AFRAID

111 18 0
                                    

Dipenghujung malam yang sunyi senyap mencekam, Anne dalam keadaan gelisah tengah menjelah mimpi yang membuatnya lelah berlari kesana-kemari. Anne berteriak dengan sangat keras dipenghujung jalan. Bola matanya yang terpejam bergerak-gerak, keringat sebesar biji jagung memenuhi keningnya, napasnya terdengar memburu.

Gerakan-gerakan dari tubuhnya yang gelisah membangunkan wanita paruh baya yang menemaninya.

"Nona." Katanya menepuk pelan pipi Anne.

Usaha itu tak membuahkan hasil. Tubuh Anne semakin menggigil ketakutan. Suara rintihan dalam tidurnya terdengar.

"Nona!" Suara itu terdengar, membangunkannya dari mimpi buruk yang mencekam. "Minumlah dulu, Nona."

'Ternyata wanita ini tidak mengingkari janjinya.'

Anne Tengah mendamba ketenangan ditengah-tengah gemuruh yang membuatnya gelisah. Ibunya meninggalkannya didunia nyata, Begitupun dialam mimpi yang baru saja dia alami. Ibunya tak mau mengajaknya walaupun sekencang apapun Anne berlari, Ibunya menghindar darinya. Ibunya tak mau mengajaknya.

"Tenanglah, Nona." Wanita paruh baya itu mendekap erat Anne. Tangannya sibuk mengusap-usap punggung Anne memberi penenangan yang dia bisa. Tangan yang satunya sibuk mengusap wajah Anne yang penuh dengan keringat. Dia tidak tahu siapa gadis yang dibawa Tuannya dalam keadaan rapuh seperti ini, tapi melihatnya seperti ini dia menjatuhkan banyak kasih sayangnya untuk Anne. "Tenanglah, Nona. Aku ada disini. Aku berjanji akan memastikan semuanya baik-baik saja selama aku ada disini."

Tak ada satupun ucapan yang keluar dari mulut Anne. Hanya anggukkan kepala yang terasa dalam dekapan wanita itu.

Napas yang memburu itu perlahan terdengar tenang. "Ini masih terlalu malam untuk bangun. Nona bisa berbaring lagi."

Dalam usahanya untuk membawa tubuh ringkih Anne berbaring, Anne mengeluarkan suaranya "Apa pria itu akan kemari?"

"Tuan datang kesini tepat pukul 12 tadi, Tuan juga memintaku untuk pergi meninggalkan Nona, tapi aku memintanya untuk mengizinkanku menemani Nona sampai pagi. Nona juga begitu erat memelukku, jadi aku menjadikan itu sebagai alasan." Wanita itu tersenyum sembari mengusap-usap pucuk kepala Anne. "Tuan bertanya mengenai Nona makan ataukah tidak dan memastikan Nona beristirahat dengan tenang. Setelah itu dia langsung keluar."

"Apa dia akan kembali lagi?" Anne bertanya ragu, kedua bola matanya seakan tengah menggaungkan doa, meminta pada Sang Maha Kuasa semoga lelaki itu tak kembali.

"Mmm ... Mungkin? Tapi mungkin Tuan akan kembali esok pagi saat akan bekerja."

"Lalu dimana dia sekarang?"

"Di ruang kerjanya."

Anne kembali memejamkan matanya dengan tenang. Pada dekapan menenangkan wanita disampingnya ini luka-lukanya perlu hak untuk beristirahat. Kesalahan besar Anne adalah menganggap bahwa semua orang itu baik. Ya, manusia memiliki peran masing-masing dalam kehidupan manusia lainnya. Mungkin kau yang memiliki peran antagonis pada kehidupan orang lain, tapi kau memiliki peran protagonis pada kehidupan sahabatmu. Kau mungkin memiliki peran besar terhadap kehidupan pasanganmu, tapi kau hanya seorang cameo pada kehidupan temanmu. Begitulah cara kehidupan bekerja.

Kesalahan Anne disini terlalu terbuai dengan seorang pria penyelamat yang datang dari negeri dongeng, menambah warna pada hidupnya yang telah berwarna, tapi kemudian saat topeng lakonnya terbuka dia menyihir hidup Anne menjadi berwarna abu-abu.

Sinar matahari telah masuk sepenuhnya kedalam ruangan besar bernuansa hitam. Anne masih sibuk dengan mimpi indahnya setelah semalaman gelisah dan berakhir dibangunkan oleh mimpi buruk mencekam yang mengerikan. Pria yang sudah mengenakan pakaian kerjanya mengalihkan pandangannya pada gadis cantik yang masih betah menggulung diri dengan selimut tebalnya. Jeff melangkah mendekat kearah tempat tidur, wajah bersih dengan hidung sedikit memerah itu terlihat seperti anak kucing, dia sangat lucu. Jeff menyunggingkan senyumnya melihat pemandangan seperti ini membuat hatinya benar-benar hangat. Ada perasaan luar biasa menyenangkan. Entah obsesi ataukah cinta yang dia rasakan saat ini, tapi bahkan ketika Jeff berusaha membunuh setitik rasa yang tersemat untuk Anne, rasa itu malah subur berkembang dengan menggila. Dia seperti benih mati satu tumbuh seribu. Rasa itu kian hari kian menggerogotinya. Semakin Jeff diam perasaan ingin memiliki itu semakin membuatnya merasa cemas dan takut. Ya, cemas dan takut berhasil mengambil alih tahta ketenangan dengan terus berbisik Anne akan lebih memilih lelaki lain dibandingkan dengan dirinya.

The Savior GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang