Bab 82 (Direktur)

540 60 7
                                    

Setelah rapat ditutup, para eksekutif yang mengikuti jalannya rapat mulai berjabat tangan, berpelukan, bertegur sapa, seraya melangkah keluar dari ruangan.

Pak Arif yang saat itu masih berdiskusi entah tentang apa dengan rekannya mulai menoleh ke arahku.

"Fa, nanti kamu tunggu aku di meja makan yang kosong, aku masih mau menyapa rekan-rekan bisnis yang lain," pesannya sebelum beranjak dari ruangan ini.

Aku pun mengangguk, seraya melanjutkan aktivitasku, mematikan laptop, dan merapikan berkas-berkas di meja.

Setelah semua selesai, aku bergegas keluar dari ruang rapat.

Ternyata di luar ruangan, sudah tertata meja-meja bundar penuh dengan hidangan lezat dari chef terbaik restoran hotel bintang lima ini.

Sesuai pesan Pak Arif, aku melangkah menuju meja yang masih kosong, duduk di sana untuk menunggunya.

Aku mulai memperhatikan sekeliling. Di antara eksekutif itu, ada yang berdiskusi di meja makan, ada juga yang masih bertegur sapa dengan berdiri di sekitar ruangan.

Kini perhatianku mulai tertuju pada pak Arif. Laki-laki itu terlihat berbincang akrab dengan seorang yang dia sebut pemilik saham terbesar Amanah Group.

Sungguh melihat pemandangan itu membuat perasaanku semakin kacau.

Tidak ada lagi rasa lapar, meski di hadapanku tersaji makanan daerah hingga makanan luar negeri yang tampilannya begitu memukau.

Aku menunduk meremas jari-jariku, memikirkan apa yang akan terjadi jika laki-laki berkemeja putih itu menyapa.

Oh! Rasanya tubuhku ini lemas.

"Farzana!"

Di tengah kekalutan kudengar suara Pak Arif memanggil.

Aku yang menunduk langsung mendongak.

Alangkah terkejutnya aku ketika melihat Pak Arif bersama laki-laki berkemeja putih itu berdiri tepat di hadapanku.

"Ini Pak Anwar, direktur utama Amanah Group," lanjutnya.

Aku yang saat itu melihat laki-laki berkemeja putih menatapku tak berkedip langsung membeku.

Oh! Jantungku benar-benar hampir copot.

"Fa!" sebut pak Arif lagi.

Aku pun tersentak dengan bergegas bangkit dari kursi, menyapa laki-laki itu dengan salam seraya mengatupkan kedua tangan.

"Waalaikum salam," balas laki-laki itu lirih dengan membuang muka seraya menarik kursi untuk duduk.

Sungguh melihat dia duduk di hadapanku membuat aku kesulitan bernapas.

"Ini, Farzana Pak. Staf baru di kantorku, masih kuliah, tapi sangat giat bekerja, dan terbilang mahasiswa yang cerdas," kata pak Arif dengan memuji pada direktur utama Amanah Group itu.

Kemudian Pak Arif mendekat ke araku, menarik kursi, dan duduk tepat di samping kiriku.

Direkrut utama Amanah Group yang melihat kami duduk bersebelahan tampak menggertakkan gigi, lalu meraih botol air mineral, membukanya dengan cepat, dan meneguknya hingga tak tersisa.

Aku yang melihat wajah menakutkannya langsung menunduk.

Kurasakan hawa dingin menelusup ke pori-pori kulitku, dibarengi dengan detak jantung yang berdegup kencang, dan sekujur tubuh yang gemetar.

'Oh! Gus! Segeralah pergi dari hadapanku!' bisikku dalam hati.

Kudengar setelah itu pak Arif kembali memulai percakapan, tentang beberapa surat-surat penting yang memiliki kekuatan hukum.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang