Ku rangkul pundak kedua adikku, membawa mereka ke kamar mereka yang berada di lantai bawah.
"Waaah...!"
Mereka terpukau melihat kamar baru mereka. Ukurannya tiga kali lipat lebih besar dari ukuran kamar mereka di rumah kami dulu.
Ada dua tempat tidur, dua meja belajar, dua laptop, dua sofa tunggal dan ada beberapa permainan, dari ps juga permainan vr. Ku rasa om Haris memang telah menyiapkan untuk mereka saat perencanaan pernikahannya dengan mamah.
Ku bantu kedua adikku menyiapkan perlengkapan bersekolah mereka besok, memastikan mereka tidur lalu ku tinggalkan ke kamar atas.
Kakiku gugup menapaki anak tangga.
Di mana di lantai atas hanya ada satu kamar, yakni kamar om Haris yang juga akan menjadi kamarku. Sesuatu bisa saja terjadi di dalam saat kami berdua, tapi semoga saja om Haris sabar dulu dan tak memaksa apa lagi kasar.Ku raih gagang pintu memutarnya pelan. Aku masuk dan menutup pintu kembali pelan-pelan.
Kamar utama memang jauh lebih luas, ku rasa ukurannya seluas rumah ku dulu, sangat luas dan rapih.
Aku mendekat ke arah tempat tidur melihat om Haris tertidur dengan gaya tengkurap, ia pasti sangat kelelahan hingga tidurnya lelap sekali.
Ku tanggalkan kaos kakinya, membalik tubuhnya, melepaskan hoodie zipper yang ia kenakan lalu memakaikan bantal. Terakhir ku tarik selimut menutupi tubuhnya, lalu aku turun dari tempat tidur. Di samping tempat tidur aku terdiam menatap om Haris bingung harus tidur dimana. Aku bingung apa aku tidur satu tempat dengannya atau aku tidur di sofa saja. Tapi bagaimana jika ia tersinggung.
Ku tinggalkan tempat ku mematikan lampu. Ku putuskan tidur bersama saja, lagi pula ku rasa om Haris tak akan bangun hingga pagi.
Ku buka hoodie ku, mengganti celana jeans yang ku kenakan dengan celana piyama supaya lebih nyaman. Pelan-pelan aku naik keatas tempat tidur berbaring di samping om Haris agak ke pinggir dengan cara membelakangi. Ku tarik selimut yang sama menutup tubuhku lalu memejamkan mata mencoba untuk tertidur.
Ku rasakan kasur bergerak, tampaknya om Haris mengubah posisi tidurnya.
"Hah!"
Mataku kembali terbuka lebar merasakan sesuatu bergerak di antara perutku. Aku menundukkan pandangan menelan ludah ku kasar melihat tangan om Haris melingkar di perutku.
Apa sekarang? Apa om Haris ingin berhubungan sekarang? Apa dia menungguku? Dia tidak capek?
Aku sungguh tak siap untuk hal itu, tapi aku juga tak kuasa untuk menolak karena itu memang salah satu hal yang mungkin terjadi setelah pernikahan.
"Hah!"
Tubuhku membeku saat om Haris memelukku erat, menarikku ke arahnya lebih dekat.
"Om.." panggil ku gugup tak ada sahutan. "Om bangun?" lagi tak ada sahutan, hanya dengkuran kecilnya yang jelas terdengar di telingaku, malah ia menaikkan kakinya keatas pahaku.
Dengan tangannya ia memeluk perut ku, dengan kakinya ia memeluk kakiku. Ku rasa om Haris mungkin lupa jika ia telah menikah dan menganggap ku sebuah guling.
***
Aku bangun pagi-pagi sekali membantu kedua adikku bersiap-siap untuk bersekolah. Ku tinggalkan om Haris yang masih tertidur turun ke lantai bawah.
"Pagi,." sapaku pada buk Ina dan buk Sari yang ku temui begitu turun dari tangga.
"Pagi mbak" balas mereka bersamaan
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti Mamah
RomanceBukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.