Bab 75 (Mobil Sedan Hitam)

509 50 14
                                    

Selepas office girl itu meninggalkan mejaku, aku kembali fokus menginput data.

Selang beberapa menit seorang security yang kemarin malam menemaniku lembur menghampiri mejaku.

"Dipanggil Bos Arif, Mbak," ujarnya.

"Oh, ada apa ya, Pak?"

Aku langsung menoleh ke arahnya dengan mengangkat kedua alis.

"Kurang tahu."

"Apa saya punya salah?"

Aku membuang napas dengan perasaan cemas.

"Apa saya dipanggil untuk dimarahi ya, Pak?" tanyaku lagi.

"Bos Arif itu orangnya baik, Mbak. Tidak mungkin marah-marah tanpa alasan," jelas laki-laki itu.

"Ayo cepat! Sudah ditunggu, loh!" lanjutnya dengan memintaku untuk segera menemui bos kantor ini.

Aku pun perlahan bangkit dari tempat duduk, dan berjalan cepat mengikuti security itu.

Kulihat security berpakaian hitam-hitam itu mulai turun dari teras lobbi menuju mobil sedan warna hitam.

Kemudian tangannya membuka pintu mobil.

Aku yang berdiri di belakangnya masih merasa cemas. Apalagi saat melihat laki-laki yang duduk di dalam mobil menoleh ke arahku.

"Ayo masuk!" pinta laki-laki di dalam mobil itu.

Aku pun tersentak, apa benar yang aku dengar, Bos Arif memintaku masuk ke dalam mobilnya.

"Ayo, cepat masuk!" pintanya lagi.

Security yang berdiri di depanku pun mulai menoleh dan menepuk lenganku.

Dengan senyum ragu akhirnya aku masuk ke dalam mobil sedan itu.

Setelah aku masuk security langsung menutupkan pintu mobil, dan bos Arif meminta sopirnya untuk segera melajukan mobil.

"Kalau kamu masih kenyang, nanti boleh makan sedikit saja," katanya dengan tersenyum padaku.

'Oh! Kenapa laki-laki ini begitu baik, berkata dengan sangat lembut.'

"Mmmm ...."

Aku pun segera mengangguk, dan jujur aku sangat gugup saat duduk bersebelahan dengannya.

"O, iya. Ini botol minummu," katanya dengan menjulurkan tumbler yang baru saja dia raih dari sisi pintu mobil.

"Oh, tidak usah, buat bapak saja, botol itu harganya murah, hanya lima belas ribu, nanti saya bisa beli lagi," sahutku dengan tersenyum.

Wajah laki-laki itu tampak datar saat mendengar jawabanku.

Seketika otakku langsung berbicara.

'Mana mungkin orang kaya seperti dia minum dengan botol seharga lima belas ribu. Bodoh sekali sih, aku!'

Bergegas aku pun meraih botol itu dari tangannya.

"Maaf, Pak. Nanti kalau bapak ulang tahun, saya akan belikan hadiah botol minum yang lebih mahal dari ini," ucapku dengan meringis.

Sungguh wajahku pasti terlihat sangat bodoh di hadapannya.

"Iya, iya," sahutnya dengan membalas senyumku.

Untuk menutupi rasa malu, perlahan aku mengalihkan pandangan memperhatikan arah jalan yang ada di sisi jendela mobil.

"O, iya. Boleh aku tanya sesuatu?" tanyanya lagi.

Seketika aku pun menoleh.

"Silahkan!" sahutku dengan senyum.

"Memangnya ada yang membully kamu di kantor?" tanyanya membuatku tercengang.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang