ABOUT THE WORD 'SORRY'

85 14 0
                                    

Jeff mulai menyalahkan semesta atas segala rasa yang ada. Sekarang semesta sedang terbahak-bahak menertawakannya. "Siapa yang menyuruhmu untuk menyimpan rasa pada seseorang yang enggan menerima."

Berkali-kali dikecewakan namun tak membuat dirimu disadarkan akan satu dan yang lain hal. Kamu tetap percaya akan takdir tuhan yang akan meluluhkan hatinya, namun kamu tak pernah percaya bahwasanya seseorang tak akan berubah sebelum dirinyalah yang mau berubah. Dia tak akan mencintaimu sebab dalam hatinya tidak ada niat untuk itu.

Ruang dikamarnya sudah terdengar sepi. Sudah tiada lagi isak tangis menyayat hati dari gadis pujaannya. Adakalanya manusia perlu menjaga mulutnya demi menjaga hubungan agar tetap baik. Adakalanya manusia perlu memenjarakan lidah tajamnya hanya untuk menjaga perasaan orang lain. Terkadang memang manusia seegois itu. Dia merasa bahwa dirinya adalah satu-satunya makhluk yang paling tersakiti, padahal jauh dari itu dia telah menjadi alasan orang lain terluka.

Sampah dari abu rokok dan puntung rokok memenuhi lantai. Langit sudah menunjukkan pergantian waktu. Matahari telah menyelesaikan tugasnya menyinari bumi untuk hari ini, bulan sudah bersiap mendampingi malam. Penampilan yang acak-acakan, kemeja telah keluar dari celana, lengan kemeja yang tak beraturan digulung hingga siku, tiga kancing kemeja yang sudah dilepas dan rambut lepek karena keringat. Sudah berapa jam Jeff berdiam diri dibalkon kamarnya?

Membawa langkah kakinya memasuki kamar, kedua mata Jeff sibuk meneliti ruangan. Pasalnya tak ada presensi seorang gadis yang tadi menangis disini. Jeff melangkah ke kamar mandi lalu walk in closet, tapi tak menemukan Anne ada disana. Pintu yang terbuka lebar memberikannya signal—oh, mungkin gadis itu keluar. Jeff keluar dari kamar untuk mencari gadis bernama Anne itu. Matanya menangkap sesosok gadis dengan gaya rambut messy bun dengan pakaian yang sama saat Jeff membuatnya menangis tadi, Anne makan malam lebih awal pikirnya.

Melangkah menjauh dari area lift, Jeff mendudukkan dirinya disamping Anne yang sibuk dengan makan malamnya.

"Makan malam lebih awal?"

Menarik napas lelah, Anne menjawab, "Ya. Meratapi nasib buruk perlu tenaga." Nada itu terdengar sangat dingin memasuki indra pendengaran Jeff.

Kali ini Jeff memahami bagaimana kemelutnya hati Anne dan dia berusaha memaklumi walaupun dalam hatinya kembali temaram.

Anne sudah meraih banyak prestasi dalam hal sabar dan mengendalikan diri, tapi tak ada salahnya menunjukkan sisi emosi dalam diri. Tak ada yang salah dengan meluapkan emosi.

Pasta dalam piring Anne sudah habis, Anne bangkit dari duduknya tanpa mengatakan apapun.

Isi kepala Jeff semakin riuh, bagaimana caranya meminta maaf untuk kesekian kalinya pada Anne. Anne adalah sosok pelipur lara bagi hatinya yang selalu gundah walaupun Jeff sering sekali menebarkan luka karena ucapan tak terkendalinya. Anne sudah menjadi sumber kebahagiaan untuk Jeff walaupun Jeff telah membuat senyumnya getir dengan genangan air mata pada kedua binar matanya. Anne sangat berbakat menunjukkan pada dunia bahwa dirinya baik-baik saja, padahal hatinya telah tercabik-cabik karena terbentur derita yang selama ini terus menimpa.

Jeff menyusul Anne menuju ke kamarnya. Gadis itu sudah berganti pakaian, legging selutut dengan kaos oversize. Anne segera menurunkan lengan baju yang diangkatnya saat menyadari Jeff memasuki kamar.

Jeff tahu betul bahwa gadis ini sedang menyembunyikan luka. Warna kemerahan pada pipi gembilnya terlihat jelas saat tangan besarnya mencengkram kuat. Otaknya sibuk menyusun rencana bagaimana cara memperbaiki hubungan ini?

Sibuk dengan pikiran masing-masing. Tiba-tiba ...

"Jeff!" Seolah mengesampingkan gengsinya untuk berbaik hati kembali kepada Jeff, tapi dia harus melakukannya kali ini.

The Savior GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang