Bab 68 (Roti Bakar Isi Madu)

500 53 12
                                    

Pagi ini aku mulai menyiapkan sarapan. Menata semua hidangan di meja dengan sempurna.

Aku layani Adiba, Akbar, dan Arkan dengan sangat baik, karena mungkin ini hari terakhir aku mengurus mereka.

"Hari ini bunda bawakan bekal roti bakar madu, kesukaan kalian," kataku seraya memasukkan kotak bekal ke dalam tas mereka.

Setelah menata tas itu dengan rapi di sofa ruang keluarga aku mulai menggiring anak-anak Gus An untuk masuk ruang makan.

Kubimbing mereka duduk di kursi dengan kemudian menyendokkan nasi dan sayur untuk mereka sarapan.

Sesaat kemudian kulihat Gus An menyusul kami masuk ke dalam ruang makan.

Laki-laki itu tampak menarik kursi lalu duduk di hadapan putra putrinya.

"Bunda Fa, abi juga mau soto ayamnya," kata Gus An dengan tersenyum lembut seraya memperhatikan aku yang tengah melayani putra-putrinya.

Tanpa menjawab aku langsung menyendokkan menu yang dia inginkan ke dalam piring, lalu meletakkan piring itu di hadapannya.

Gus An terlihat memperhatikan sikapku yang berbeda.

"Kamu kenapa, sakit?" tanyanya dengan menyentuh tanganku.

"Iya," sahutku lirih dengan menepis tangannya.

"Sini, kita sarapan berdua," katanya lagi.

"Aku puasa," sahutku dengan melangkah mendekati kursi Adiba dan si kembar.

"Makan yang banyak, Sayang! Bunda mau bersiap dulu," pesanku dengan menyentuh bergantian ujung kepala mereka, lalu melangkah meninggalkan ruangan itu, menuju kamar untuk mempersiapkan diri berangkat kuliah.

****

Setelah sarapan usai aku membimbing putra-putri Gus An masuk ke dalam mobil.

Adiba duduk di kursi depan, sementara aku menemani Arkan dan Akbar di kursi belakang.

Saat masuk ke dalam mobil, Gus An tercengang, laki-laki itu perlahan menoleh ke arahku.

"Kenapa duduk di belakang?" tanyanya.

"Si kembar ingin aku temani," sahutku tanpa tak acuh.

"Kalau kamu sakit tidak usah masuk kuliah."

"Tidak bisa. Hari ini aku UAS, ada 4 mata kuliah yang diujikan."

Aku masih menjawab dengan suara enggan.

"O, iya. Kalau nanti aku pulang lebih awal, kita sowan ke rumah Ummi Latifah, ya?" katanya dengan tersenyum.

"Mmmm ...."

Aku mengangguk seraya membuang muka.

Sungguh, dia begitu pandai bersikap manis di hadapanku.

***

Tiga puluh menit kemudian mobil yang dikendarai Gus An telah sampai di depan gerbang sekolah Adiba dan si kembar.

Saat kami berlima turun dari mobil dan hendak melangkah menuju gerbang sekolah, tiba-tiba mobil sedan warna merah berhenti dengan membunyikan klakson tepat di belakang mobil kami.

Seketika kami pun menoleh.

Seorang wanita dengan blazer, rambut sebahu, dan rok panjang di bawah lutut keluar dari dalam mobil.

Seperti biasa dengan menjinjing tas mahalnya dan gaya elegan wanita itu menghampiri kami.

"Assalamualaikum cucu-cucu eyang. Tadi malam eyang ke rumah kalian, tapi kalian sudah tidur."

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang