Selama kehadiran Larissa sebagai guru les kedua adikku selama sebulan ini, aku jadi punya kegiatan,. Yah itu mengawasinya, aku punya firasat ia sepertinya masih tertarik pada suamiku.
"Kenapa?" tanya ku melihat Larissa berdiri
"Mau ngambil air minum"
"Biar aku saja"
Aku berdiri memanggil buk Sari meminta membawakan segelas air putih lagi, aku takut ia hanya beralasan ke dapur dan mendekati suamiku, apa lagi jadwal mengajarnya di petang hari saat om Haris telah berada di rumah.
Kembali lagi pagi hari, kali ini om Haris kembali mendiamkan ku entah kenapa, tapi sudah lah, aku kini tak ingin menyiksa diri menjelaskan perihal anak yang ku kandung, rasanya capek hati dan pikiran, bak aku berbicara dengan batu. Aku juga kini telah kebal di diamkan olehnya, selama aku hamil sikapnya itu selalu berubah-ubah padaku tergantung suasana hatinya mungkin.
Petang ini Larissa belum datang, ku harap demikian ia tak akan datang lagi.
Tak lama berselang om Haris pulang, sesaat memasuki rumah Larisa muncul di belakangnya.
"Loh Larissa kamu kok baru datang" ucap mas Haris
"Aku sengaja mas pasin kamu udah pulang, aku takut sama istri mu"
Larissa berkata dengan tutur katanya yang sok lembut Cih, hampir saja aku muntah karena muak.
"Silahkan ke kamar si kembar" titah om Haris. Larissa melenggang ke arah kamar adikku melewati ku memberikan tatapan sinis nya. Kurang ajar! Harus ku apakan kuntilanak satu ini, selalu saja ingin menempeli suamiku.
Ku dekati om Haris mencium punggung tangannya seperti biasa, meski ia tak membalas mencium dahiku.
"Kenapa?" tanya nya, dahinya mengkerut menatap ku sedikit heran
"Mas belum balas cium dahiku"
Saat ini aku mencoba makin mendekatkan hubungan antara kami, sebelum hubungan kami makin jauh karena kehadiran Larissa. Dan aku wanita itu akan ku pikirkan caranya agar ia berhenti datang lagi.
"Tidak enak, ada tamu di rumah" tolaknya
Aku menunduk menatap perut ku yang ku usap.
"Maaf yah nak, bunda belum bisa ngasih kamu apa yang kamu mau" aku sengaja memperdengarkannya. "Sabar yah, mungkin kalau kamu udah lahir nanti ayahmu bakal mau nyium bunda lagi, tapi jangan ileran yah karena bunda nggak bisa ngasi yang kamu mau"
Cup
Aku tersenyum kecil dalam tunduk ku menerima kecupan singkat itu dari om Haris.
"Apa nak? Nggak berasa? Yah ayahmu nggak mau lama-lama, mungkin di dahi bunda ada kumannya"
Cuppp
Aku tersenyum sumringah lagi ia melakukannya lebih lama dari yang pertama.
"Masih mau nak?"
Om Haris melipat kedua lututnya di hadapanku, ia menatap perutku dan mengelus nya.
"Jangan nyusahin bunda mu nak, jangan nakal di dalam, kasihan bunda" ucapnya membuatku terharu, itu interaksi pertamanya dengan anaknya.
Tap
Tap
TapKami mengedarkan pandangan mendengar langkah kaki mendekat. Itu Larissa keluar lebih awal. Aku heran melihat wajah dongkol Larissa.
"Loh, kok nggak mengajari iparku"
"Anak kembar itu nggak mau lagi di ajari olehku"
"Namanya Rezanda Garma dan Rezindi Garma!" aku menyela, ucapannya terdengar kurang ajar pada kedua adikku.
"Mereka nggak mau di ajari lagi olehku mas"
Adu Larissa tak mengindahkan ku istri om Haris ada disampingnya. Aku kehadapan om Haris menepis tangan Larissa keras dari lengan suamiku.
"Loh kenapa?" tanya om Haris pada Larissa.
"Nggak tau, mereka hanya bermain game nggak mau mendengarkan aku"
Aku sempat heran, tak biasanya kedua adikku bersikap seperti itu.
