Bab 31 (Pertengkaran)

754 33 1
                                    

Entah kenapa dua hari ini Gus An pulang lebih awal.

Dia menghampiriku saat aku menemani anak-anaknya bermain di ruang keluarga.

"Fa! Tolong siapkan anak-anak, nanti malam kita akan makan di luar," katanya dengan menekuk lengan kemejanya sembari meninggalkanku.

'Ada angin apa? Kenapa tiba-tiba dia mengajak aku dan anak-anak makan malam di luar? Ah! Mungkin dia ingin memulai hubungan yang romantis denganku.'

Aku tersenyum kecil seraya melanjutkan membantu Adiba mewarnai buku koleksinya.

****

Beberapa menit kemudian magrib pun tiba.

Seperti biasa, aku dan anak-anak salat bersama, lalu mengajarkan mereka mengaji dan berdoa.

Setelah rutinitas itu selesai, aku mulai bersiap untuk makan malam bersama Gus An.

Mengganti baju anak-anak, menyiapkan pakaian Gus An, lalu mengganti bajuku sendiri.

Aku sengaja memakai baju yang terbaik yang aku punya.

Tidak kusia-siakan kesempatan makan malam bersama keluarga.

Aku berdandan cantik karena ingin memantaskan diri saat berada di sisi eksekutif muda sukses itu.

****

Beberapa menit kemudian kita pun telah siap.

Kulihat Gus An begitu tampan dengan kemeja navy yang aku pilihkan.

Dia terlihat berdiri di depan meja rias Ning Hil dengan menyemprotkan parfum ke seluruh sisi pakaiannya.

"Jika sudah siap cepat masuk mobil Fa!" pintanya.

Aku pun bergegas mengajak anak-anak masuk ke dalam mobil.

Terlihat pak Jun juga sudah siap mengantarkan kami.

Aku, Adiba, Akbar, dan Arkan duduk di kursi belakang, sementara Gus An duduk di depan bersama sopir.

Beberapa saat kemudian mobil pun melaju.

Sungguh aku sangat penasaran, ke mana Gus An akan membawa kami makan malam.

Ternyata mobil berbelok di area parkir restoran hotel bintang lima yang ada di pertengahan kota.

Setelah mobil berhenti, kita semua turun.

Aku menggandeng Akbar dan Arkan, sementara Adiba dan Gus An berjalan mendahului kami.

Seorang pelayan restoran menyambut kami dengan ramah, dan menunjuk sebuah meja berbentuk lingkaran yang telah direservasi sebelumnya oleh Gus An.

Meja lingkaran dengan taplak warna putih yang dikelilingi tujuh kursi.

Tampak dua orang wanita sudah duduk di kursi tersebut menunggu kami.

Dan keduanya bangkit dari kursi ketika Gus An mendekat.

"Assalamualaikum, Ma!" sapa Gus An pada seorang wanita paruh baya yang merentangkan tangan padanya.

"Waalaikum salam."

Wanita itu memeluk erat Gus An, lalu menciumi pipi kanan dan kirinya, kemudian menghampiri anak-anak Gus An dengan mencium satu-persatu ujung kepala mereka.

"Selamat malam dokter Ana!" sapa Gus An kemudian pada wanita yang duduk di samping kanan ibunya itu.

"Selamat malam."

Wanita itu tersenyum lembut seraya mengatupkan kedua tangan membalas sapaan Gus An.

Melihat pemandangan syahdu antara mereka berdua membuat dadaku tiba-tiba menjadi sesak.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang