Bab 60 (Cinderella)

654 49 7
                                    

"Awas kenapa?" tanyaku dengan membalas senyumnya.

"Awas kalau aku sudah pulang dari luar kota nanti," sahutnya.

Aku pun tertawa renyah dengan menutup mulutku.

"Gus! Aku harus segera ke kosan Mutia. Setelah satu menit aku pasti akan mengirimkan pesan pada Gus An. Selamat bekerja! Assalamualaikum!" pamitku kemudian dengan membuka pintu mobilnya.

"Waalaikum salam," lirih Gus An dengan membiarkanku pergi begitu saja.

Aku pun bergegas keluar dari mobil dan menutup pintu mobil itu.

"Fa!"

Baru saja aku melangkahkan kaki Gus An langsung membuka jendela mobil dengan menyeru namaku.

Aku pun menoleh sembari melangkah ke arahnya.

"Ada apa?" tanyaku penasaran.

Gus An langsung menjawab pertanyaanku dengan senyum manisnya.

"Kamu belum mencium tanganku," katanya seraya menjulurkan tangan kanannya ke arahku.

Seketika aku pun melebarkan senyuman, lalu segera meraih punggung tangan laki-laki itu.

"Aku ke kosan Mutia dulu ya, Gus?" pamitku lagi sesaat setelah mencium punggung tangannya.

"Iya hati-hati," sahut Gus An dengan membalas senyumku.

Aku mundur dua langkah dari mobilnya, lalu melambaikan tangan, mengiringi perjalanannya meninggalkan gang kecil tempat kos Mutia.

Setelah mobil itu tidak terlihat, baru aku berbalik, menyusuri gang kecil itu menuju tempat kos Mutia.

Saat aku sudah sampai di depan gerbang kosan Mutia.

Kulihat gadis itu baru saja keluar dari pintu kamarnya.

Melihat aku berdiri di depan pagar, Mutia melirikku dengan tatapan tak suka.

"Assalamualaikum, Mut?" salamku dengan berusaha menggeser pintu gerbang yang rodanya sudah sangat berkarat itu.

"Waalaikum salam," jawab Mutia dengan memalingkan muka.

"Mut, aku bawa bekal buat kamu. Kita sarapan berdua, yuk!" kataku sesaat setelah berhasil membuka pintu gerbang.

Aku menghampiri sahabatku itu dengan mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas.

"Aku udah sarapan," balas Mutia tak acuh dengan membungkuk dan terus memasang tali sepatunya.

"Mut!"

Selepas Mutia menali sepatuh aku mulai menyentuh lengannya lembut.

Dengan kasar Mutia menepis tanganku.

"Mut, kamu marah sama aku?"

Mutia menoleh dengan melirikku sinis lalu melangkah keluar dari pagar kosan meninggalkanku.

"Mut! Aku minta maaf! Kamu marah sama aku gara-gara hubunganku dengan Gus An?" tanyaku dengan terus mengekor di belakangnya.

Mutia semakin tak acuh. Gadis itu terus mempercepat langkah.

"Mut, akan aku jelaskan semuanya. Tolong! Pahami situasiku!"

Aku terus memohon dengan meraih lengan Mutia dan merangkulnya erat.

"Itu bukan urusanku," sahut Mutia dengan sejenak menoleh lalu berusaha menghempas tanganku.

Aku semakin erat merangkulnya.

"Mut! Tolong jangan seperti ini! Dengarkan penjelasku sebentar! Aku tahu aku salah karena sudah tidak jujur padamu, tapi aku punya alasan!" rajukku, lalu kemudian menghalangi langkahnya.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang