Ch. 1 - Hari yang Tidak Terlupakan.

72 3 0
                                    

Tidak kusangka akan tiba saat seperti hari ini, dimana aku akan menikahi adikku sendiri.

"..."

Itu terdengar sangat salah di beberapa titik yang berbeda.

Mencari pengalihan dari pikiran ini terjadi secara alami di detik berikutnya.

"Nn..."

Pandanganku mulai bergerak untuk memeriksa sekitarku dari altar tempatku berdiri saat ini. Ruangan yang sudah kuperiksa selama seminggu terakhir terlihat sangat asing, hampir tidak bisa kukenali dengan tambahan yang memang baru berkumpul hari ini.

Kursi-kursi yang terisi penuh oleh orang-orang berbagai ukuran, yang sibuk melakukan beragam hal berbeda juga.

Kakak menenangkan adik-adik yang terlihat terlalu gelisah untuk duduk diam.

Kakak berbicara dengan kakak lain sambil menoleh ke arahku.

Adik-adik dan Kakak-kakak yang mulai menyadari perasaan panikku...

"Huh."

Kenapa hanya keluargaku yang ada di dalam sini? Karena ruangan ini tidak mampu menampung semua orang yang telah hadir.

Jadi dimana mereka yang lain itu saat ini? Ada di luar bangunan, menunggu kita menyelesaikan separuh awal acara ini.

Kenapa ini semua masih belum dimulai? Aku tidak tahu.

Kenapa aku tidak-

"... -on!"

Siapa pemilik nama yang baru saja Kakak panggil dengan bisikan keras- oh.

"Leon!"

Itu adalah namaku.

"Ada apa." jawabku pendek.

Aku mengalihkan perhatianku dari tamu undangan ke pria yang berdiri disampingku saat ini. Wajah muda yang biasanya selalu dihiasi senyumannya itu, saat ini hanya menunjukkan perasaan khawatir saja.

Dia adalah Kakakku yang memiliki peran penting hari ini.

"Apa maksudmu ada apa... sudahlah." dia membisikkan itu sambil menggelengkan kepalanya, "Berhentilah melamun dan mulai persiapkan dirimu"

Persiapkan. Hm. Oh.

Aku, Leon. Dengan adi- pasanganku...

"Bernafas, Leon." bisik Kakak lagi, "Kau sedang menahan nafasmu."

"Fuh..."

Hampir saja kesadaranku hilang. Aku perlu memejamkan mataku sesaat sambil mengatur tempo nafasku, sebelum membukanya kembali dan mendapatkan kembali keseimbanganku.

"Terima kasih." helaan nafas pendekku keluar secara alami, "Aku membutuhkan itu."

Dia hanya menganggukkan kepala sekali sebelum kembali memandang ke depan, sepertinya menyiapkan diri untuk perannya juga.

Aku bisa merasakaan senyumanku mulai muncul saat melihat wajah-wajah yang memenuhi pandanganku lagi, kali ini dengan kesadaraan jelas.

Aku membiarkan mataku menyapu isi ruangan secara perlahan.

"..."

Ekspresi khawatir di beberapa wajah mereka yang sebelumnya terlihat jelas sudah mulai berubah menjadi senyuman lega. Sepertinya keadaanku barusan sedikit lebih parah dari yang kusangka.

"..."

Huh, Kakak-kakak Besar ternyata sedang duduk bersebelahan. Itu membuat sebuah pemandangan yang cukup unik. Bagaimana aku bisa tidak menyadari itu sebelumnya?

Lahir di Neraka dan Surga dan BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang