Bab 11. Om Ke Mas

54.8K 1.7K 12
                                    

Om Haris belum keluar juga, apa yang ia beli hingga selama itu? Apa ia tak bisa melihat aku benar-benar takut, aku ingin segera pergi dari tempat ini.

Tok! Tok!

Aku ketakutan melihat om Haris kembali dengan membawa manager supermarket itu, ku tahan pintu menggeleng tak ingin membukanya.

"Tami buka" gerakan mulut om Haris, ku lepaskan pegangan ku, pintu mobil pun terbuka bebas, dan om Haris menarikku turun berdiri di sampingnya, di hadapan mantan manager ku itu.

"Katakan sesuatu pada istriku!" titah om Haris tegas pada mantan manager ku yang tertunduk ketakutan.

"Sa-saya mi-minta maaf Tami, ma-maafkan saya, saya mohon" pintanya terbata-bata sangat terlihat ketakutan hingga ia tak berani menatapku.

"Pergi sana!" lagi titah om Haris, baru kali ini ku lihat kemarahan di wajah seseorang yang ku anggap penyabar, ekspresinya tak bersahabat menatap mantan manager ku seolah-olah seseorang yang sangat ia benci. "Ayo pulang?" tanyanya, nada dan ekspresinya berubah seperti biasa yang ku kenal.

"Om kok bisa bawa orang itu kehadapan ku?"

Kini kami di dalam mobil bersiap meninggalkan pelataran parkiran.

"Supermarket itu milik keluarga Tomi, suami Luna, dan semua karyawan di sana mengenali ku termasuk si manager itu. Ku datangi ruangannya dan mengancamnya"

"Bilang aku anak bos mafia?"

Aku teringat akan kebohongan konyol tak masuk akalnya dulu.

"Nggak, aku bilang kalau dia nggak minta maaf sama kamu, ku pastikan dia tidak akan tenang tinggal di kota ini"

Aku sempat bergidik ketakutan mendengar ancamannya, terlihat ekspresinya serius, ia terdengar bersungguh-sungguh.

"Kau mau melaporkan dia ke polisi?" tanyanya tetap menatap kedepan fokus menyetir.

"Nggak usah, kejadiannya juga udah enam tahun lalu, aki hanya ingin menjalani hari-hari ku dengan tenang sebagai istri om"

Kemarahan yang membuat ekspresinya tegang mulai memudar. Wajahnya yang berwibawa nan bersahaja kembali.

Tanpa pembahasan lagi, ia fokus menyetir, dan aku hanya diam saja menenangkan diri akan ingatanku yang lampu kembali menyerang.

Setibanya di rumah buk Ina bersama buk Sari menghampiri kami membawakan belanjaan ku.

"Tami,.." panggil om Haris menghentikan langkahku di depan pintu, aku berbalik kearahnya.

"Iya"

"Aku ke hotel dulu yah" pamitnya ku anggukkan kecil, lalu ia memberiku sebuah kartu ATM.

"Kenapa?"

"Untuk peganganmu, juga kebutuhan adik-adikmu, soal uang belanja bahan daur, juga gaji pekerja itu hal lain, nanti ku transfer"

"Hah! tapi ini kan gold card milik om"

"Bukan, itu ku buat khusus untuk kamu, kamu gunakan untuk kebutuhan mu"

Aku tak menyangka meski aku belum melakukan tugasku sebagai seorang istri, tapi Haris telah melakukan salah satu kewajibannya sebagai seorang suami dalam menafkahi ku juga kedua adikku. Rasa syukur tak hentinya ku ucapkan dalam hati di beri suami seperti om Haris.

"Makasih"

"Iya, aku pergi yah"

"Iya hati-hati"

Ku tatap ia hingga pergi di bawa oleh pak Kuji, aku pun masuk kedalam rumah.

Pengantin Pengganti MamahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang