Bab 22. Arman Wijaya

30.2K 1.1K 6
                                    

Aku bersantai di dalam kamar sembari mendengarkan lagu dari penyanyi favoritku melalui pengeras suara seraya ikut bersenandung. Lalu
tiba-tiba musik terhenti. Ku buka mataku menoleh kearah pengeras suara.

"Kamu nyanyi atau nangis?" celoteh om Haris pulang di siang hari, ku rasa ia mencoba melucu tapi tak berpengaruh bagiku, saat ini perasaan ku masih lesu.

"Buk Ina bilang katanya kamu masakin lagi makanan kesukaan mas" ujar nya mengikis jarak mendekati ku. "Mas lapar, kamu siapkan masakan buatan mu tadi yah" pintanya

"Udah habis sama Gino"

"Yah, itukan kamu masak untuk mas"

"Yah mau gimana lagi, masa aku minta Gino muntahin,. Mas minta di buatin sama buk InSar saja, aku lagi nggak mood masak, udah dua kali masakan ku mas lewatin"

"maaf,. Eh buk Insar siapa?"

"Ish,! buk Ina sama buk Sari"

"Ooh.. maaf,"

Aku berdiri dari dudukku masuk kedalam kamar mandi membersihkan diri, setelahnya ku pilih pakaian untuk ku kenakan keluar.

"Kamu mau kemana?" tanya om Haris mendekat.

"L.e.s m.a.s.a.k" balasku dongkol

Ku teruskan langkah turun ke lantai bawah, di mana om Haris pun menyusul, ia menggandeng tanganku berjalan berdampingan ke mobil.

"Pak, bapak istirahat saja, dan jangan lupa jemput si kembar yah pakai mobil yang satunya" pesan om Haris pada pak Kuji lalu membukakan pintu mobil untukku.

"Mas nggak kembali ke hotel?"

"Mas libur untuk kamu"

"Untuk aku atau untuk masakan ku?"

Ia tersenyum lebar hingga membuat guratan halus di pinggir matanya kentara. "Mas nggak tahan sama ngambek mu" ia mencubit pipiku gemas

"Terus saja buat istrinya ngambek"

Aku duduk dengan bersedekap dada, bibirku mengerucut menatap lurus ke depan.

"Nggak mau ah, kamu ngambeknya awet, lama banget, mas nggak tahan"

"Mas aku mau jalan-jalan sendiri"

"Nggak boleh, nanti kamu nggak pulang-pulang lagi" aku berusaha menahan senyum hingga menorehkan senyum singkat. Padahal sebenarnya dalam hati aku tersenyum sumringah akan ucapannya yang sabar terus mengembalikan kata-kataku dengan tutur kata lembutnya. "Mau kemana istriku?" tanya nya mengusap puncak kepalaku.

"Ke cafe suamiku, aku mau makan es krim" aku membalas mengelus jambang nya.

"Ok go!"

Ia pun menginjak gas meninggalkan halaman rumah melakukan keinginan ku ke sebuah cafe yang sering ku tuju ketika keluar.

Ku pesan dua porsi es krim untuk kami, soal rasa om Haris tak masalah.

"Mas, aku ke kamar kecil dulu yah"

"Kamu kembali kan?"

"Haha... Iya"

Ku tinggalkan ia ke kamar kecil untuk merapihkan penampilan juga make-up ku, selama hampir dua bulan menikah, aku dan om Haris jarang keluar berdua, tapi meski begitu ia selalu memperhatikan ku dengan caranya.

Saat ku hampiri om Haris, ku lihat seorang pria duduk di hadapannya. Mungkin kah ia juga sedang menunggu seseorang saat kami berdua, atau tidak sengaja bertemu mungkin.

Karena penasaran aku mendekat ingin melihat lebih jelas siapa pria itu.

"Itu istri ku" seru om Haris menunjuk ku menghampiri mereka, dan saat kenalannya itu berdiri berbalik kearah ku,. Aku bagai di tikam belati tajam terkejut melihat kenalannya itu tak lain mantanku, yang menjadikan ku selingkuhannya.

Aku seketika tercengang bertemu lagi dengan seseorang yang tak ingin ku temui lagi di hidupku.

Ku rasa ia tak kalah terkejut pula bertemu dengan ku. Matanya bergetar menatapku gelisah, pandangan nya kemana-mana terlihat gugup.

"Kenalkan pak Arman, Tami istri ku" seru om Haris mengguncang keheningan antara kami. Tak ingin membuat om Haris bertanya-tanya jika kami saling mengenal, ku ulurkan tangan bersikap kami baru pertama kali bertemu.

"Tamiana" seruku seraya mengulur kan tangan.

"A-arman" sahut Arman membalas uluran tangan ku.

"Ayo duduk,." seru om Haris. "Maaf yah, kita jadi bertiga" tambah nya, aku mengukir senyum sebisa ku, Arman pun demikian.

"Maaf jika aku mengganggu" kata Arman

"Tidak pak, tidak sama sekali" sahut om Haris lalu menoleh kearah ku. "Pak Arman dan istri nya check-in di hotel kita kemarin, beliau salah satu tamu langganan di hotel" terang om Haris ku tanggapi senyum.

Aku tak menyangka, pria brengsek yang telah merusak hidupku ternyata salah satu tamu langganan di hotel suamiku. Mungkin sebaiknya aku tak mendatangi hotel milik om Haris selama beberapa hari kedepan, hingga Arman dan istri nya check-out.

Jalan-jalan ku bersama om Haris tak sesuai yang ku harapkan. Di antara kami ada masa lalu kelam ku.

"Mas ke kamar kecil dulu yah" kata om Haris meninggalkan kami berdua. Membiarkan ku berdua dengan masa laluku. Aku mengedarkan pandangan pada Arman yang duduk di hadapanku saat punggung om Haris tak terlihat. Ku tatap nyalang pria itu hingga rahang ku mengetat saking marahnya.

"Jadi kamu sudah menikah?" tanya Arman mengguncang keheningan, aku tak menjawab, aku tetap diam menatap nyalang pria itu.

Mungkin Arman sadar, aku yang saat ini di hadapannya bukan lagi simpanan nya, aku istri sah seseorang. Mungkin karena itu ia terlihat gelagapan juga sedikit takut.

"Jujur aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi setelah berpisah..

"Kau berbicara seolah-olah kita berpisah baik-baik, kau lupa kau membuang ku setelah kau puas" balas ku menohok masih rahang ku mengetat marah. Di hadapan ku Arman tertunduk sekilas.

"Sebenarnya aku mencarimu..

"Aku bersyukur kau tidak menemukan ku" potong ku ketus

"Tami,." tangan Arman itu menjalar di atas meja menyentuh tangan ku, segera ku tarik tangan ku dan memberinya satu tamparan.

"Jangan kurang ajar, aku kini Tamiana Haris, aku milik suamiku, hanya suami ku yang memiliki hak penuh menyentuh ku, kau jaga sikap mu atau ku laporkan kau atas tuduhan pelecehan!"

Ku tatap ia nyalang, demikian pandangan ku tak pernah luput menatap nya tajam, lagi ia menunduk kan pandangan.

"Maaf yah lama" sela om Haris tiba, segera ku netralisir perasaan ku lebih tenang untuk menghilangkan kecurigaan om Haris dan tabu aku dan Arman pernah kenal.

"Mas kok lama di kamar kecil, nggak ada apa-apa kan?" kataku seraya menyentuh tangan om Haris di atas meja, aku sengaja memperlihatkan nya pada Arman, jika aku seseorang yang pernah ia sakiti kini bahagia dengan seseorang lebih baik darinya.

Ku lirik sedikit Arman tak pernah luput dari memandangi kami.

"Tidak sayang, mas tidak apa-apa, cuma rada sakit perut saja" sahut om Haris seraya mengusap tangan ku pula di atas meja, ia membalas tak kalah lembut lebih dari biasanya,. Ku rasa om Haris pun ingin memperlihatkan ikatan kami pada orang luar.

"Kita pulang saja? Tapi mampir dulu ke apotik yah" nada ku makin ku lembut kan, demikian aku menatap om Haris penuh rasa bahagia bukan semata-mata untuk memperlihatkan pada Arman.

"Mas tidak apa-apa kok sayang"

"Ehhem,!"

Kami mengedarkan pandangan pada Arman yang berdehem cukup keras.

"Oh ya ampun, aku lupa mas kita tidak berdua" ujar ku dengan tawa di sengaja, dan om Haris tertawa kecil terlihat tulus tak paham.

"Oh tidak apa-apa, aku mengerti kok, aku juga dulu seperti itu dengan istri ku, bahagia dan harmonis terus" papar Arman tak mau kalah.

"Hahaha.... Benarkah,?" aku tertawa sumbang merasa lucu dengan kebohongan Arman itu, aku masih ingat dia pernah mengatakan lebih memilih ku di banding istrinya, dan ingin menjadikan ku istri keduanya. "Ups, maaf" tambah ku. Kembali kedua pria di dekat ku bercakap-cakap, tapi ku lihat Arman sesekali melirik ke arahku, tersirat kesedihan juga kemarahan di wajahnya.

Pengantin Pengganti MamahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang