Bab 64 (Mall)

583 42 2
                                    

Makan pagi telah usai, kini Gus An sudah mengantarku ke kampus.

"Setelah ini, aku akan langsung ke bandara, Fa. Kamu jaga diri baik-baik, jangan terlalu capek saat mengurus anak-anak!" pesannya saat aku hendak membuka pintu mobil.

"Iya," sahutku dengan mengangguk.

"Fa!" panggil Gus An saat aku hendak turun dari mobilnya.

"Apa?" tanyaku dengan menoleh.

"Kamu belum apa?"

"Apa?"

Aku balik bertanya.

"Sesuatu yang harus kamu lakukan sebelum kamu keluar dari mobilku."

"Apa?"

Aku mengernyitkan dahi.

"Hmmmh!"

Gus An membuang napas keras, seraya menjulurkan tangan kanannya padaku.

"Oh ..."

Mulutku seketika membulat. Aku baru ingat kalau aku belum mencium tangannya.

"Assalamualaikum, Gus!"

Aku langsung beruluk salam setelah mencium tangan kekar yang begitu halus dan lembut itu, lalu kemudian turun dari mobil dan menutup pintu dengan keras.

Gus An tampak membuka jendela mobilnya.

Aku pun spontan melambaikan tangan.

"Fa! Ingat untuk selalu menghubungi aku, ya!" pesannya dengan melempar senyum.

"Mmmm ...."

Aku mengangguk sembari membalas senyumnya seraya terus memperhatikan mobil yang mulai melaju meninggalkan halaman kampus itu.

******

Waktu terus berjalan, kini hari-hari aku jalani tanpa Gus An.

Meski untuk sementara kita berjauhan namun hati ini terasa dekat, karena setiap hari, setiap jam, setiap menit kita selalu berkirim kabar, dan di waktu senggang Gus An selalu menyempatkan diri untuk melakukan panggilan video denganku.

Tidak terasa tiga Minggu itu telah berlalu, Gus An mengatakan kalau besok sore dia sudah sampai rumah.

Sengaja pagi ini aku mengurus semua pekerjaan rumah, karena selain libur, aku juga ingin membuat kejutan spesial untuk Gus An.

Aku awali dengan membantu budhe membersihkan seluruh ruangan, menata setiap sudut, agar Gus An merasa senang saat melihat rumah tertata rapi.

Selanjutnya aku menuju dapur, memeriksa semua bahan makanan di kulkas, karena aku ingin membuat menu spesial untuk laki-laki itu.

Aku mulai berdiri di depan meja dapur, meracik bumbu masakan, meraih blender dan chopper yang ada di kabinet atas untuk menggiling bumbu yang telah aku siapkan. Namun, seketika konsentrasiku pecah, saat tangan keker seseorang tiba-tiba melingkar di pinggangku.

Aku menoleh dengan mata membola saat melihat seorang laki-laki tersenyum lembut padaku.

"Assalamualaikum, Fa!" sapanya dengan salam sembari menyentuhkan bibirnya di pipi sebelah kiriku.

"Gus?"

Aku masih tidak percaya saat melihat laki-laki itu.

"Salamku dijawab dulu!" pintanya masih dengan suara lembut.

"Waalaikum salam."

Aku langsung membalikkan badan berdiri di hadapannya, lalu dengan kuat memukul lengannya.

Abdi NdalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang