Bab 80 (Perjalanan Menuju Lokasi Rapat)

459 43 8
                                    

Saat ini aku sudah berada di dalam mobil, duduk di sebelah laki-laki berjas cokelat muda itu.

Mobil melaju begitu kencang hingga kemudian berhenti di sebuah ruko lantai tiga bertuliskan 'Muslim Mode Boutique'.

Aku pun mengernyitkan dahi. Ini masih begitu pagi, bisa-bisanya laki-laki itu mau berbelanja, apalagi jelas tertulis di pintu masuk, jika toko ini buka jam sembilan.

"Ayo cepat turun!" ajak laki-laki itu kemudian.

"Baik."

Aku mengangguk seraya membawa serta semua perlengkapan untuk rapat.

"Untuk apa bawa barang-barang itu, letakkan semua di mobil!" perintahnya dengan menatapku kesal.

Aku yang hanya seorang bawahan segera melaksanakan perintahnya.

Setelah menutup pintu mobil bergegas aku mengikuti langkah pria itu masuk ke dalam ruko.

Dua orang pramuniaga cantik, langsung menyambut kedatangan kami.

Aku pun mulai mendekat dan berbisik.

"Bapak mau belanja apa?" tanyaku penasaran.

"Lihat penampilanmu! Rok hitam, baju putih, jilbab abu-abu. Persis seperti siswa SMK yang sedang magang di toko. Apa mungkin aku membawamu rapat di depan investor dan pemegang saham dengan penampilan seperti ini," jawabnya seraya melirik penampilanku yang mungkin kurang menarik baginya.

Aku pun meringis dengan kemudian membuang muka.

'Oh! Kenapa harus mengajakku jika aku tidak bisa berpenampilan seperti yang kau inginkan,' gerutuku dalam hati.

"O. iya, Mbak. Tolong pilihkan setelan blazer terbaik yang ada di boutique ini, berikut juga dengan hijabnya. Pilihan warna yang senada!" pinta Pak Arif pada kedua pramuniaga itu.

"Siap."

"Jangan lupa sepatunya juga!"

"Baik, Pak."

Dengan senyum manis keduanya mengangguk seraya membimbingku untuk mencoba semua blazer terbaik yang sudah mereka siapkan.

Aku pun dengan patuh mengikuti langkah mereka berdua.

"Mbak. Bukannya tulisan di depan, boutique ini buka jam 09.00, ya?" tanyaku penasaran di sela mencoba pakaian.

"Pengacara Arif Lukman Hakim adalah pelanggan VIP kami, jadi kami bisa melayani Beliau jam berapa pun," terang salah satu pramuniaga itu dengan tersenyum.

"Oooh ..."

Setelah membantuku mengenakan blazer dan jilbabnya, pramuniaga mulai membawaku ke hadapan pak Arif, menanyakan apakah pakaian yang aku kenakan sesuai dengan keinginannya.

Kulihat berkali-kali Pak Arif menggeleng-gelengkan kepala.

Oh! Benar-benar kurang ajar. Sudah tujuh blazer yang aku coba, tetapi satu pun tidak ada yang sesuai dengan keinginannya.

"Ayo coba yang lain," kata pramuniaga dengan suara yang masih lembut.

"Iya."

Aku mengangguk dan tersenyum dengan sangat terpaksa.

Beruntung setelah sembilan kali mencoba akhirnya laki-laki itu menganggukkan kepala.

Dia menjatuhkan pilihan pada blazer warna cokelat pastel dengan setelah rok span panjang dan kerudung bermotif senada berbahan sutra yang tengah aku pakai.

Aku bersyukur, akhirnya aku bisa bernapas lega.

***

Kini, aku sudah kembali ke dalam mobil.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang