Aku bangun subuh-subuh menyiapkan jualan. Lalu ku bangunkan kedua adikku, mereka mengatakan ingin ikut berjualan juga.
Setelah sarapan kami berangkat berjualan, dengan mereka yang mendorong gerobak.
Di taman itu kami memilih tempat yang teduh di bawah pohon yang cukup rindang, hanya beberapa pedagang yang berjualan di situ karena bukan di situ pusat keramaiannya, tapi aku juga harus memikirkan kenyamanan kami agar tak kepanasan nantinya.
Segera ku susun dagangan juga merapihkan satu pasang kursi jikalau ada yang ingin makan di tempat.
Hampir sejam kami menunggu belum ada pembeli juga, aku mulai was-was jika jualan kami tak terlihat, apa lagi cuma jualan kami yang tak memakai banner, semua serba dadakan jadi kami tak sempat membuat.
"Permisi jualan roti panggang yah?"
"Iya mbak"
"Menu-menunya apa saja?"
Ku jelaskan satu persatu menu-menu kami karena belum ada daftar menu, dan ia memesan tiga porsi masing-masing dengan kopi.
Alhamdulillah akhirnya kami mendapat pembeli pertama.
Setelah pembeli pertama tadi beberapa pembeli mulai mendekat ke stand kami memesan beberapa porsi dengan kopi. Aku dan kedua adikku sempat kewalahan, bahkan Rezi sampai bolak balik ke warung membeli bahan yang kurang. Aku yang menyiapkan dan Reza yang menjual.
"Laris manis kak" seru kedua adikku senang di mana peluh mereka bercucuran tapi tak menyurutkan semangat mereka.
"Iya, yah udah beres-beres yuk"
"Besok kita harus stok yang banyak kak"
"Iya, kan hari ini baru, kita juga nyoba, tapi semoga yang udah nyicipin balik lagi beli sama kita"
Setelah bersih-bersih tempat, kami kembali pulang ke kontrakan dengan mendorong gerobak, tak lupa aku mampir ke warung membeli bahan-bahan jualan untuk besok, juga aku mampir ke warung ibu penjual nasi goreng.
"Habis mbak?" tanya beliau
"Iya bul"
"Alhamdulillah,. Laris manis yah selalu"
"Amin buk, nasi goreng biasa tiga porsi buk"
Sembari menunggu pesanan, aku bercengkrama dengan beberapa ibu-ibu yang juga mengantri, lagi pertanyaan yang sama mereka lontarkan padaku, mengapa aku hanya tinggal bertiga tanpa suami dalam keadaan hamil, dan mengapa aku berjualan saat aku tengah hamil.
Lagi aku menjawab dengan kebohongan yang sama jika suamiku sedang merantau, walau ada juga ibu-ibu yang tampak tak percaya terlihat dari ekspresi mereka, bahkan ada yang berbisik pelan mengatakan aku hamil di luar nikah. Aku hanya bisa bersabar dan bersikap tak mendengar ucapan itu.
"Permisi" aku kembali ke kontrakan berjalan di belakang adikku yang mendorong gerobak.
Begitu tiba tak lupa kami membersihkan gerobak lebih dulu lalu membersihkan diri, lagi adikku memperhatikan ku, mereka bergantian mengambilkan air dari sumur untuk ku pakai mandi.
Setelah makan malam kami mengobrol bercanda membahas hari-hari selanjutnya lalu bersiap untuk tidur, kami berencana ingin berangkat pagi-pagi untuk jualan, siapa tahu ada yang ingin menjadikan menu jualan kami sebagai sarapan.
Saat seperti ini lagi ingatanku selalu pada om Haris, aku mulai khawatir memikirkannya, padahal seharusnya tidak. Ia pasti baik-baik saja, ia pasti kembali seperti dulu sebelum kami bertemu. Ia termasuk orang yang sibuk, kesibukannya pasti bisa membuatnya cepat melupakanku, juga ia memiliki Larissa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti Mamah
RomanceBukannya menjadi anak tiri, aku justru menjadi istri bagi calon ayah tiriku.