Meski aku tak jualan pagi ini aku tetap bangun pagi-pagi membuatkan sarapan untuk kedua adikku sebelum mereka berangkat ke sekolah.
Ku buka jendela juga pintu, pagi ini sangat cerah dari biasanya. Aku keluar ke teras depan menikmati sinar matahari yang beranjak naik.
"Astaga mas Haris!"
Aku terkejut mendapati ia tertidur di samping pintu dengan posisi duduk. Tak ku sangka ia melakukan tindakan bodoh menunggu di teras.
Melihat ia tak bergerak aku khawatir ia kenapa-napa tadi malam.
"Mas,. Mas,. Bangun,."
Ku goyang-goyangkan tubuhnya pelan, juga menyentuh pipinya, ia bergeming membuka matanya.
"Mas nggak apa-apa?"
"Pinggang mas pegal, mas kedinginan, mas jadi santapan nyamuk-nyamuk tadi malam" keluhnya dengan ekspresi lesu terlihat sekali ia kurang tidur.
"Lagian ngapain masih di sini, aku kan bilang mas pulang saja"
"Nggak kalau kamu nggak mau ikut"
"Aku betah di sini mas"
"Mas akan tinggal di sini juga"
Apa maksudnya ingin tinggal di sini juga, ia fikir kami di sini liburan sehingga ia ingin ikut bergabung juga.
"Nggak boleh, ini kediaman ku, mas nggak boleh seenaknya ingin menginap di sini sebelum ku ijinkan"
"Kalau begitu ijinkan mas"
"Ih Mas! Mas ngerti nggak sih yang namanya marah,!"
Ku tatap ia jengkel, mengapa ia masih tak sadar juga jika aku masih marah padanya.
"Om Haris,!"
Kedua adikku pun terkejut melihat Om Haris.
"Sudah masuk sana sarapan terus ke sekolah"
"Om Haris nggak masuk juga sarapan?" tanya Rezi
"Nggak usah, mas Haris bisa makan di rumahnya nanti"
"Tapi mas nggak berencana pulang" sela om Haris entah apa maksudnya.
"Terserah"
Ku tinggalkan ia membawa kedua adikku masuk meninggalkannya di luar.
"Kak,. Om Haris nggak di panggil masuk sarapan, kan kasihan dari tadi malam di depan, kedinginan, tidurnya pasti nggak nyenyak, juga belum sarapan lagi" ucap Reza
"Iya kak, bagaimana kalau om Haris sampai kenapa-napa, kasihan kak om Haris kan sudah tua hehe..."
Aku tersenyum singkat mendengar ucapan mereka. Tapi betul juga yang mereka katakan.
"Yah udah panggil om Haris masuk"
Reza berdiri dari duduknya membawa om Haris masuk.
Seperti kedua adikku, ku layani ia dengan baik mengenyampingkan egoku sejenak. Biar bagaimanapun aku tak setega itu membuat orang yang ku kenal kelaparan di depan kediaman ku. Apa lagi ia ayah dari anak yang ku kandung.
Ia menikmati sarapannya dengan bercanda bersama kedua adikku, bahkan ia yang membereskan setelah kami sarapan.
"Kak kita berangkat yah" ucap kedua adikku menyalami tangan ku juga tangan om Haris.
"Kalian naik apa?" tanya om Haris
"Angkot om"
"Biar om pesankan taksi"
Ia bersiap dengan ponselnya.
"Nggak om, nggak apa-apa, kita naik angkot saja"
Mereka segera pergi meninggalkan aku berdua dengan om Haris. Kami saling diam bingung dengan keadaan sekarang, biasanya jika kami berdua kami mengisinya dengan berbagi sentuhan kasih sayang, tapi sekarang kami seperti orang asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti Mamah
RomansaBukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.