Bab 49 (Bertemu Senior Jangkung)

673 50 7
                                    

Pagi menjelang, aku mulai membuka mata, kulihat Gus An masih berada di sofa dan kali ini tidur dengan posisi duduk di kursi empuk tersebut.

Sepertinya laki-laki itu ketiduran di tengah kesibukan bekerja.

Aku bergegas bangkit dari ranjang kemudian menyiapkan air hangat, handuk, dan baju kerja untuk Gus An, lalu segera menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi.

Aku meminta bantuan si Mbok menata hidangan di meja setelah memasak selesai, karena aku harus segera bersiap untuk berangkat ke kampus.

Saat masuk ke dalam kamar. Kulihat Gus An sudah tidak ada di tempatnya, baju yang aku siapkan untuknya pun sudah dipakai, sepertinya saat ini dia sedang berada di ruang kerjanya.

Buru-buru aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, dan kurang lebih dua puluh lima menit, ritual di kamar mandi pun selesai.

Aku bergegas keluar, mengenakan pakaian, setelah itu berdiri di depan meja rias untuk merias tipis wajahku serta merapikan baju dan jilbabku.

Saat hendak memasang bros pada jilbab pasminaku, tiba-tiba Gus An masuk ke dalam kamar.

"Fa, pagi ini aku berangkat lebih awal, maaf tidak bisa menemani kamu dan anak-anak sarapan," katanya dengan mendekat ke arahku.

"Iya."

Aku menoleh dengan mengangguk, setelah itu kembali fokus menghadap cermin untuk memasang bros yang belum selesai aku pakai.

Kulihat dari cermin Gus An semakin mendekat.

"Fa, kerudung kamu," katanya dengan menatapku di cermin saat dia sudah berdiri tepat di belakangku.

"Kenapa?"

Aku menoleh dengan sejenak memperhatikannya.

Sungguh aku merasa bingung dengan perkataannya karena aku lihat tidak ada kejanggalan dari jilbab yang aku pakai.

"Kerudung warna cokelat muda kesukaan Ummi Latifah ini, sangat cocok melekat di kulitmu," jawabnya dengan tersenyum tipis.

"Ooo ...."

Seketika mulutku membulat lalu kembali berkonsentrasi dengan bros berbentuk bunga yang belum selesai aku pakai.

Aku tersenyum tipis.

Bisa-bisanya dia menggodaku, aku tahu niatnya pasti untuk menyindirku karena perkataanku soal warna cokelat kesukaan Bu Nyai kemarin.

"Tadi malam saat perjalanan pulang, aku sempatkan mampir ke butik sebentar, membeli setelah baju dengan kerudung warna lain, karena aku tidak ingin kamu selalu memakai pakaian warna cokelat," ujarnya dengan mata melirik ke arah sofa.

Aku pun mulai memperhatikan sofa dari cermin, benar saja kulihat ada beberapa goodie bag berjajar di sofa tersebut.

"Kenapa repot-repot?" sahutku seraya menoleh.

"Jika seharian kamu repot mengurus anak-anak tanpa mengeluh. Bagaimana mungkin aku merasa repot saat bisa membelikan hadiah untukmu."

Gus An kembali tersenyum tipis.

"Fa, In Sha Allah besok ada 3 pembantu baru yang akan datang ke rumah," ucapnya lagi.

"Pembantu?"

"Aku tidak ingin kamu terlalu lelah  mengurus anak-anak," jawabnya dengan kembali tersenyum tipis.

Aku pun membalas senyum pria yang masih berdiri di belakangku itu kemudian kembali fokus dengan brosku.

"Fa!" panggilnya lagi.

"Iya."

Aku menoleh, dan kulihat dia mulai mendekatkan hidungnya ke wajahhku.

Aku gemetar dengan jantung yang kembali berdegup kencang seraya mencondongkan tubuhku ke belakang.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang