Bab 20. KB

34.3K 1.2K 5
                                    

Begitu om Haris kembali ke hotel, ku tunggu kedua adikku yang tak lama lagi pulang sekolah untuk ku jelaskan pada mereka jika anak om Haris ada di rumah, takutnya nanti mereka beranggapan sama seperti ku, menganggap anak om Haris maling.

"Sini" ku panggil kedua adikku begitu turun dari mobil.

"Kenapa kak?"

"Di dalam, di kamar tamu ada anak om Haris, yang sopan yah"

"Ooh,. kita tinggal bareng?"

"Nggak tau, om Haris bilang anaknya itu punya apartemen sendiri"

"Syukur deh"

"Eh, kok gitu ngomongnya"

"Takutnya dia nggak sebaik om kak, nggak bisa terima kita"

Benar juga yang mereka katakan, bagaimana jika anak om Haris tak bisa menerima kami. Melihat bagaimana sikapnya tadi, tampaknya ia bukan orang yang bersahabat.

Tak mau memikirkan hal itu terus, ku putuskan menyiapkan makan siang saja untuk adik ku. Tapi melihat buk Ina bersama buk Sari sedang beristirahat, aku tak enak mengganggu mereka, aku sendiri yang akan menyiapkan makan siang untuk adikku, hanya tinggal ku panaskan saja. Kembali aku ke dapur.

"Hei!" seru seorang pria, aku berbalik melihat itu anak om Haris.

"Apa?" tanya ku datar

"Lo masak apa?" sembari ia berjalan ke lemari pendingin mengambil sebotol jus orange.

"Nggak masak, hanya angetin"

"Perempuan kok nggak pintar masak" ledeknya membuatku benar-benar kesal, jika tak mengingat ia anak om Haris sudah ku beri lagi pukulan padanya.

"Hei!" Panggilnya lagi tak ku perduli kan. "Tante.." aku benar-benar kesal mulut anaknya kenapa tak se sopan mulut ayahnya. "Bunda.." mataku terbelalak mendengar ia memanggil ku begitu. "Istri baru"

"YAK!! MULUTMU!!" pekikku geram seraya berbalik ke arahnya, ia melonjak terkejut. Suaraku mengundang buk Ina beserta buk Sari menghampiri kami.

"Ada apa mbak?" tanya mereka terlihat panik.

"Tanya anak mas Haris itu apa maunya!" geram ku lalu meninggalkan dapur, aku ke kamar adikku mengajak mereka makan di luar.

"Anak om Haris nggak baik yah kak?" tanya Reza begitu kami duduk di sebuah bangku cafe.

"Entahlah" aku masih kesal, dan untuk mengalihkan kekesalan ku, aku bermain fighting game di ponsel.

"Kami dengar kakak teriak, kakak kalau teriak berarti itu marah banget" ujar Rezi.

"Sudah diam, makan saja" aku malas jika harus membahas soal anak om Haris itu. Rasanya aku seakan terbakar saking kesalnya.

Cring....!!!

Aku sedikit heran mendapati panggilan telepon dari om Haris di jam makan siang tak seperti biasanya.

"Halo mas"

"Kamu lagi apa?"

"Makan siang di cafe sama si kembar"

"Kenapa nggak kemari saja ke hotel, sekalian makan bareng"

"Si kembar udah lapar mas, makanya di cafe terdekat saja, mas udah makan?"

"Sudah"

"Di mana?"

"Di cafe hotel"

"Nggak bosen yah makan di hotel terus?"

"Yah, maunya makan masakan kamu"

Pengantin Pengganti MamahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang