Bab 54 (Gus An Gila)

729 51 5
                                    

Saat ini aku dan laki-laki berjas abu-abu itu sudah berada di dalam lift.

Mutia, kak Aldo, dan Randy juga ikut masuk ke dalam lift bersama kami.

Mereka bertiga tampak berdiri tepat di hadapan kami.

Beberapa saat kemudian, 3 orang mahasiswa lain ikut menyusul masuk ke dalam lift.

Setelah pintu lift tertutup kulihat Randy mulai melirik sinis ke arah laki-laki yang berdiri tepat di sisi kananku.

"Seorang majikan, tidak pernah bosan mengikuti pembantunya. Katakan padaku, Fa! Kenapa kamu begitu patuh pada laki-laki yang berdiri di sebelahmu itu? Apa kamu sudah berkali-kali dilecehkan olehnya?" tanya Randy dengan tersenyum kecut sembari melirikku.

Seketika tubuhku menjadi gemetar, ada sesuatu yang bergemuruh di dalam dada.

Rasa marah, malu, dan kesal bercampur menjadi satu mengguncang di dalam jiwa.

Ingin rasanya aku menampar wajah Randy dan berteriak kalau Gus An adalah suamiku.

Namun ada berjuta rasa takut di pikiran ini, kalau-kalau Gus An akan menolak status pernikahan yang aku ungkapkan di depan umum.

Sungguh memikirkan hal itu membuat perasaanku semakin tertekan, hingga mataku mengembun dan genangan airnya tak sanggup aku tahan.

Tiba-tiba kurasakan jari jemari Gus An menyeka lembut air yang sedikit menitik di pipiku, kemudian kurasakan tangan kekarnya melingkar lembut di pinggangku.

Aku tersentak dengan sikap Gus An, entah apa yang akan dilakukan duda beranak tiga ini.

"Lain kali, bicara yang sopan! Untuk apa aku melecehkan Gadis yang sudah aku nikahi," katanya pada Randy dengan tenang.

Seketika Mutia, kak Aldo, dan Randy membeku mendengar kalimat yang diucapkan Gus An.

"Aku sudah menikahi Farzana secara siri, In Sha Allah bulan depan akan menggelar tasyakuran pernikahan. Kamu jurnalis kampus, boleh meliput acara pernikahan kami jika mau," ucapnya lagi dengan tersenyum kecil pada kak Aldo.

Kak Aldo semakin terpaku.

Sesaat setelah Gus An bicara tiba-tiba pintu lift terbuka.

"Dan, kamu! Mahasiswa berandal!Jangan sekali-kali mengganggu istri orang lagi!"

Gus An menunjuk wajah Randy seraya menggiringku keluar dari lift dengan masih merangkulkan tangannya di pinggangku.

Sejujurnya aku masih membeku dengan sikapnya, hingga sampai di dalam mobil pun, aku masih bergeming karena tidak percaya dengan sikap yang ditunjukkan Gus An padaku.

Dreeet!

Kurasakan gawai di dalam tas kuliahku bergetar.

Aku yang sudah duduk di dalam mobil tersentak dari kebekuan. Segera kubuka tas dan meraih benda pipih di dalamnya.

Saat menyentuh layar gawai, tampak notifikasi pesan dari Mutia.

Aku segera membuka dan membaca pesan itu.

(Aku kecewa sama kamu, Fa. Bisa-bisanya kamu merahasiakan pernikahanmu dengan Gus An dariku. Aku menganggapmu sahabat, tapi ternyata kamu tidak pernah menganggapku apa-apa)

Pesan yang ditulis Mutia sungguh dapat aku pahami. Jika dia kecewa itu wajar, karena aku sudah tidak jujur padanya. Tapi aku pun punya alasan yang kuat untuk merahasiakan hal tersebut.

(Maafkan aku, Mut)

Tulisku saat membalas pesan Mutia.

"Siapa, Fa?"

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang