Bab 10 (Gus An minta dilayani)

1.1K 30 1
                                    

"Gus! Apa mau aku pijiti?" tanyaku mesra seraya menyentuh pahanya dan lebih mendekatkan tubuhku ke arahnya.

Mata Gus An membola dengan hembusan napas yang terdengar kuat.

"Gus! Aku masih gadis," bisikku mesra di telinganya.

Entah kenapa aku seperti terbius dalam angan, bagai gadis murahan yang menggoda om-om tampan.

Aku tersadar saat Gus An tiba-tiba mendorong tubuhku, hingga membuatku berdiri tegap di sisi meja.

"Kenapa kamu!" bentaknya dengan mata menyala.

"Kamu mau menggodaku?"

Gus An bangkit dari sofa dengan mengusap-usap bagian kemeja dan celana yang sempat aku sentuh.

"Kamu!"

Gus An menunjuk wajahku dengan tatapan jijik.

"Hmmh!"

Gus An mendengus seraya meraih jilbabku yang tergeletak di sofa, dan melemparkannya tepat ke wajahku.

"Berani kamu menggodaku! Sadar, siapa kamu!" teriaknya dengan mata memerah.

Aku menunduk karena rasa malu dengan meremas-remas jilbabku.

"Sudah sering aku ingatkan tentang statusmu. Tapi entah, kamu bodoh atau tuli!" tambahnya dengan memaki.

"Kamu hanya abdi ndalem Hilya. Pengasuh anak-anakku. Jadi jangan berharap lebih dari pernikahan ini!"

Lagi-lagi Gus An mengingatkan status sosialku.

"Awas kalau kamu berani lagi menggodaku!" ancamnya dengan menunjuk wajahku, dan menatapku sinis.

"Keluar!" perintahnya dengan menunjuk ke arah pintu.

Dengan menunduk dan memasang jilbab aku keluar dari kamar itu.

Ada air mata yang menggenang.

'Ya Allah! Ternyata begitu hina merayu suami sendiri,' bisikku dalam hati seraya menyeka air mata yang jatuh di pipi.

Aku menutup pintu kamar Gus An. Lalu melangkah menuju sofa yang ada di depan kamar itu.

Menidurkan tubuhku di sana dengan perasaan yang sangat terluka.

Malu, sedih, semua bercampur hingga pilunya terasa menusuk-nusuk dada.

****

Sesaat setelah menumpahkan kesedihan di lengan sofa, aku tersadar gawaiku tertinggal di kamar.

Aku bergegas bangkit, menuju kamar itu dengan mengetuk pintu pelan.

Sekalipun tidak ada jawaban yang memintaku untuk masuk ke dalam, dengan berani aku tetap membukanya.

Ceklek!

Aku menoleh ke sofa tempat dimana aku meletakkan gawaiku.

Terlihat Gus An tengah berdiri dengan menscroll benda pipih milikku itu.

Gus An melirikku sinis, memperhatikanku dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah ingin menelanjangi penampilanku.

Dengan mendengus Gus An menunjukkan layar gawai itu padaku.

"Apa ini?" tanyanya sinis.

Aku tercengang, ternyata dia membaca chat yang dikirim oleh Bu Nyai Latifah padaku.

Seketika dia melemparkan benda pipih warna hitam itu ke atas sofa, lalu meninggalkanku begitu saja.

Aku meliriknya, laki-laki itu menuju kamar mandi.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang