Bab 81 (Presentasi)

464 47 9
                                    

Mobil yang aku naikin kini berbelok ke area parkir hotel berbintang lima.

Saat turun dari mobil dan hendak menuju teras lobi, seorang laki-laki berjas hitam menyambut kedatangan Pak Arif.

Kami berdua pun dibimbing menuju ruang rapat yang ada di lantai lima gedung berbintang ini.

Sebuah ruang yang begitu luas, sejuk, dan wangi parfum khas. Terdapat juga meja sepanjang 9 meter berbentuk oval dalam ruangan tersebut, serta kursi-kursi yang sudah tertata rapi mengelilingi meja.

Terdapat juga sebuah layar proyektor di ujung meja yang letaknya berhadapan dengan pintu masuk ruangan.

Aku pun bergegas melangkah ke arah proyektor tersebut, karena disanalah tempatku nanti akan melakukan presentasi.

Saat ini aku duduk di kursi dengan meletakkan laptop. Pak Arif juga tampak duduk di sebelah kananku, begitu juga dengan laki-laki yang menyambut kedatangan kami tadi. Dia juga menarik kursi, duduk di sisi kanan Pak Arif.

Pak Arif mulai menoleh,  menyemangati aku dengan senyum penuh keyakinan.

"Aku yakin kamu pasti bisa, Fa!" ucapnya.

"Terima kasih, Pak," sahutku dengan mengangguk, lalu bergegas mempersiapkan berkas-berkas rapat.

Sungguh sebenarnya aku sangat gugup. Tapi kepercayaan atasan membuat semangatku tumbuh, dan harus aku buktikan kalau aku tidak akan mengecewakannya.

Beberapa saat kemudian para anggota rapat mulai banyak yang berdatangan.

Laki-laki gemuk berdasi, laki-laki kuras berjas, laki-laki berkumis, wanita paruh baya dengan blazer yang begitu elegan, semua yang datang tidak ada satu pun yang berpenampilan asal-asalan.

Aku pun mengatur napas berusaha tetap tenang meski sebenarnya rasa cemas mulai datang, apalagi ketika melihat perhatian para anggota rapat tampak tertuju padaku.

Aku kembali mengatur napas, sembari menyelipkan doa-doa, agar presentasi yang akan aku lakukan berjalan lancar dan mendapat respon positif dari mereka semua.

"Pak! Beliau masih dalam perjalanan. Pesan Beliau, rapat bisa dimulai," bisik laki-laki yang duduk di sisi kanan Pak Arif.

Sesaat setelah menjawab dengan mengangguk, pak Arif langsung membuka jalanya rapat.

Sejujurnya pada sisi ini aliran darahku terasa panas, naik turun tak beraturan.

'Ya Allah! Aku harus tenang,' bisikku dalam hati.

Setelah itu, kudengar Pak Arif memintaku untuk mulai melakukan presentasi.

Dengan kembali menarik napas dalam aku mulai bangkit dari kursi, menekan layar laptop, menyajikan slide untuk dapat dinikmati oleh para audiens.

Aku melempar senyum percaya diri saat berucap salam, dengan kemudian  menyelipkan kata pembuka yang epik untuk memulai presentasi.

Selanjutnya aku menerangkan slide demi slide tampilan dalam layar yang aku sajikan.

Tentang hunian elite berkonsep syariah dengan fasilitas yang begitu menakjubkan.

Letak yang sangat strategis, berada kurang lebih 2 kilometer dari pusat kota.

Bukan hanya itu selain menyuguhkan lingkungan asri, tempat ibadah, dan sistem keamanan 24 jam, ada juga club house yang menjadi fasilitas pendukung di area perumahan ini.

Terdapat juga area komersial, seperti mini market, bank, apotek dan klinik kesehatan sebagai sarana yang dapat menunjang kenyamanan pemilik hunian.

Selain letaknya yang sangat dekat dengan pusat kota, hunian ini juga teramat strategis untuk para orang tua yang sangat perduli dengan pendidikan putra putri mereka.

Sekitar 500 meter dari perumahan, terdapat kampus Pendidikan Internasional school 3 bahasa Pelita Harapan. Bukan hanya itu di kawasan perumahan ini juga akan di bangun kampus boarding school islamic center 4 bahasa Al Ilmy, yang merupakan sekolah Islam modern terbaik di kota ini.

Satu lagi yang tidak kalah penting, hunian ini juga menyajikan alam terbuka hijau yang begitu asri dengan arena bermain anak, tempat olahraga sebagai penyuplai udara segar.

Yang tidak kalah penting jalanan di kawasan ini, didesain senyaman mungkin, dengan trotoar yang luas, pemasangan rump, yang nantinya akan memudahkan anak-anak para lansia, ibu hamil, serta penyandang disabilitas untuk menikmati semua fasilitas kenyamanannya.

Setelah banyak berucap kata, aku mulai mengakhiri presentasiku, dengan mengucap salam sembari menyematkan senyum yang paling menawan.

Tidak kusangka, semua anggota rapat yang mendengarkan presentasiku langsung berdiri dari kursinya sembari bertepuk tangan.

'Oh! Mungkinkah penampilanku barusan sangat memukau?'

Aku pun menarik garis bibirku menunjukkan senyum mengembang, dengan mengangguk sembari berucap terima kasih karena respon positif yang sudah mereka berikan.

Saat senyum itu tidak berhenti menguntai, tiba-tiba bola mataku tak sengaja tertuju pada satu titik, seorang laki-laki berkemeja putih yang juga ikut berdiri dengan bertepuk tangan.

Laki-laki itu berdiri di depan meja yang berdekatan dengan pintu masuk ruangan, tepatnya meja paling ujung yang berhadapan langsung dengan keberadaanku saat ini.

Senyumku yang tadinya mengembang pun mulai memudar, apa lagi saat melihat laki-laki itu tidak berkedip memperhatikanku.

Aku yang seketika merasa gugup langsung meletakkan bokong di kursi.

Menyentuh dada, merasakan irama detak jantung yang berdegup teramat kencang.

'Kenapa? Kenapa dari tadi aku tidak melihatnya? Kenapa baru sekarang aku melihat laki-laki itu?' tanyaku dalam hati seolah tidak ingin percaya dengan kehadirannya.

Belum juga perasaanku merasa tenang, Pak Arif menepuk pelan lenganku sembari berbisik.

"Lihat laki-laki berkemeja putih yang duduk di ujung itu!" pinta Pak Arif dengan memberi isyarat mata, agar aku melihatnya.

"Namanya Anwar Zahid Al Ma'ruf. Dia klienku, semua masalah hukum dikantornya aku yang menangani. Dia juga pemilik saham terbesar Amanah Group. Dia juga yang mempercayakan proyek ini padaku. Jadi, saat bertemu dengannya nanti, bersikaplah yang baik, sopan, dan menyenangkan!" pesan Pak Arif kemudian.

Dengan patuh aku pun mengangguk.

'Oh, bagaimana ini?'

Tidak kusangka kalau ternyata bosku adalah partner kerja laki-laki itu. Terlebih jabatan laki-laki itu masih terlihat di atas bosku.

Bersambung

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang