Bab 7 (Makan Siang)

639 24 0
                                    

Pagi ini sangat melelahkan. Sia-sia aku tergesa memasak, ternyata Gus An berangkat ke kantor lebih awal.

Aku yang saat itu ada di ranjang tidur Adiba mulai menundukkan kepala.

'Ya Allah, sesulit inikah ikhtiar cinta untuk Gus An?'

Aku menghela napas dalam sembari memejamkan mata.

Dreet!

Tiba-tiba gawai di saku dasterku bergetar, membuat lamunanku akan Gus An menghilang.

Ternyata Bu Nyai Latifah yang menelepon.

"Assalamualaikum!"

Aku mengangkatnya sembari beruluk salam.

"Waalaikum salam," sahutnya dengan suara penuh semangat.

"Yaopo Nduk, pagi ini? Kamu masak apa untuk Gus An?" tanyanya penasaran.

"Mmm ... sup jamur salju."

"Terus? Gus An, suka? ... Masakanmu enak loh, Nduk. Pasti Gus An suka, 'kan?"

Bu Nyai Latifah berkata sangat percaya diri.

"Mboten Bu Nyai, Gus An, mboten dahar."

"Loh? Opo o?"

"Beliau, berangkat pagi, jadi nggak sempat sarapan."

"Oalah, sabar, yo, Nduk! Terus, tadi pagi kamu sudah nyiapin baju kerjanya? Dia suka tidak dengan baju pilihanmu?"

"Mboten."

"Loh! Dia nggak suka dengan baju pilihanmu."

"Maksud kula, kula mboten sempat nyiapkan baju untuk Gus An, Bu Nyai."

"Opo o?"

"Arkan sakit, rewel semalam, jadi Fa, ketiduran, maaf nggih, Bu Nyai."

Aku menunduk lemah.

"Ya Allah, Nduk! Wes ora usah dipikir! Masih ada waktu besok untuk terus berikhtiar," kata wanita itu lembut.

"O, iyo. Nduk. Ummi kirim pesan, nanti wocoen, yo!" lanjutnya.

"Pesan nopo, Bu Nyai?"

"Informasi tentang outfit yang biasa dipakai Gus An," sahutnya. "Setiap hari kamu 'kan harus menyiapkan baju kerjanya, jadi kamu perlu mempelajari mana-mana baju yang disukai Gus An, dan baju yang cocok untuknya."

"Oooh, inggih."

Aku mengangguk.

"Bu Nyai ngertos to, outfitnya Gus An?" tanyaku penasaran.

"Yo eruh. 'Kan Hilya sering cerito, opo wae sing disenengi bojone."

"Oooh, nggih, Bu Nyai."

"Yo wis, ndang kamu buka pesane ummi, terus kamu pelajari! Semangat yo, Nduk! Semoga ikhtiarmu berhasil! Ummi pingin, mengko slametan geden-gedean, ngerayakno resepsi pernikahanmu karo Gus An."

Ucapan Bu Nyai Latifah spontan meruntuhkan hatiku.

Mungkinkah akan ada resepsi pernikahan. Mungkinkah Gus An akan mendaftarkan pernikahan siri kami ke KUA. Ah! Memikirkan semua itu membuatku patah hati.

****

Saat ini aku sudah selesai meminumkan obat untuk Arkan, pria kecil ini mulai tertidur pulas.

Aku sengaja menidurkannya dia ranjang Gus An, karena memudahkanku untuk terus menjaganya.

Aku berbaring di sebelah Arkan dengan menscroll gawaiku.

Kupelajari pesan yang dikirimkan oleh Bu Nyai Latifah, tentang setelan pakaian yang biasa digunakan Gus An saat kerja, saat bersantai, saat beribadah, dan saat liburan.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang