FEELING CONFUSED

119 16 0
                                    

Masih tentang kisah cinta di daratan Manhattan, apakah pantas jika ini disebut dengan kisah cinta ataukah—hanya pantas disebut kisah cinta sepihak saja? Entah apalah itu, yang pasti saat ini seorang pria masih betah menggulung dirinya didalam selimut tebal yang menutupi tubuhnya hingga bagian leher.

Mata itu masih berat untuk terbuka, tangannya sibuk meraba-raba tempat kosong disampingnya. Gadis itu sudah bangun sebelum dirinya. Tubuh yang sedari tadi dalam keadaan tengkurap itu mulai memosisikan dirinya menjadi menyamping, membuka matanya yang masih terasa berat, netra itu langsung tertuju pada gadis jelita yang sedang melakukan ibadah.

Hari libur telah dijadikan sebagai hari bermalas-malasan saja oleh pria itu setelah dia memiliki istri.

Menahan kepalanya dengan sebelah tangan hingga otot-otot lengannya terlihat menyembul, bibir tipis itu tak henti-hentinya tersenyum kala netranya sibuk menatap salah satu makhluk Tuhan yang telah ditakdirkan sebagai pasangan hidupnya.

Gadis itu terlihat berbenah kala dia sudah menyelesaikan doanya.

"Apa memang harus ibadah secara terus menerus seperti ini, Anne?

Anne sedikit terperanjat kaget mendengar suara berat itu, Anne tak tahu kapan dia bangun. Anne mengalihkan pandangannya pada pria yang menyandang status sebagai suaminya, "Ya. Sholat adalah ibadah utama yang menjadi sarana hubungan antara manusia dengan Tuhannya."

"Jafar tidak pernah melakukannya."

Anne bingung sekali menjawab hal-hal yang dia tak tahu kenapa Jafar melakukannya, terlebih dia juga besar sebagaimana anak-anak di Amerika tumbuh besar.

"Bukankah dia temanmu? Coba kau tanyakan itu kepada Jafar." Anne mencoba menghindari jawaban yang tidak dikuasainya.

"Apa yang kau minta kepada Tuhan?" Jeff mencari sebuah pertanyaan yang akan menjawab rasa penasarannya terhadap Anne yang rutin beribadah. Kehidupan seperti apa yang dia minta?

Anne mengembuskan napasnya pelan lalu tersenyum manis pada Jeff yang masih menyangga kepalanya dengan posisi menyamping menghadap Anne. Anne mendekat kearah Jeff dan mendudukkan dirinya diatas lantai, meletakkan dagunya pada tempat tidur sehingga wajahnya berada dalam jarak yang dekat dengan wajah suaminya.

"Banyak sekali," kata Anne menjawab pertanyaan Jeff.

"What?" Jeff menurunkan kepalanya, menjadikan lengannya sebagai bantalan sehingga wajahnya sejajar dengan wajah Anne.

Anne masih tersenyum manis melihat wajah suaminya. "Sebuah ketenangan dalam hidup." Anne menjawab dengan suara pelan, tangan kirinya mengusap sebelah pipi Jeff. "Sebuah keluasan hati untuk senantiasa menerima takdir Tuhan, sebuah kelapangan bagi diri untuk senantiasa sabar dan ikhlas. Hari-hari yang baik turut serta kuminta kepada Tuhan untukmu, menjadi orang yang paling bahagia—dijauhkan dari banyak luka—jiwa ataupun raga.

"Kebahagiaanku terletak pada kebahagiaanmu, Anne." Jeff menatap dalam binar mata istrinya.

"Bukankah cinta itu butuh kesetaraan? Kalau bahagiamu terletak padaku, maka bahagiaku juga ada padamu."

"Do you love me?"

"Aku sedang berusaha." Anne memutus pandangan itu ketika menjawab, Anne tahu hal itu menyakiti perasaan Jeff.

Tidak ada tatapan kecewa dari Jeff, sikap Anne untuk menerimanya saja sudah sangat membuatnya bahagia. Dengan semua kalimat yang dikeluarkan Anne mengenai permintaannya kepada Tuhan membuatnya berbunga-bunga. Walaupun Anne berbohong saat dia mengatakan bahwa dia mencintainya, Jeff akan menganggap itu sebuah kebenaran yang membuatnya bahagia.

"Aku juga meminta kepada Tuhan sebuah kesuksesan dalam karirmu, aku juga meminta Tuhan untuk senantiasa menjagamu, mengumpulkanmu dengan orang-orang baik, Aku juga meminta Tuhan untuk menetapkan hal-hal baik sebagai takdirmu." Anne tahu bagaimana Jeff hidup dalam kubangan luka—dalam sungai air mata—dalam gubuk derita. Anne ingin Tuhan dengan sifat Maha Baiknya menjadikan hidup Jeff penuh bahagia.

The Savior GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang