Bab 70 (Mulai Masuk Kantor)

584 44 2
                                    

Tepat jam 6 pagi aku sudah berangkat menuju kantor konsultan hukum tersebut.

Sebuah kantor yang ada di kawasan ruko berjajar lantai tiga, yang letaknya sekitar tiga kilo dari tempat kos Mutia.

Sengaja aku berangkat lebih pagi, karena aku menuju tempat itu dengan berjalan kaki.

Aku harus berhemat, meski uangku sangat banyak di ATM, tapi ini adalah uang Gus An, yang nantinya akan aku kembalikan jika aku sudah punya penghasilan.

Kalau dipikir, sebenarnya uang ini adalah milikku, tapi aku adalah wanita yang menjunjung tinggi harga diri, tidak akan kubiarkan Gus An merendahkanku hanya karena sudah memberiku uang.

'Awas saja kamu Gus! Kalau aku sudah menjadi wanita karir yang sukses, akan aku saingi bisnismu. Kalau perlu akan aku buat kamu bangkrut!'

****

Tepat jam tujuh aku sudah sampai di kantor konsultan hukum.

Aku mulai masuk ke dalam kantor tersebut, dan mengatakan kepada satpam kalau hendak menemui seseorang yang tadi malam mengirimkan pesan untukku.

Satpam kantor pun mempersilahkan aku untuk duduk di ruang tunggu, karena orang yang aku maksud baru jam delapan sampai di kantor.

Dengan perasaan cemas aku pun menunggu, hingga satu jam kemudian orang itu datang dan memintaku masuk ke dalam ruangannya.

****

Saat ini aku sudah berada di dalam ruang Kepala bagian kantor konsultan hukum tersebut.

Aku duduk dengan sopan di hadapan laki-laki paruh baya berperut buncit berkacamata tebal, dan laki-laki yang duduk di kursi kerjanya itu tampak memperhatikanku dengan seksama, kemudian menjelaskan semua pekerjaan yang harus aku lakukan. Tentang kelonggaran waktu kerja di saat berbenturan dengan jam kuliah, serta nominal gaji yang akan aku dapatkan setiap bulannya.

Saat konsentrasi mendengarkan laki-laki itu berbicara, tiba-tiba gawai yang lupa tidak aku matikan nada deringnya, berbunyi begitu nyaring.

Atasan yang duduk di hadapanku pun tersentak.

"Apa kamu tidak tahu, bagaimana etika saat berbicara dengan atasan?"

Laki-laki itu menatapku serius dengan berkata sinis.

"Maaf!"

Aku pun tersenyum tipis seraya langsung mematikan gawai ini.

Oh! Ternyata, Gus yang menyebalkan, yang menelepon.

Setelah itu aku kembali fokus mendengarkan penjelasan atasanku tersebut.

***

Tiga puluh menit telah berlalu, Pak Bagus, laki-laki gendut, atasan di tempat kerjaku, mulai menunjukkan meja kerja yang akan aku tempati.

Dalam ruangan yang tempat duduknya hanya di sekat oleh papan dari kayu itu, terdapat beberapa orang karyawan.

Aku mengangguk dengan tersenyum saat mereka semua memperhatikanku.

Ada yang wajahnya sinis, ada yang wajahnya datar, dan ada juga yang tak acuh.

'Oh! Kenapa wajah mereka semua menakutkan.'

'Tidak-tidak, aku harus berperasangka baik, karena tidak ada yang tahu isi hati mereka. Siapa tahu hati mereka semua seperti malaikat '

Aku mencoba menasihati diri sendiri, agar tidak merasa cemas saat bekerja dengan mereka nanti.

Setelah menunjukkan meja kerjaku, pak Bagus mulai memintaku untuk mengerjakan beberapa tugas.

Tapi karena masih ada kepentingan di kampus, aku pun berpamitan untuk pergi ke kampus terlebih dahulu, dan akan kembali setelah urusanku selesai.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang