Bab 68. Ulah Rivi

25.4K 920 19
                                    

Hari ini surat pemeriksaan kesuburan om Haris di dua rumah sakit berbeda keluar, Kami bergegas pergi memenuhi panggilan dokter.

Setelah menunggu beberapa hari akhirnya jawaban dari keraguannya dan kekhawatiranku akan terjawab, dan semoga dengan keluarnya surat pemeriksaan itu akan menjadi akhir dari segala konflik diantara kami.

Kami ke rumah sakit pertama untuk mengambil surat pemeriksaan,. Tak kami buka, lalu ke rumah sakit kedua.

Setelah mendapatkan kedua surat hasil pemeriksaan itu, kami kembali pulang ke rumah, kami akan membukanya di rumah saja.

Tangannya sedikit gemetar membuka hasil pemeriksaan pertama, ia membacanya dengan seksama, lalu tiba-tiba dahinya mengkerut hebat, matanya seketika berkaca-kaca, saat menatapku air matanya berjatuhan.

"Bagaimana mas?"

Aku khawatir melihat guratan kekecewaan di wajahnya. Aku tahu dan aku yakin betul yang ku kandung adalah anaknya, tapi mengapa aku takut jika pemeriksaan itu tak sesuai yang ku harapkan.

Ia memberiku surat pertama yang ia baca tadi, ku baca dengan serius,.
Aku bahagia melihat pernyataan dokter mengatakan ia subur, ku angkat pandangan ku menatapnya yang juga menatapku terlihat bersalah.

"Buka mas" aku ingin ia segera membuka surat pemeriksaan kedua.

Ekspresi sedihnya makin jadi sampai-sampai ia menjatuhkan dirinya tersungkur melipat kedua lututnya di hadapanku, aku khawatir ada apa dengan surat kedua itu, aku mendekat dan mengambil surat tersebut dari tangannya dan ku baca,.

Aku benar-benar bahagia surat itu juga menyatakan ia subur.

"AAA....!!!"

Aku melonjak terkejut di tempat ku melihat ia berteriak di hadapanku hingga mengundang para pengurus rumah mendekat ke kamar kami.

"Mas,."

Saat ingin ku sentuh, ia segera mendekat memelukku, menangis hebat berdiri dengan melipat kedua lututnya di hadapanku.

"Maafin mas, maafin mas, mas meragukan anak mas, mas membuatmu terlantar, maafin mas, maafin mas Tami"

Tangisnya pecah di depan perut ku, ia tak menahan suaranya saat ini.

"Mas udah, ayo bangun"

Ia menggeleng tak melonggarkan pelukannya sedikit pun

"Maafin mas Tami, maafin mas"

"Mas, aku kan sudah bilang ini anak kamu,. Kamu subur mas, pemeriksaan pertama itu yang salah"

Ia mengangguk bertambah-tambah menangis, ku biarkan ia seperti itu hingga ia tenang, ia pasti sangat menyalahkan dirinya sendiri. Biarlah ia menangis hingga ia puas dan tenang dengan sendirinya agar tak tersiksa dengan penyesalannya.

"Mas udah," bujukku mendengarnya terisak-isak, ia menarik wajahnya mengecup perutku berkali-kali.

"Maafkan ayah nak, ayahmu ini sudah kejam membuatmu dengan ibumu terlantar, ayah janji ayah nggak akan melewatkan sedikitpun kasih sayang dan perhatian pada kalian" ucapnya pada perut ku, ia kembali mengecupnya berkali-kali.

"Mas udah, bangun, geli perut aku kamu cium terus"

Ia menengadah menatapku. "Mas mau minta maaf sama anak kita" lagi air matanya terjatuh.

"Anak kita dengar kok, dia udah maafin ayahnya, dia tau ayahnya nggak bermaksud menyakiti, hanya ia bingung, tapi sekarang semua sudah jelas"

Ia berdiri. "Maafin mas" pintanya, suaranya bergetar, kembali ia menangis. Entah mengapa aku ingin sekali tersenyum melihat ekspresinya seperti itu.

Pengantin Pengganti MamahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang