Begitu tiba, semua pengurus rumah menghampiri kami sesaat turun dari mobil,. Mereka silih berganti memeluk om Haris hingga menangis.
"Om..." panggil kedua adikku, mereka pun memeluk om Haris karena khawatir.
"Maaf yah sudah membuat semua orang khawatir" ujar om Haris tersenyum lalu meringis akan luka di ujung bibir nya yang tertarik.
"Buk tolong ambilkan kotak P3K yah" pintaku buk Sari segera mengambil kan. Ku gandeng tangan om Haris naik keatas kamar kami untuk ku obati lukanya.
Di dalam kamar kami duduk di tepian tempat tidur saling menghadap hanya saling memandang tanpa ada suara.
lalu ku angkat tangan menyentuh pipinya yang lebam, dan ku tatap lekat-lekat wajah suamiku yang memberi ku banyak kasih sayang juga perhatian, kepeduliannya luar biasa ia berikan.Tok! Tok! Tok!
"Kotak P3Knya mbak,"
Ku tinggalkan ia membuka pintu, lalu kembali lagi duduk di hadapannya mengobati luka pada ujung bibir dan pangkal hidung nya. Bukanya meringis atau merintih, ia malah tersenyum.
"Nggak sakit mas?"
Ia mengangguk tetap tersenyum.
"Mas yang luka kok malah kamu yang menangis"
"Aku.. Aku.." ucapanku tak dapat ku teruskan betapa khawatirnya aku tadi, ku peluk ia aku bertambah-tambah menangis.
"Sudah, mas kan sudah di sini"
"Mas nggak ada saat aku bangun, tau-taunya duel dengan Arman" ceracau ku mungkin terdengar cengeng.
"Maaf yah"
Aku menengadah menatap nya, masih di dalam pelukannya. "Mas,,." panggilku
"Iya sayang,"
Ada di dalam hatiku tersentak yang membuat perasaan ku serasa melayang mendengar ia menyebut ku sayang dengan sadar mengatakan itu.
"Lagi," pintaku masih dengan posisinya yang sama, menengadah dalam pelukannya.
"Iya sayang ku,"
Aku tersenyum bertambah-tambah. "Lagi"
"Iya istriku sayang, kenapa,? Mau apa hum,?"
"Mau mas"
Ku kecup ujung dagunya sedikit membuat geli bibirku akan jenggotnya.
"Mas juga mau kamu,"
Ia membalas mengecup kedua kelopak mataku yang tadi bersedih.
"Mau apa,?"
Aku sengaja memancingnya. Ia pun makin menurunkan wajahnya menyentuh puncak hidung ku dengan puncak hidungnya.
"Mau menyentuh kamu" sergahnya berbisik di depan wajah ku membuatku terkekeh.
"Sentuh aku mas"
Tanpa berbicara lagi, ia mengangkat ku ke tengah tempat tidur, ia lalu melepaskan apa yang ku kenakan,. Begitu pula aku melepaskan apa yang ia kenakan membuangnya ke sembarang arah. Dengan tubuh polosnya ia lagi menindih ku.
Kepuasan dari kenikmatan yang ia berikan membuatku bahagia lagi aku melakukan itu dengan suamiku yang hanya dengannya aku ingin melakukannya.
Deru nafasnya berat nan bergetar, tatapannya sayu tersenyum puas menikmati di setiap gerakannya.
Ku peluk ia yang mendekap ku, ku balas pagutannya yang memagut bibirku, kebahagiaan dan kenikmatan jelas ku rasa bersamaan. Ia lalu membenamkan wajahnya ke leherku makin bergerak aktif memuaskan dirinya dengan memberi ku kepuasan."Hah!"
Aku terkejut mendapati sebuah mata dari celah pintu yang tak tertutup rapat seakan menyaksikan kami, segera mata itu menghilang saat aku melihatnya.
"Mas, " ku tepuk-tepuk pundak om Haris yang terus bergerak.
"Kenapa sayang,?"
"Pintunya nggak rapat, nggak di kunci juga"
"Ini ruangan kita, siapapun nggak ada yang naik apa lagi mendekat ke ruangan kita jika nggak ada keperluan"
Yang ku takutkan itu kedua adikku yang melihat pergulatan kami. Tapi.. mata itu bukan mata milik adikku, lalu itu siapa?
"Mas kunci dulu pintunya, takutnya si kembar naik terus melihat kita"
Om Haris berhenti lalu turun dari tempat tidur mengunci pintu lalu kembali lagi menghampiri ku. Ku buka kedua tanganku menyambutnya, ia memelukku kembali meneruskan pergulatan kami.
Saat ini aku hanya ingin menikmati
kedekatan kami yang makin jadi, aku tak ingin berpikir hal lain untuk saat ini, aku hanya ingin fokus pada kenikmatan yang ku rasakan saat ini.Mungkin ia lelah dan akhirnya melepas ku setelah membuang benihnya berkali-kali. Ia berbaring terlentang, aku berbaring tengkurap di atas tubuhnya, di mana kedua lutut ku menekuk di kedua sisinya. Ku rasakan perutnya bergerak turun naik mengambil nafas kesusahan, mungkin karena bobot tubuh ku.
"Pagi,." seru nya mengusap pipiku sesaat aku mengangkat kepala, yang mana tangan satunya ia jadikan bantal.
"Hah! udah pagi yah" aku tak sadar sore sudah berganti pagi.
"Haha... Mas bercanda, ini masih sore"
Aku bergerak lebih naik, kedua sikutku kini di kedua sisi kepalanya,
Kami saling berpandangan dekat, saling melempar senyum, lalu ku kecup pipinya berkali-kali lalu mempertemukan bibir kami,. Aku tak pernah bermain bibir selama dan senafsu ini selain dengan om Haris, ia membuat ku terus ingin melakukan lebih.Cring...!!!
Ponselnya berdering, kami belum ingin berhenti apa lagi melepas diri.
Cring...!!!
"Telfon mas bunyi," ucap ku terengah-engah
"Nanti dulu" tolak nya tak mau menyudahi.
Cring...!!!
Kami menolah kearah ponselnya yang terus saja berdering mengganggu. Aku turun dari atas nya membiarkan ia mengangkat telfon.
"Halo"
Aku mendekat ke arahnya, memeluk ia dari belakang, ku topang daguku pada salah satu pundaknya, ia menoleh tersenyum menyentuh hidung ku dengan hidung nya. Makin ku eratkan lingkaran tangan ku di perut nya sembari ia bercakap-cakap dengan seseorang di telepon, terdengar mereka seperti membuat janji bertemu.
"Mas keluar dulu yah, ada janji sama teman" ucapnya menoleh kearah ku.
Ku miringkan kepalaku menatapnya."Lama nggak?"
"Lumayan, ada sesuatu yang ingin kami bahas, kenapa sayang?"
"Aku masih mau bareng kamu mas" nada ku mungkin manja makin mengeratkan pelukan.
"Mas juga,. Nanti yah setelah mas ketemu sama teman mas" ia sedikit memutar tubuhnya kearah ku. "Mau main lagi setelah mas pulang?" aku mengangguk, lagi ku topang daguku pada pundak kirinya. "Sampai pagi yah," permintaan nya membuatku tertawa keras dan ku iya kan keinginannya itu.
Rasa-rasanya aku makin gemas dengan sikap lembut nya, sampai-sampai aku menggigit pundaknya.
"Owh, jangan sampai mas balas nih, kalau mas balas gawat"
"Gawat kenapa?"
"Mas akan gigit semuanya, nggak akan ada yang mas lewatkan"
Aku tertawa akan ucapannya. Bersama kami berpindah kedalam kamar mandi membersihkan diri, lalu ku temani ia hingga ke mobil.
Ku lambaikan tangan ku menatap mobil yang membawanya makin jauh menghilang dari pandangan, senyum tak hentinya tertoreh di bibirku beserta perasaan bahagia yang makin bertambah.
"Aku mencintaimu mas"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti Mamah
RomansaBukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.