Bab 51 (Gus An kembali kesal)

691 49 9
                                    

"Aku mau makan dulu, kalau Gus An tidak lapar, bisa kan, menungguku sebentar!" pintaku dengan menyendok nasi dan lauk yang sudah tertata di meja.

Gus An tampak menatapku kesal, dengan posisi duduk kaki menyilang, tangan dilipat di depan dada, dia perlahan memalingkan muka.

Aku bersikap tak acuh melihat sikapnya.

Biar saja dia jengkel padaku. Aku hanya ingin memberi pelajaran padanya, kalau gadis yang sering dia rendahkan ini, bukanlah gadis yang terlalu bodoh dan dungu, serta bukan gadis yang teramat buruk rupa.

Aku mulai menyantap makananku, mengabaikan dia yang terlihat begitu kesal padaku.

***

Akhirnya makan siang pun selesai, aku dan Gus An kembali ke mobil.

Sepanjang perjalanan Gus An tampak tak acuh padaku, kita sama sekali tidak bertegur sapa.

Biar saja dia bersikap seperti itu, aku sama sekali tidak perduli.

Dua puluh menit kemudian mobil pun sampai di halaman rumah Gus An.

Aku bergegas turun, begitu juga dengan Gus An.

Kulihat ada dua mobil sport mewah di halaman rumah.

Sepertinya ada tamu, mungkin itulah alasannya kenapa Gus An tidak langsung kembali ke kantor.

Saat kita berdua naik ke teras rumah, Mbok Siti muncul dari pintu ruang tamu.

"Gus! Gus Thoriq dan rombongannya sudah rawuh," ujar si Mbok.

"Sudah tadi Mbok, datangnya?" tanya Gus An.

"Baru saja."

"Ya sudah, siapkan makan siang untuk menjamu mereka, ya!" pinta Gus An lembut.

"Nggih."

Si Mbok tersenyum dengan mengangguk.

Gus An selalu bisa bersikap baik dan lembut pada semua orang kecuali padaku.

Entah kenapa sikapnya pada diriku ini sering kali berubah-ubah, kadang baik lembut dan penuh kasih, kadang begitu angkuh dan menyebalkan.

***

Kulihat saat ini Gus An mendahuluiku masuk ke dalam rumah, langkahnya begitu tergesa, sepertinya dia ingin segera bertemu dengan sepupunya tersebut.

Gus Thoriq adalah salah satu cucu Kiai Ma'ruf, putra pertama dari Buliknya Gus An, dan saat Aliyah dulu pernah belajar di pesantren Al Hasan milik Bu Nyai Latifah.

Kabarnya saat ini Gus Thoriq adalah seorang kaya raya. Dia yang memiliki hobi berdagang mampu mengembangkan usahanya di bidang tekstil dan kuliner, hingga membuat asetnya kini bernilai miliaran. Bagaimana tidak restoran yang dia rintis kabarnya menyebar di seluruh Asia. Di Indonesia, Malaysia, dan Saudi Arabia. Belum lagi bisnis tekstilnya, bisa dibayangkan begitu banyak uang salah satu cucu Kiai Ma'aruf itu.

"Nduk! Ayo masuk! Bantu si Mbok menyiapkan jamuan untuk Gus Thoriq!"

Seketika ajakan si Mbok membuyarkan lamunanku. Aku pun bergegas membuntuti si Mbok masuk ke dalam rumah.

Dengan menunduk aku melewati beberapa orang yang tengah berbincang di sofa ruang tamu.

"Loh! Ini Farzana, toh?"

Aku tersentak saat suara seorang laki-laki menegurku.

Aku menoleh sejenak dengan mengangguk sopan, tampak laki-laki berbaju koko putih lengan pendek dengan sarung bermotif batik memperhatikanku.

"Aku dengar dari ummi kalau anak-anakmu diasuh Farzana toh, Mas?" tanya laki-laki itu kemudian pada Gus An.

"Iya."

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang