Bukan untuk makin merenggangkan hubungan, ataupun membuat jarak makin lebar antara kami, tapi saat ini ku rasa kami membutuhkan waktu untuk sendiri-sendiri dulu.
Ku putuskan beristirahat di kamar tamu saja, aku butuh ketenangan untuk saat ini, semata-mata demi keadaan anak ku, aku takut karena sikap ayahnya yang tengah labil, anakku sampai kenapa-kenapa.
Tok! Tok! Tok!
"Mbak... Bangun dulu nak makan"
Panggil buk Ina di depan pintu, memanggil untuk makan malam, di mana aku baru saja terbangun dari tidur sesaatku yang mampu merehatkan sejenak hati dan pikiran ku.
"Mbak, bangun dulu makan yah, kasihan ade bayinya belum makan"
Bujukan itu membuatku mengerjap, betul yang beliau katakan, aku belum memberi makan anakku. Aku turun dari tempat tidur membukakan pintu.
Ku ikuti beliau ke meja makan, aku berusaha mengukir senyum pada kedua adikku yang menunggu di meja makan. Ku lihat om Haris juga ada tapi tak pernah menoleh ke arah ku barang sekejap pun.
Piring di letakkan di hadapan kami, buk Ina juga buk Sari melayani kami.
"Nggak usah buk, aku lagi nggak mau makan ini"
Aku menolak saat buk Sari ingin menyendok kan nasi ke piringku.
"Sendok kan buk! Lauk pauknya juga!" titah om Haris tegas, ku lepas tangan buk Sari membiarkan beliau menyendok kan ku makanan dari pada ia juga kena marah oleh om Haris.
Dengan terpaksa ku sendok nasi beserta lauk-pauk itu ke dalam mulutku, rasanya aku seperti di suapi paksa makanan yang tak ku inginkan.
"Tami! Makan!" titah Om Haris membuatku terkejut. Segera ku bungkam mulutku sendiri dengan makanan yang ku sendok, dan mual pun mulai melanda.
"Tami makan yang banyak! Pikirkan anakmu! Jangan hanya dirimu!" lagi ia membentakku, air mata ku mulai berjatuhan memaksa menelan makanan yang tak ku inginkan.
Duk!
"Tami jangan seperti anak kecil!!" Ia memukul meja dan membentak ku, segera buk Ina mendekatiku, aku berbalik kearah beliau memeluknya menyembunyikan air mataku.
"Pak, tolong, ibu hamil tidak bisa di paksa makan sesuatu yang kita siapkan, itu bukan keinginannya menolak, tapi bawaan anaknya, tolong mengerti pak, yang ada pak Haris yang akan membuat anak di perut nya kenapa-kenapa"
Pembelaan buk Ina membuat om Haris terdiam.
"Maaf pak,. Kasihan mbak Tami, ibu hamil sebaiknya tidak stres" timpal buk Sari membantu buk Ina menjelaskan.
Kedua adikku meninggalkan dudukan mereka berdiri di kedua sisi ku.
"Kakak mau makan apa? Kami akan membelikan untuk kakak" kata Reza memberiku perhatian.
"Iya kak, kakak tunggu di kamar saja yah" tambah Rezi.
Aku bersyukur dalam sedihku, selain om Haris, semua orang di rumah memerhatikan ku juga keadaan anak ku.
"Sudah, kakak nggak apa-apa, makan lagi yah" aku kembali mengukir senyum.
"Kami udah kenyang kak"
" Yah udah ke kamar belajar yah"
Mereka menurut dengan berat hati ke kamar mereka meninggalkan aku bersama om Haris. Aku terdiam menatap makanan yang ada di hadapan ku. Ingin ku lanjutkan tapi rasanya tak enak bagiku, tak ku makan takutnya om Haris makin marah. Kembali aku meraih sendok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti Mamah
RomanceBukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.