Bab 69. Usai Sudah

29.8K 1K 41
                                    

"Rivi meminta saya memalsukan hasil pemeriksaan anda" terang dr. Julia.

"Kenapa!?"

"Karena Rivi takut pak Haris akan meninggalkannya jika pak Haris tau dia nggak bisa mengandung lagi"

"Apa maksudmu!?"

"Rivi menutup kandungannya setelah keguguran yang kedua kalinya dari suami ketiganya"

"Kenapa?" selaku bertanya

"Setelah bercerai dengan ayahnya Gino, Rivi mencoba dekat dengan seorang pria yang telah beristri, dan dia ketahuan oleh istri sah, alhasil suaminya meninggalkannya dan memilih kembali pada istri pertamanya meninggalkannya dalam keadaan hamil, tak terima dengan anaknya Rivi menggugurkan kandungannya"

Aku teringat dengan kesalahan ku dulu yang juga sempat melenyapkan anak ku. Tapi untungnya om Haris datang tepat waktu membawaku pergi dari kebodohan ku.

"Setahun setelah kejadian itu Rivi kembali dekat dengan seorang pria yang lagi-lagi telah beristri, dan lagi dia di tinggalkan saat sedang mengandung, dan lagi Rivi menggugurkan kandungannya. Karena nggak mau hal itu terulang lagi, Rivi memutuskan menutup kandungannya"

"Bagaimana anda bisa mengetahui semua itu?" tanya ku

"Karena... Saya yang mengantarnya ke dokter aborsi"

"Lalu?" aku makin penasaran.
Aku menoleh kearah om Haris yang makin geram, ku genggam tangannya yang ia mengepalkan tinjunya berkali-kali. Untung saja dr. Julia perempuan, jika tidak mungkin ia telah di hajar olehnya.

"Hingga akhirnya Rivi bertemu dengan pak Haris di bogor saat melakukan check-in di hotel anda. Rivi tertarik pada anda, karena anda lajang dan kaya,. Dengan anda dia bisa melakukan apa saja termasuk menebus semua hutang-hutangnya"

Dr. Julia makin bergetar ketakutan.

"Katakan semuanya" titah ku

"Hingga suatu ketika Rivi datang meminta ku untuk menyiapkan surat pemeriksaan kesuburan palsu untuk pak Haris karena Rivi takut jika anda mengetahui dirinya nggak bisa lagi melahirkan seorang anak, anda akan meninggalkannya"

"Apa anda tau bagaimana kelakuan aslinya? Dia nggak hanya suka berfoya-foya tapi dia memiliki beberapa selingkuhan" ucapku sesuai apa yang ku dengar dari mbak Luna waktu itu.

"Saya nggak tau hal itu, saya hanya melakukan perintahnya"

"Apa dengan imbalan?" tanya om Haris mengangkat suara sedari tadi hanya diam. Bukannya menjawab dr. Julia malah tertunduk. "JAWAB!!!" bentaknya

"I-iya pak"

"Untuk apa uang itu?"

"U-untuk kehidupan saya"

"KEHIDUPAN APA!!?"

"Membeli sebuah apartemen"

Dr. Julia makin ketakutan.

"Kau tau, tadinya aku akan berubah pikiran jika kau mengatakan sebuah alasan lain yang membuatmu terpaksa,. Tapi kau melakukannya untuk kebutuhan pribadimu. APA KAU TAU BERTAHUN-TAHUN AKU MENGASIHANI DIRIKU SENDIRI SEBAGAI PRIA TIDAK BERGUNA!!! DAN APA KAU TAU KARENA SURAT PEMERIKSAAN PALSU ITU AKU MERAGUKAN ANAKKU SENDIRI!! SAMPAI-SAMPAI ISTRI DAN ANAKKU HARUS TERLANTAR KARENA SURATMU!!!"

Dr. Julia bersimpuh di kaki om Haris memohon maaf hingga menangis.

"LEPAS!! Aku nggak akan memaafkan kebohongan kejam seperti ini! Jika Rivi masih hidup ku pastikan kalian berdua akan mendekam di penjara! Dan kau, siapkan dirimu memenuhi panggilan polisi!" 

"Pak Jangan pak, saya mohon maafkan saya" tangis dr. Julia makin jadi tak melepaskan kaki om Haris. "Maaf kan saya mbak" ia berpindah padaku memohon. Sebenarnya aku kasihan. Tapi benar yang om Haris katakan, ia melakukan kebohongan itu untuk kepentingan pribadinya.

"JANGAN SENTUH ISTRI KU!!" bentak om Haris menyembunyikan ku ke belakangnya. "Jangan coba-coba untuk melarikan diri! Aku akan tetap mencari mu meski aku harus keliling dunia sekalipun! Dan semua yang kau ucapkan telah ku rekam dan akan menjadi bukti" Ancamnya.

Om Haris membawaku meninggalkan ruangan dr. Julia kembali ke mobilnya. Begitu menutup pintu ia menghubungi salah satu bawahannya meminta di carikan pengacara handal untuk menuntut dr. Julia. Aku diam saja, ku biarkan ia melakukan hal itu sebagai bentuk keadilan untuk dirinya yang telah di bohongi Rivi dan dr. Julia selama bertahun-tahun.

Setelah menutup panggilan, ia menyandarkan tubuhnya menangis tanpa bersuara, hanya air matanya yang terjatuh, lalu ia menoleh kearah ku.

"Maaf" cicitnya.

Ku usap pipinya yang basah, prihatin dengannya yang menjadi korban mantan istrinya selama 10 tahun.

"Sudah mas, semuanya sudah jelas sekarang, berhenti yah menangis"

"Rivi menjadi kan ku korbannya, kau, juga anak kita yang terkena dampaknya, aku nggak akan memaafkan mereka"

"Mbak Rivi pasti sudah mendapatkan hukumannya langsung dari yang maha kuasa, dan dr. Julia dia akan di hukum seberat-beratnya. Sudah yah, ayo pulang, perut ku sakit mas"

Ia mengusap puncak kepalaku juga perut ku lalu melajukan mobilnya meninggalkan pelataran parkiran rumah sakit. Dan kasus dr. Julia ia serahkan pada orang kepercayaannya.

Sesampainya kami masih terdiam di dalam mobil, aku menoleh melihatnya yang terdiam, ia pasti masih tak menyangka dengan semua yang menimpanya. Kasihan suamiku, lagi-lagi kebaikannya di manfaatkan.

Aku turun lebih dulu membukakan pintu mobil untuknya, ia menoleh menatapku, ku tarik tanganya keluar dari mobil, terus ku gandeng ia masuk kedalam rumah.

"Mbak, pak Haris kenapa?" tanya buk Ina khawatir.

"Nggak apa-apa buk, kami baru saja mengetahui kebohongan yang benar-benar menyakitkan"

"Kebohongan apa mbak?" tanya buk Sari

"Mas Haris nggak mandul, tapi mbak Rivi yang memanipulasi hasil pemeriksaannya dengan membayar dokter untuk memberikan surat pemerikasaan palsu"

Mereka melotot ternganga-nganga.

"Semuanya sudah jelas sekarang buk"

"Syukurlah"

"Oh iya buk kalau si kembar nyariin aku atau mas Haris, katakan kami di kamar dan nggak ingin di ganggu dulu, banyak yang harus kami bahas"

"Iya mbak"

Kembali ku teruskan langkah menggandeng tangan om Haris ke atas kamar kami.

Begitu di dalam kamar ku dudukkan ia di tepian tempat tidur. Ia menarik ku kearahnya, menyandarkan kepalanya pada perut buncit ku.

Aku tersenyum kecil melihat wajah dewasanya yang terlihat benar-benar sedih hingga matanya bengkak beserta bibirnya yang bergetar terlihat lucu.

"Ayo mandi sore mas, aku gerah"

"Ayo, biar mas bantuin kamu mandi"

Untuk pertama kalinya setelah sempat berpisah kami kembali mandi bersama. Ia benar-benar membantuku mandi. Ia mendudukkan ku di dalam bak mandi, ia menyabuni tubuh ku juga mengeramas rambutku, ia juga memberikan beberapa usapan lembut pada perutku, sesekali ia jahil menggelitiki perutku.

Berganti aku pun membantunya membersihkan dirinya, mengeramas rambut serta jambang dan kumisnya yang tumbuh subur.

"Mas ke barber shop yah besok"

"Kenapa? Memang nggak bagus yah kalau lebat begini"

"Mas liat nggak gimana lebatnya bulu kucing?"

Ia mengangguk.

"Pernah liat nggak kalau kucing basah kuyup?"

Lagi ia mengangguk.

"Nah, mas kelihatan begitu tau"

Ia tertawa terbahak-bahak menggelitiki ku lagi.

"Kamu sama in mas sama kucing?"

"Iya kucing nakal" ku cubit kedua pipi berjambang nya.

"Mas nakal cuma sama kamu"

"Makanya ku sebut nakal"

"Haha... Iya iya,. Untung nggak bilang kucing tua"

Aku naik keatas pangkuannya memeluk pundaknya. "Kucing tuaku yang nakal" ujarku menggaruk-garuk bawah dagunya, ia makin tertawa keras.

Pengantin Pengganti MamahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang