Bab 41 (Gus An)

720 40 12
                                    

Aku tidak dapat menahan air mata yang terus menetes ini.

Perlahan aku mengalihkan pandangan, karena tidak ingin Gus An melihat begitu lemahnya diriku.

Namun tetap saja aku tidak bisa menutupi rasa cemas, sedih, dan bingungku.

Gus An meraih tisu dari laci, lalu menyodorkannya satu lembar untukku.

"Jangan khawatir! Aku sudah menyewa lawyer mahal untuk menangani kasusmu. Aku dan dia akan mendampingimu hingga kasus ini tuntas. Aku pastikan orang yang sudah membullymu akan menyesal."

Gus An berkata dengan lembut.

Aku menoleh seraya menyeka air mata.

"Ingat ya, Fa! Kamu punya hutang budi padaku. Jadi jangan sesekali berpikir untuk keluar dari rumah lagi!"

Baru saja dia bicara lembut, sekarang sudah mengancamku.

Sungguh laki-laki aneh dan menyebalkan.

"Aku sudah mengambil semua barangmu yang ada di kosan Mutia. Jadi mulai saat ini kamu tidak boleh keluar dari rumah tanpa seizinku. Pak Jun yang akan mengantar jemput kamu saat kuliah. Jadi, jangan macam-macam!" ancamnya lagi.

"Ingat juga. Aku ini masih suamimu, jadi berhenti cari perhatian di depan laki-laki lain!" tambahnya.

"Jika Gus An pikir aku mencari perhatian di depan kak Aldo dan kak Randy, itu tidak benar. Karena mereka sendiri yang tiba-tiba mendekatiku."

"Sudah! Jangan membantah!" balasnya.

Aku pun langsung bungkam lalu kemudian membuang muka.

Sungguh tidak pernah kusangka harus menjalani hari-hari bersama pria menyebalkan ini lagi.

*****

Kini hari telah berganti, kesehatan Adiba juga sudah membaik, seperti biasa aku melakukan tugas-tugasku sebagai seorang ibu dan istri yang takzim pada suami.

Balas budiku tidak sia-sia di rumah ini, karena Gus An benar-benar menepati janji.

Laki-laki itu menyewa pengacara mahal, dan bersedia meluangkan waktu menemaniku memenuhi panggilan polisi.

Bukan hanya itu, sikapnya juga sangat baik padaku saat berada di depan halayak ramai.

Sungguh aku sulit memahami apa yang ada dalam pikiran Gus An, karena tiba-tiba saja dia baik, dan tiba-tiba saja dia angkuh padaku.

***

Malam ini Gus An pulang lebih awal, dia menghampiriku saat aku membimbing anak-anak murojaah di mushalla yang ada di dalam rumah.

"Fa! Segera bersiap, kita akan sowan ke rumah ummi Latifah sekarang!" perintahnya seraya melangkah menaiki tangga lantai dua rumah.

Tanpa menjawab, aku segera menyiapkan anak-anak untuk ikut bersama kami sowan ke rumah Bu Nyai.

Mengganti pakaian mereka, menyisir rambut mereka, dan menyemprotkan minyak wangi keseluruhan tubuh mereka.

Setelah anak-anak siap aku mulai mencari pakaianku yang ada di almari Adiba.

Aku tersentak saat melihat semua pakaianku hilang.

Gus An yang baru masuk ke dalam kamar dan melihatku kebingungan sontak bertanya.

"Kenapa, Fa?"

"Pakaianku mana ya, Gus?" tanyaku dengan wajah bingung.

"Sudah aku buang semua," sahutnya tanpa beban.

"Oooh! Kenapa begitu?"

Aku menoleh dengan menatapnya heran.

"Bukankah sudah aku belikan baju yang baru. Semua pakaianmu sudah aku sumbangkan pada orang yang membutuhkan."

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang