Karena hari ini juga masih libur, aku kembali berjualan di taman seperti biasa bersama ke-dua adikku. Seminggu berjualan kami sudah memiliki beberapa langganan yang tau jadwal jualan kami, dan alhasil stand kami mulai ramai pembeli.
Meski harus berpeluh-peluh tapi tak membuat kami lelah. Kami senang akan ulasan positif pembeli mengenai jualan kami, bahkan ada yang sampai memesan untuk di bawa pulang.
"Roti bakar spesial satu porsi"
Pembeli baru memesan menumpuk beberapa pesanan pembeli yang lebih dulu.
"Iya sebentar,"
Ku layani pelanggan yang lebih dulu sebelum pelanggan yang baru saja memesan.
"Kak,. Kak,." panggil Reza menarik lengan bajuku, aku menoleh padanya.
"Hum kenapa?"
Ia menunjuk seseorang yang berdiri di samping stand jualan kami yang tadi memesan. Aku pun menoleh melihat siapa yang Reza tunjuk hingga matanya berkaca-kaca.
"Mas Haris,"
Aku tak menyapa, tapi aku terkejut melihatnya berada di hadapan ku setelah semingguan tak melihatnya.
Benar yang buk InSar katakan, ia nampak kurus, penampilannya yang biasa berwibawa tak ada, ia datang hanya mengenakan celana denim dengan sandal kulit dan sebuah hoodie couple yang Mila berikan pada kami waktu itu. Dan rambutnya tampak lebih panjang, begitupun dengan jambang serta kumisnya tumbuh lebat, aku hampir tak mengenalinya.
Ada apa dengannya? Mengapa suamiku terlihat tak terurus begini?.
Tanpa sadar air mataku terjatuh prihatin akan keadaannya yang bak sebuah rumah tua yang terbengkalai. ku dekati ia yang berdiri mematung.
"Apa kabar mas?" tanpa menyahut pertanyaan ku, ia menyergap ku ke-dalam pelukannya, menjadikan kami tontonan beberapa orang-orang yang ada di sekitar. "Mas baik-baik saja?" tanyanya sembari mengusap pundaknya yang masih mendekap ku.
"Nggak, mas nggak baik" jawabnya lirih.
Ku rasakan pelukannya makin erat seperti seseorang yang rindu. Dengusan nafasnya makin cepat terbenam ke leherku.
"Mas sudah sarapan?"
"Belum, mas belum sarapan"
"Ku buatkan roti panggang yah"
Ia menguraikan pelukan kembali menatapku, keningnya bertaut menatap ku dari bawah hingga ke atas, iba mungkin. Ku akui tampilan ku kini seperti kehidupan ku sekarang yah itu jungkir balik.
"Duduk mas, biar ku buatkan dulu"
Ku tinggalkan ia membuatkan roti panggang seperti yang pernah ku buatkan untuknya menjadikan roti panggang itu kesukaan nya, dan roti panggang itu pula menjadi menu andalan jualan ku.
Tangan ku gemetar membuatkannya roti panggang. Bukan karena lapar ataupun malu akan keadaanku sekarang, tapi aku seakan tak menyangka akan melihatnya lagi, dan ia yang datang menemui ku.
Aku lega semingguan ini terus memikirkannya hingga rinduku makin menumpuk, aku bisa melihatnya lagi meski bukan dengan versi terbaiknya seperti om Haris yang ku kenal.
Roti panggang buatanku jadi beserta segelas paper cup teh hangat, ku letakkan di hadapannya dan aku pun ikut duduk saling berhadapan .
"Silahkan mas" ia tersenyum tanpa pernah melepaskan pandangan dariku, ia tak menggunakan sendok tapi memegangnya langsung dan menikmatinya dengan segera. "Hati-hati mas masih panas"
Lagi ia hanya tersenyum menggeleng pelan menikmati roti panggang itu dengan lahap. Aku memberinya lima lembar roti, di mana untuk porsi jualan aku hanya memakai dua lembar, itu karena aku kasihan melihatnya yang terlihat kurus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti Mamah
RomanceBukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.