihatkan aku telah membaik.
"Ada apa dek? Kamu butuh sesuatu?" tanya om Haris
"Bisa ke kamar"
Semua anggota keluarga tersenyum-senyum entah apa yang mereka pikirkan hingga beberapa dari mereka saling senggol.
Tak membalas ucapan ku, om Haris hanya mengangguk seraya tersenyum lalu berdiri dari duduknya menyusul ku ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti Mamah
RomantikBukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.