"Nanti ku tanya mereka"
"Terus aku ngapain kalau nggak mengajar"
"Pulang!" selaku yang menjawab
"Yah sudah kamu pulang dulu, nanti aku ngomong sama ipar ku"
"Ya udah, aku pulangnya gimana? Kamu anterin yah" pintanya
"Nggak! Enak saja suamiku bukan sopir yah! Ada pak Kuji di luar sana!" lagi aku menyesal kesal wanita itu makin tak tahu batasan.
"Tami..
"Apa mas!? Apa!? Mas saja di antar pak Kuji ke hotel,. Mas malah mau menyopiri buk Larissa! Kalau mas ingin merasakan posisi pak Kuji, tuh antar buk Sari ke toko ngambil pesanan korden!"
Om Haris menatap ku tergemap, ia diam tak membalas ucapan ku. Dan Larissa itu cengo menatapku.
"Silahkan buk Larissa pulang l"
Mau tak mau Larissa itu menurut pergi di antar pulang oleh pak Kuji dengan wajah masam. Dan om Haris bergerak ke kamar adikku, dan ku susul.
"Reza.. Rezi.." panggilnya pada kedua adikku yang sedang bermain game di ponsel mereka, segera mereka letakkan benda pipih tersebut menanggapi panggilan om Haris. "Kenapa sikap kalian begitu pada bul Larissa? Dia sudah bela-belain mengatur waktunya untuk mengajari kalian"
"Maaf om, kami nggak butuh buk Larissa" balas Rezi berani, ku tatap ia sedikit membulatkan mataku akan sikapnya itu.
"Terus kalian mau bagaimana? Nilai kalian turun, tapi nggak mau belajar" nada mas Haris sedikit tinggi, terdengar marah.
"Nilai kita sudah bagus kok om sebelum buk Larissa datang" balas Reza tak kalah berani, lalu emperlihatkan buku-buku mereka yang mendapat nilai tinggi sama seperti dulu.
"Kami nggak butuh guru les untuk mengembalikan nilai kami lagi. Hanya satu yang kami butuhkan yah itu senyuman dan tawa kakak kami. Dengan begitu kami janji nilai kami akan terus terjaga bagus" imbuh Reza, aku tak menyangka mereka mengangkat suara untukku.
"Iya om, dengan om membawa buk Larissa sama saja om memberi kesedihan untuk kakak kami, bagaimana kami bisa fokus belajar jika kakak kami bersedih. Kakak kami alasan kami semangat" timpal Rezi membuat om Haris terdiam pandangannya tunduk mungkin memikirkan ucapan kedua adik iparnya.
"Maaf om, kami minta tarik buk Larissa, kami nggak mau di ajari oleh orang yang sikap dan ucapannya nggak sopan" lagi Rezi berbicara menohok.
"Rezi,..
"Benar kok kak, jika memang sikap buk Larissa terpelajar dan bisa di contoh, seharusnya dia tau batasannya dan nggak selalu mencari kesempatan untuk mendekati suami kakak" timpal Reza, kedua adikku tiba-tiba menjadi dewasa untuk membelaku, menyuarakan suara ku.
"Istirahat lah" hanya itu yang om Haris katakan lalu keluar dari kamar.
"Istirahat yah" ucapku pada mereka ikut keluar menyusul nya.
"Mas, maafin ucapan si kembar yah"
"Mereka nggak salah, nggak ada salahnya mengutarakan apa yang menurut mereka benar tapi... Mas sudah menyewa jasa Larissa selama 1 bulan"
"Biar aku yang ngomong sama dia kalau jasanya nggak di perlukan lagi"
"Dia butuh tambahan untuk anaknya"
"Yah udah mas ikhlasin aja iuran itu"
"Mas ikhlas, tapi bagaimana kalau Larissa malah tersinggung beranggapan kita mengasihaninya"
"YANG KASIHAN DI SINI BUKAN LARISA TAPI AKU!!"
Ku tinggalkan ia jengkel, ia seakan tak ingin melepaskan mantannya itu.
"Tami.. Tami.. Mas nggak bermaksud begitu"
Tak ku hiraukan panggilannya, langkah ku mantap mengarah ke kamar tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti Mamah
RomanceBukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.