Dua bulan kemudian...
Menuju beberapa hari lagi persalinan ku, saat ini om Haris tak bersama dengan ku,. Sudah dua hari ia ke luar kota melihat keadaan hotel, tapi rencananya hari ini ia pulang, bahkan sudah di perjalanan menuju bogor.
Selama tak ada om Haris aku merasa kesusahan tanpa sikap siaganya yang selalu di sampingku. Kedua adikku juga menginap di rumah tanteku.
Semakin perut ku membesar semakin aku merasa mudah letih juga mudah haus, seperti saat ini aku bangun hendak kedapur mengambil air minum untuk ku bawa ke kamar, di jam 2 subuh ini orang-orang sudah pada tidur.
Dengan berjalan perlahan aku membawa satu gelas penuh air putih untuk ku bawa ke kamar. Belum jauh meninggalkan dapur aku sudah lelah berjalan, rasanya capek sampai-sampai gelas yang ku pegang goyang, beberapa isinya ada yang tumpah, aku berhenti sebentar mengurut pinggang ku sedikit.
Kembali aku mengangkat kaki meneruskan langkah. Di pijakan pertama aku terpeleset tak sengaja menginjak percikan air yang tumpah dari gelas yang ku bawa, aku terpeleset dan punggung ku terbentuk ke dinding, aku terjatuh hingga terduduk dengan cukup keras hampir-hampir berbaring,. Seketika perutku sakit hebat, dan sebuah cairan keluar dari dalam milikku.
"IBU....!! BAPAK....!!" panggil keras-keras pada kedua mertuaku.
"RENO....!! KINA....!!" panggilku pula pada kedua anak mbak Luna yang memang tinggal bersekolah di sini.
Seketika ruangan terang, ku dengar kasak-kusuk langkah kaki berlari ke arahku.
"Astaghfirullah nak...!" pekik ibu mertuaku segera mendekat, ia syok melihat cairan yang tadinya bening berubah merah.
"Apa yang terjadi nak!"? bapak mertuaku tak kalah syok
"Aku terpeleset pak "
Segera mobil di panaskan. Reno dan Kina membantu membawaku ke mobil segera di larikan ke rumah sakit. Di dalam mobil yang melaju kencang mereka menelfon om Haris yang juga di dalam perjalanan kembali pulang.
Aku tak tahu lagi, aku tak ingat apa-apa lagi, sakit yang ku rasakan mengalihkan kesadaran ku. Dan saat aku tersadar aku telah terbaring di ranjang pada ruang persalinan dengan di dampingi dokter dan perawat.
"Mas Haris"
Aku ingin om Haris bersama dengan ku saat ini. Salah satu perawat keluar dan kembali bersama om Haris.
"Kuat sayang, kuat yah sayang" ucap om Haris gemetaran terlihat ketakutan di wajahnya.
"Mas, sakit sekali mas" keluhanku membuatnya menangis.
"Siap buk, ikuti instruksi saya, saat saya mengatakan dorong, dorong yah buk" perintah dokter aku hanya mengangguk terus membuang nafas berat melalui mulut sembari menggenggam erat tangan om Haris yang menggenggam tanganku.
"Dorong buk"
Aku mengedan sekuat tenaga hingga aku tak bernafas saat mendorong, di situ sakit ku rasa bertambah merobek kewanitaanku dengan perlahan, aku tak sanggup, kembali aku berhenti menghirup nafas dengan kasarnya, dadaku kembang kempis hebat, sakit ku rasa di sekujur tubuhku, rasanya saat aku mendorong anakku, seakan-akan tulang-tulang ku hendak di patahkan secara bersamaan.
Dan di sampingku om Haris makin ketakutan tak hentinya menyemangati ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti Mamah
RomansaBukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.