NEGOSIATION

108 17 0
                                    

Pikirannya masih saja berkelana ke negeri antah-berantah. Badannya sudah terbaring nyaman diatas tempat tidur, tapi otaknya masih saja sibuk bernegosasi mengenai tawaran yang datang pada hidupnya. Menikah? Diusia semuda ini? tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Bahkan pendidikan saja belum rampung, tapi sudah dilamar dengan cara yang tak masuk diakal. Dilamar dengan cara paling romantis seperti film-film romansa yang pernah dia tonton adalah bayangan bagaimana dia akan dilamar pujaan hatinya suatu saat nanti, tapi memang tanggal sial tidak tertera di kalender. Dilamar dengan cara menjadi tawanan adalah hal yang dia terima sekarang. Oh, God! Suara pintu terbuka membuyarkan lamunannya. Bukan, itu bukan Elly, tapi tuan rumahnya kembali masuk setelah Anne usir. Huft ... ini sudah jam 12 malam.

"Kau belum tidur?" Jeff bertanya setelah tangannya menemukan beberapa berkas yang dia cari.

"Tetap tidak bisa tidur."

"Kau butuh sebuah pelukan."

"Tidak!"

Menjahili gadis Anne ini akan menjadi daftar hobi yang menyenangkan untuknya.

"Seseorang memberitahuku katanya kau tidak bisa tidur kalau tidak mendapat pelukan."

"Dia hanya menyebar berita bohong." Apalagi yang tidak diketahui tentangnya oleh pria ini. Sampai hal seperti itu dia tau, tapi Anne harus tetap berakting. Ini benar-benar mamalukan.

"Benarkah? Ac-nya tidak mati, tapi wajahmu seperti kepanasan."

'Apa wajahku sedang memerah sekarang?'

"Matamu salah melihat." Anne berucap sambil memalingkan wajahnya. Dia malu. "Sudahlah, keluar. Jangan masuk lagi. Matikan lagi lampunya."

Hari ini ada kebahagiaan yang tak terhingga, gadis Anne kembali banyak bicara padanya.

"Kau sungguh tak butuh bantuanku?"

"Oh my God!" Anne memutar bola matanya jengah. "Tidak, Jeff. Keluarlah!"

"Baiklah, selamat beristirahat." Jeff mematikan stop kontak pada tembok dan ruangan itu kembali dalam keadaan temaram. Hanya lampu tidur saja yang menyala.

Menegakkan tubuhnya, Anne lantang bersuara, "Ahh ... tunggu. Aku ingin bernegosiasi."

Perkataan itu berhasil menghentikan langkah Jeff. Jeff kembali menutup pintu yang sudah terbuka sedikit.

"About?" tanyanya lalu melangkah menuju sofa.

"Nyalakan kembali lampunya!" Anne sedikit was-was dalam keadaan seperti ini.

Jeff kembali memutar langkahnya untuk menyalakan lampu yang telah padam. Mendudukkan dirinya pada sofa panjang yang langsung berhadapan dengan Anne yang tegang duduk ditempat tidur.

"Kau sudah mendapatkan jawabannya?" Tanya Jeff merasa penasaran dengan negosiasi yang disebutkan Anne.

"Keuntungan apa yang akan aku dapatkan kalau aku menerima lamaran darimu?" Tanyanya tanpa basa-basi. Jelas dia tidak mau menjadi satu-satunya pihak yang dirugikan disini. Uang dalam brankas saja tidak terlalu cukup untuknya. Ini adalah pilihan seumur hidup. Kalau Anne mengalami kerugian dalam hidup, pria ini juga harus mengalaminya, setidaknya kebangkrutan.

Mendengar pertanyaan itu dia hanya tersenyum menanggapi. "Tidakkah kita bicarakan ini besok setelah sarapan? Aku akan menjawab semua pertanyaanmu besok."

"Aku akan tidur setelah pembicaraan kita selesai." Nampaknya Anne dengan sifat tak mau kalahnya telah kembali.

"Baiklah. Apa yang kau inginkan?"

Pertanyaan balik yang Anne dapatkan, bukan jawaban yang dia inginkan.

Anne menginginkan apa? Diapun tak tahu.

The Savior GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang