Bab 42. Om Haris Kecewa

22.7K 897 39
                                    

Ku buka pintu mendapati suamiku duduk di samping tempat tidur tertunduk menangis hebat tanpa bersuara.

Ku kunci pintu tak ingin siapapun masuk. Lalu ku dekati ia melipat kedua lututku di hadapannya. Hatiku sangat sakit melihat suamiku bersedih hingga seperti itu. Selama kami menikah baru pertama kali ku lihat ia sehancur itu, tapi bagaimana caraku menjelaskan padanya jika ia salah paham.

Ku sentuh kepala nya, ia malah menepis tangan ku cukup keras.

"Jangan menyentuhku!" tolaknya menatap ku marah dengan bola matanya yang basah terlihat kehancuran di dalam sana.

"Mas, aku nggak pernah mengkhianatimu" terang ku lirih.

"Foto-foto itu buktinya, kamu masih mengelak!"

"Aku akui kami beberapa kali pergi bersama, tapi hanya bepergian, nggak ada apa-apa, aku juga heran mengapa Gino bisa memiliki foto-foto itu, dia membuat seolah-olah kami ada sesuatu"

"Lalu kenapa kalian bisa sering bersama? Kamu tahu Tami, saat aku pergi aku nggak pernah semenit saja nggak memikirkan kamu, rasanya aku ingin segera pulang karena merindukanmu, tapi itu yang kamu lakukan saat aku nggak ada! Aku mengerti aku sudah tua nggak sebanding denganmu, tapi kenapa harus anak ku!!"

Ucapannya makin tak jelas terhalang kesedihan yang makin jadi, aku hanya bisa menangis menyesali pertemanan ku dengan Gino.

Ia lalu menekan kedua lenganku, menatap ku penuh kemarahan yang di liputi kesedihan.

"Apa alasan mu melakukan ini padaku Tami? APA!!? Kasih sayang dan cintaku kurang hah!? Seharusnya kamu katakan agar aku bisa merubahnya untuk mu! Bukan mencari pengganti tidak lain anak ku sendiri!!" Ia mendorongku menjauh darinya.

"Aku salah paham mas padamu, aku pikir kamu nggak mencintai ku, mas nggak serius dengan pernikahan kita, dan suatu saat mas akan meninggalkanku. Pikiranku itu membuatku sedih juga takut, Gino hadir menghiburku"

Aku menjelaskan berlinang air mata hingga tersedu-sedu.

"Kenapa kamu nggak bisa melihat kalau aku mencintaimu dari dulu sebelum ku katakan TAMI!!" geramnya bertambah-tambah.

"Aku nggak tau! aku minta maaf!" ku tangkup kedua pipinya. "Aku bersumpah aku nggak ada hubungan apapun dengan Gino selain berteman, setelah aku tahu niatnya aku menjauhinya mas"

"Dia mengatakan dia mencintaimu" cicitnya

"Aku hanya mencintai mu mas, hanya kamu"

Ia kembali menyembunyikan tangisan dalam tundukknya, tampaknya masih belum percaya padaku.

"Pergi lah jika kalian memang bahagia bersama seperti yang ada di foto itu" usirnya padaku tanpa menatap ku.

"Mas lihat aku, aku mohon lihat aku" ku angkat wajahnya membuat ia menatapku paksa, di wajahnya benar-benar tersirat kesedihan yang amat besar. Ku usap air matanya di mana air mataku pun terus terjatuh tak tertahankan. "Mas masih mencintai ku kan?" tanya ku lirih di depan wajahnya yang kembali menundukkan pandangan. "Mas aku tahu kau mencintaiku, akupun begitu, aku sadar cintaku padamu sudah lama sebelum Gino ada, hanya aku bingung bagaimana menghidupkannya karena aku nggak pernah mendengar kata cinta darimu waktu itu mas"

Ku angkat wajahnya paksa menatap ku, ingin ia melihat keseriusan di mataku hanya padanya. Ia menolak dengan membuang wajah.

Aku kembali membuat dia menatap ku lalu ku peluk pundaknya erat memagut bibirnya yang masih marah tapi tak menolak bibirku.

Penolakannya berkurang, dorongannya melemah, kini ia membalas memelukku tak kalah erat, membalas pagutan ku tak kalah kuat, air mata kami berjatuhan di sela bibir yang bertemu tak ingin berpisah.

"Aku hanya mencintai mu mas, hanya kamu, ingat cinta kita,." Paparku di depan wajahnya yang masih bersedih tapi mulai sedikit tenang. "Mas mungkin bisa tanpa ku, tapi aku nggak bisa tanpamu mas" kesedihannya mulai redah. "Katakan mas, jika mas nggak mencintai ku lagi aku akan pergi, tapi ingat bukan dengan Gino"

Ia menggeleng pelan menatapku masih sama sedih.

"Katakan mas, mas ingin aku pergi? Mas ingin membuang cinta kita?"

"Aku sangat mencintaimu Tami," cicitnya.

"Mas,. Tubuh ku, jiwaku dan hatiku untukmu mas. Aku berani bersumpah aku nggak ada hubungan apapun dengan Gino, dia memang mengatakan menyukai ku, dan ku balas aku hanya mencintai suamiku, yah itu kamu mas"

Aku masih berusaha menjelaskan padanya.

"Wajah dewasamu saat bersedih karena takut kehilanganku lebih indah dari wajah-wajah siapapun yang mas takutkan. Aku mencintai wajahmu, tubuhmu, sentuhan mu bahkan suaramu mas,. Dan saat mas memelukku serasa seisi dunia mencintaiku, dan bibir mas ini..." ku sentuh bibirnya. "Aku merasa kesedihan tak akan berani mendekat karena dirimu mas, dengan semua itu maka aku akan jadi orang bodoh yang merugi jika mengkhianatimu,. Mas kebahagiaan ku,. Jika harus tanpa mas lantas aku harus bagaimana"

Ia menautkan dahinya pada dahiku sesekali masih terisak.

"Jangan tinggalkan aku Tami"

"Tidak akan mas,. Katakan mas mencintaiku dan percaya padaku"

"Aku sangat mencintaimu, aku percaya kamu nggak akan mengkhianati ku meskipun kata cinta nggak ada lagi di dunia ini"

Aku tersenyum di sela sedih, ia mengembalikan ucapanku tadi.

"Maafkan aku mas sudah membuat mu sedih seperti ini"

"Aku nggak hanya sedih tapi aku benar-benar merasa hancur Tami" keluhannya terdengar sedikit manja. "Ayo kita turun temui Gino" ajakan nya ku gelengkan.

"Nggak mas, aku nggak mau nanti Gino ngomong yang nggak-nggak lagi ke kamu, aku nggak mau mas kembali salah paham padaku"

"Mas percaya sama kamu, kita harus mengatakan pada Gino agar berhenti mengharapkan cintanya padamu karena kamu istri mas, akan selalu menjadi istri mas"

Aku mengangguk berat hati, aku benar-benar takut Gino akan mengatakan kebohongan yang lainnya lagi membuat om Haris kembali kecewa. Tapi aku percaya,. seperti aku yang sangat mencintainya, ia pun sama sangat mencintai ku, dan kamu turun dengan bergandengan tangan.

Di lantai bawah semua pengurus rumah menunggu dengan was-was, kedua adikku menangis di dekapan buk Ina dan buk Sari, hanya Gino yang terlihat tenang karena semua ini memang ulahnya. Gino berdiri menghampiri kami.

"Tami ayo pergi dari sini" ia hendak menyentuh tangan ku, sigap di tahan om Haris.

"Jangan sentuh istriku" kata om Haris tegas, demikian pandangannya tajam.

"Istri mu itu memiliki hubungan dengan ku" balas Gino terus bersikeras merusak hubungan kami.

"Hanya sebatas teman, tapi kamu menganggapnya lebih, ayah percaya Tami nggak akan berkhianat, ayah percaya padanya"

Aku tersenyum kecil lega dengan ucapan suami ku. Ia benar-benar percaya padaku

"Tapi dia itu bekas anakmu"

PLAK!

Sebelum aku yang melakukannya om Haris yang melakukannya lebih dulu memberi tanda merah di pipi anaknya yang terus mengatakan kebohongan.

"Pergi dari sini sebelum ayah laporkan kamu ke polisi atas tuduhan penculikan"

Gino terheran-heran begitupun aku.

"Apa maksudmu!?" tanya Gino geram tak ada lagi ayah dan anak, mereka tampak seperti musuh.

"Saat Tami nggak pulang ke rumah karena marah pada ayah semalaman dia di tempatmu, itu bisa ayah katakan penculikan karena kamu nggak mengantarnya pulang sedangkan kamu tahu ayah mencarinya kemana-mana! Tapi kamu mengatakan tidak melihat nya!"

Aku mengetahui fakta baru, ternyata malam saat aku di apartemen Gino, saat dia mengatakan om Haris akan mampir ternyata itu bohong,. Ternyata om Haris mencariku.

"Dia yang ingin menginap di tempat ku karena kecewa padamu!!"

"Kamu nggak punya buktinya! Dan polisi akan menahan mu jika Tami mengakuinya"

Kekhwatiran mulai tergambar di wajah Gino, ia di serang dengan foto yang ia bawa sendiri. Dan tanpa sepatah kata, ia pergi setelah membuat rumah tangga ku dan ayahnya sempat terguncang.

Pengantin Pengganti MamahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang