"Apa kamu tahu ayahmu meninggalkan banyak hutang Mamah mu sering di tagih, bahkan pemilik uang itu ingin memintamu sebagai imbalan"
"Imbalan apa maksudnya mbak,!?"
"Dia ingin menikahi mu dek, menjadikan mu istri ke tiganya"
Keterkejutan di wajahku tak dapat ku sembunyikan. Aku amat sangat terkejut.
"Karena itu mamahmu datang pada bapak meminjam uang untuk menebus hutang-hutang itu, mamah mu menggadaikan rumah kalian. Bapak sama ibu kasihan, dan mereka membuat kesepakatan untuk kebaikan semua orang dengan menjodohkan mamah mu dengan kak Haris. Dengan begitu kalian aman dari rentenir itu, dan kak Haris aman dari perempuan yang selalu mendekatinya"
Kasihan sekali mamahku. Aku tak pernah tahu beliau melakukan hal sebesar itu. Beliau tak pernah memberi tahuku perihal hutang piutang yang papah ku tinggalkan. Dan aku terlalu sibuk bekerja sehingga jarang pulang.
"Sebelum menikah kak Haris membuat perjanjian, katanya pernikahan itu hanya sebagai ikatan persaudaraan, karena sejatinya kakak ku hanya menyukai mu. Saat di tentukannya perjodohan itu kak Haris sempat menghilang beberapa hari untuk memenangkan dirinya, dia pun sebenarnya nggak terima dengan perjodohan itu, tapi demi melindungi kalian, terutama kamu agar nggak jatuh pada orang yang salah kak Haris mau melakukannya"
Aku tak bisa menahan air mataku saat ini. Di saat aku kecewa pada mamah berpikir beliau telah melupakan papah, aku justru mengetahui fakta pengorbanan beliau, mungkin ia alasannya beliau ingin aku menggantinya menikah, karena sejatinya memang kau yang di inginkan om Haris.
"Lalu bagaimana jika itu benar terjadi, bagaimana mas Haris akan bersikap padaku sebagai ayah tiriku, sedangkan mas Haris tertarik padaku bahkan melamar ku sebanyak dua kali?"
Aku tak habis pikir dengan kebaikan om Haris padaku dengan melakukan cara seperti itu.
"Kakak berencana akan membelikan rumah untukmu jadi kamu nggak perlu untuk pulang, karena kak Haris pun takut nggak bisa menjaga batasannya jika kalian satu atap"
"Mas Haris,." Aku menangis terisak-isak mengingat nya, tak ku sangka perasaan nya padaku telah dari dulu dan sebesar itu.
"Ternyata benar jodoh tidak akan kemana" imbuh Luna. "Dua kali kamu menolak lamaran kak Haris tau-taunya kalian di pertemukan sebagai pengantin pengganti mamah mu. Tapi begitulah takdir, nggak ada yang tahu,. Kalian memang ditakdirkan berjodoh"
Aku hanya bisa menangis menyesal sempat meragukan om Haris, bahkan marah dan kecewa sempat tertanam di hatiku padanya hanya karena sebuah foto.
"Mungkin perihal foto itu masih membebani pikiran mu, yang bisa menjawab itu hanya kak Haris, Tami..." Luna menatapku dekat, kembali menangkup kedua pipiku. "Aku nggak pernah melihat kakak ku sebegitu sukanya dengan seseorang seperti dia padamu, kamu tahu betapa bahagianya dia saat kamu mau menggantikan mamah mu, karena sejatinya memang kamu yang mau kakak nikahi"
"Tapi mas Haris sempat menolak dan setuju untuk membatalkan perjodohan dadakan itu" cicitku, suaraku mulai habis tak hentinya menangis.
"Haha.. Karena kakak nggak mau kamu nanti menganggapnya mesum dan terlihat nggak menghargai mamah mu. Dia menolak agar kamu juga bisa berpikir kedepannya jangan karena terpaksa"
"Tapi awalnya aku memang terpaksa mbak,"
"Dulu,. Tapi sekarang yang ku lihat kamu mencintai kakak ku, iya kan?"
Aku mengangguk mengakuinya. Kini aku memang mencintai suamiku.
"Sudah jelaskan sekarang,?"
Aku manggut-manggut, sudah jelas semua perasaan om Haris padaku. Dan aku lega ia pun sama menyukaiku.
"Jangan ragukan pernikahan kalian lagi yah"
Lagi aku manggut-manggut bagai boneka dashboard mobil yang kepalanya goyang-goyang. Aku hanya perlu pengakuan langsung dari Om Haris.
"Katakan padaku apaaaa keinginan terbesar yang kamu inginkan dengan kakakku?" Luna memainkan kedua keinginannya tersenyum penuh arti menatap ku.
"Aku..." Aku tertunduk malu rasanya untuk mengutarakan keinginan ku.
"Apa?"
"Aku ingin memiliki keluarga dengan mas Haris mbak"
"Hahaha.... Bisa kok, sering-sering usaha saja,. 5 ronde perkali gelut,. 3 kali sehari,. Malam, subuh dan siang hari,. Sesudah beraktivitas dan sebelum beraktivitas hahaha..."
Ku tutup wajahku dengan kedua telapak tangan ku, malu sekali rasanya mendengar ucapan itu.
Ku antar Luna adik iparku hingga ke teras depan. Aku bersyukur akan kedatangannya, ia menjawab semua kekhawatiran dan ketakutanku,. Kini perasaanku makin mantap pada om Haris, tak ada lagi keraguan. Perihal foto mamahku pasti ada sebab lain ia menangis, dan ku yakini itu bukan karena belum melupakan mamah ku apa lagi masih mencintai mamah ku.
Aku merasa perasaan ku kini lebih baik juga bahagia. Meski om Haris tak bersama ku saat ini, tapi cinta dan kasih sayangnya selalu bersama ku.
"Cepat pulang mas" harapku dalam hati, kembali aku masuk kedalam rumah.
"Buk,.."
Panggilku pada buk Ina yang menatap ku sesaat aku berbalik, segera ku dekati beliau dan kupeluk.
"Makasih buk, makasih,"
"Sama-sama mbak, ibu tidak mau mbak dan pak Haris pisah, ibu menyayangi kalian, ibu menyayangi pernikahan kalian, jaga pernikahan kalian yah nak"
"Iya buk, terima kasih buk"
"Boleh gabung," sela buk Sari mendekat, ku buka kedua tanganku memeluk beliau, berbagi berpelukan bersama.
"Maaf yah buk, beberapa hari ini pasti aku nyusahin, aku nggak dengerin ibu, aku selalu keluyuran nggak jelas. Dan makasih sudah merawat adik-adik ku saat aku lalai"
Aku benar-benar menyesali sikapku, tapi lagi mereka membalas dengan tersenyum seraya mengusap kepalaku.
"Kami mengerti, makanya kami selalu mengawasi mbak, pak Kuji juga selalu mengikuti kemana mbak pergi untuk mengawasi jika den Gino berniat kurang ajar"
Aku terheran-heran juga takut pak Kuji akan salah paham dan menceritakannya pada om Haris atas apa yang beliau lihat.
"Jadi selama ini pak Kuji selalu mengikuti ku buk?"
"Iya mbak, itu karena kami semua sayang sama mbak, kami tidak mau karena bersedih mbak sampai salah jalan"
Sekali lagi ku peluk mereka, bersyukur mereka sangat perduli padaku juga pada pernikahan ku.
"Buk, kalau aku masih begitu tegur aku yah, kalau perlu pukul kepala ku, atau tarik kuping ku, sampai merah juga nggak apa-apa asal aku nggak melakukan kesalahan itu lagi"
Buk Ina dan buk Sari malah tertawa kembali mengusap kepala ku.
"Kami tahu mbak mencintai pak Haris jadi tidak mungkin mbak memikiran orang lain, hanya kemarin itu pertemanan mbak dengan den Gino membuat kami khawatir" sergah buk Sari
"Ibu benar, Gino nggak sebaik yang ku pikir"
"Hah! Den Gino tidak ngapa-ngapain mbak kan!?"
"Syukurnya nggak buk, Gino juga sudah pergi"
"Syukurlah, jadi mbak bersiap-siap saja menyambut pak Haris tiga hari lagi"
"Iya buk, aku harus tampil baik buat suami ku"
"Betul, salah satunya dengan ayo makan, mbak kelihatan kurusan, apa kata pak Haris nanti jika melihat istrinya kurusan begini, nanti kita yang di marahi, pak Haris nanti sangkanya kami tidak mengurusi istrinya"
"Hahaha... Ayo"
Ku peluk lengan mereka berdua berjalan kearah dapur. Aku juga ingin makan segera, sudah beberapa hari ini aku tak nafsu makan terus kepikiran akan kesalah pahaman ku pada om Haris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti Mamah
Roman d'amourBukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.