WHO IS HE?

318 32 4
                                    

Seorang pria dengan perawakan tinggi tegap dengan rahang yang terlihat tegas turun dari mobil mewahnya dan mulai menginjakkan kakinya di kota metropolitan terbesar kedua di California. Ya, Pria 32 tahun tengah berada di Los Angeles. Kakinya memasuki sebuah tempat hiburan malam yang sudah lama tak ia kunjungi semenjak memutuskan untuk pindah ke Manhattan. Racikan musik yang dihasilkan oleh DJ langsung menyambut telinganya dengan suara menggelegar. Lantai dansa penuh dengan orang-orang yang sedang melupakan masalah-masalahnya, menggoyangkan badan mengikuti alunan musik. Satu pria bernama Jafar setia berjalan disamping kirinya memintanya untuk naik ke lantai dua melalui sebuah tangga. Sesampainya dilantai dua, suara musik tak terdengar sebising dibawah. Nampak sekumpulan orang yang sedang bermain judi. dia duduk menyilangkan kaki dengan tatapan angkuh. Ikut dalam permainan, bertaruh dengan jumlah yang besar.

Wajahnya tetap tenang walaupun dia mengetahui sudah kalah berjudi untuk kedua kalinya. Daratan Los Angeles sudah menunjukan waktu dini hari, tapi dua lelaki itu masih betah mendudukan diri dimeja judi. Bukan masalah besar dengan kekalahan yang sudah dua kali dia terima. Itu bukan kekalahan karena kebodohannya, tapi kekalahan yang dia atur dengan sendirinya. Ya, tempat ini adalah miliknya, tentu saja permainannya menggunakan tipu daya atas seizinnya. Mengambil rokok dan menyalakannya menggunakan pematik. Tangannya yang lain mengambil gelas berisi cocktail yang telah dibawakan bartender. Tak lama terdengar suara dering telepon Jafar membuat kepalanya menoleh.

"Lucas," kata Jafar memberitahu. Pria itu hanya memberikan anggukan sebagai sebuah jawaban, tanda mengizinkannya untuk mengangkat telepon.

Setelah mengangkat telepon dan mendengarkan dengan seksama sang lawan bicara disebrang sana, Jafar hanya menganggukkan kepala sebagai respons lalu menyimpan kembali ponselnya dalam saku celana. Jafar mendekatkan dirinya kepada pria berusia tiga puluh dua tahun yang sedang mematikan rokoknya didalam asbak yang tersedia, "Kau tahu mengenai Lucas Marteen?" tanyanya tepat ditelinga sang lawan bicara.

"Hm ... pendatang dari Sisilia, right?"

"Ya, dia menolak membayar komosi."

"Setelah menolak bekerjasama dengan kita dia menolak untuk membayar komisi?" Tanyanya setelah mengingat lebih jauh siapa itu Lucas Marteen.

"Ya." Jawab Jafar turut membenarkan. "Sampai kapanpun mereka tidak akan pernah menerima tawaran itu," sambungnya.

Alih-alih menanggapi dengan sebuah jawaban, dia hanya mengedikkan kedua bahunya acuh. Seolah menjelaskan bahwa penolakkan itu bukan berarti apa-apa untuknya. Dia hanya menginginkan kaki tangan yang baru untuk menyebarluaskan bisnis gelapnya secara merata. Pikirnya di daerah Sisilia bisnisnya belum sebesar itu. Seperti yang dunia tahu bahwa Lucas Marteen hanyalah bocah kemarin sore yang pengalaman dan kekuatannya tak seberapa. Lagipula, menurut beberapa sumber menjelaskan bahwa pendatang dari Sisilia memegang teguh sebuah prinsip untuk tetap menolak bekerjasama dengan non-Italia dan kurang percaya dengan orang-orang non-Sisilia.

"Apakah harus melakukan sesuatu untuk membuatnya sedikit jera?"

Jeff membangkitkan dirinya dari kursi dan beralih pada meja lain di sudut ruangan diikuti oleh Jafar. Kembali mendudukkan diri setelah dirasa keadaan aman. Dia banyak tidak mengenal orang-orang disini, dia hanya mencari aman saja.

"Tentu." Senyum meremehkan langsung tercekat diwajah tampannya yang angkuh. "Dia sedang mengibarkan bendera perang, maka kita harus memberi sedikit pelajaran." Nadanya juga terdengar meremehkan.

Menganggukan kepalanya pelan sebagai jawaban bahwa Jafar paham dengan apa yang disampaikan sang sahabat yang merangkap menjadi bosnya.

"Lakukan sedikit kekacauan didaerahnya. Mencuri gudang persediaan senjatanya juga bukan masalah yang besar."

The Savior GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang