Bab 25 (Fa Jadi Mahasiswa Baru)

615 32 3
                                    

Kulihat dokter cantik itu mulai membagikan goodie bag berisi mainan pada anak-anak Gus An, dan anak-anak pun menerima hadiah itu dengan riang.

"Tolong bantu anak-anak membawa hadiahnya!"

Aku tersentak saat seorang wanita paruh baya menyentuh lenganku.

Dia adalah wanita ningrat yang tidak lain adalah ibunda Gus An.

Aku mengangguk dengan kemudian menggiring anak-anak masuk ke dalam rumah.

Mengikuti langkah Gus An, dokter Ana dan wanita ningrat yang terlebih dahulu memasuki rumah.

Aku membawa anak-anak untuk meletakkan hadiahnya di ruang bermain.

Dan saat sampai di sana kulihat anak-anak mulai membuka goodie bag pemberian dokter itu.

Adiba mendapatkan hadiah boneka dan alat belajar karakter tokoh kartun kesukaannya.

Akbar mendapatkan hadiah Lego dinosaurus hewan kesukaannya, dan Arkan mendapatkan beberapa miniatur kendaraan dan lokomotif kegemarannya.

Oh! Semua hadiah itu adalah barang-barang yang disukai anak-anak.

Mungkin Gus An telah berkomunikasi dengan wanita itu sebelumnya untuk memberitahukan barang-barang kesukaan anak-anak.

Ah! Berarti Gus An sudah dapat menerima wanita lain di hatinya, dan sudah bisa melupakan Ning Hilya.

Jadi, kenapa aku begitu bodoh, mengira kalau Gus An masih tidak bisa melupakan mendiang istrinya, dan mengira kalau suatu saat dia akan menerimaku.

Jelas dia sering mengingatkan tentang status sosialku, dan aku masih bermimpi tentang keindahan akhir pernikahan siri kami.

Oh! Aku benar-benar gadis yang lugu.

Aku memejamkan mata, melepas segala rasa sesak di dadaku, kemudian beranjak dari tempat duduk untuk berpamitan pada Gus An.

Aku harus segera mengantar anak-anak sekolah dan ke kampus pagi ini.

Aku mulai melangkah menuju ruang makan.

"Masakannya sangat enak, terima ya Mbok!" puji dokter cantik itu saat si Mbok menuangkan air minum ke dalam gelasnya.

"Bukan saya yang memasak Mbak cantik, tapi, Nduk Farzana," jawab si Mbok dengan menunjukku yang saat ini sudah berdiri di muka pintu.

Semua yang ada di dalam ruangan itu melihat ke arahku.

"Farzana itu pengasuhnya anak-anak," kata wanita ningrat mengenalkan aku pada calon menantunya.

"Oooh ..."

Dokter kecantikan itu bergumam dengan tersenyum padaku.

Sementara Gus An hanya menoleh sejenak kemudian melanjutkan menyantap makanannya.

"Saya pamit dulu, mau mengantar anak-anak ke sekolah," pamitku pada mereka semua.

Setelah itu aku membalikkan badan, dan bergegas keluar dari ruangan itu.

Ya Allah! Aku ini hanyalah seorang pengasuh.

Aku menunduk dengan air mata yang tiba-tiba berlinang.

*****

Selepas mengantar Adiba, Akbar, dan Arkan, aku menuju kampus yang jaraknya kurang lebih dua ratus lima puluh meter dari sekolah mereka.

Aku melihat sekeliling, halaman kampus yang begitu luas, dengan beberapa gedung bertingkat.

Aku melirik jam tanganku.

Ma Sha Allah! Aku sudah terlambat lebih dari tujuh menit.

Semua ini gara-gara disepanjang jalan aku melamun memikirkan bayangan pertemuan Gus An dengan dokter kecantikan itu.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang