Ch. 27 - Pertanda untuk Kejadian Besar.

8 2 0
                                    

Ruangan bar yang biasanya sangat rapi dan sedikit ramai, sekarang sudah menjadi berantakan dan kosong. Seseorang yang melihatnya akan mengira beberapa angin topan telah melewati tempat itu secara bersamaan.

Tentu saja, tidak akan ada orang yang cukup berani untuk masuk ke tempat itu untuk melihat. Mereka masih ingin hidup.

Clack.

Satu diantara banyak tumpukan puing-puing dari atap yang runtuh baru saja bergerak. Beberapa puing lebih kecil mulai berguling jatuh darinya, sebelum sebuah tangan meledak keluar dari salah satu sisinya.

"Cahaya...!"

Separuh sosok berjubah merangkak keluar dari lubang kecil itu, menyeret sisa tubuhnya dengan sedikit susah payah sampai akhirnya berhasil jatuh ke lantai kayu. Kerudungnya sudah terbuka dan menunjukkan rambut putih yang dikotori debu.

Mata peraknya menjadi terbutakan sesaat, sebelum menjadi terbiasa dengan keterangan baru ini. Cahaya buatan dari langit-langit bar terlihat sedikit lebih terang... dan oranye?

Oh, langit-langit bar ternyata sudah menjadi langit Netherworld. Sedikit lebih gelap dari yang Leon ingat. Sudah berapa lama dia telah tertimbun di bawah sana?

"Kau sudah bangun."

"Hork?!"

Suara jeritan yang terdengar seperti seekor bayi sapi tersedak rumput itu keluar dari pemuda yang meloncat berdiri dari tempatnya berbaring. Lehernya sudah tersentak ke asal suara yang baru saja dia dengar.

Bartender disana sedang menatapnya dengan mata merah darahnya yang setengah terbuka.

"... ya?" jawab Leon, dengan tidak yakin.

Perhatiannya juga sedang sedikit teralihkan saat ini. Tidak bisa menyalahkannya karena dia sedang melihat sisi lain meja panjang di depannya, yang ternyata masih sangat bersih dan rapi.

Meja, lantai, dan rak kaca yang menyimpan banyak botol alkohol dan gelas-gelas kaca terlihat tidak tersentuh. Ini sangat aneh, karena atap diatas bartender itu juga sudah jebol.

"Kau bisa pergi sekarang." ucap Bartender itu dengan nada datar.

Satu bagian dinding di belakangnya tiba-tiba terbuka, berubah menjadi pintu keluar.

Leon melihat itu, lalu ke belakangnya. Dia menyadari pintu masuk bar pasti sudah dipenuhi oleh pengunjung yang lari sebelumnya, belum termasuk mereka yang datang karena rasa penasaran.

Keluar dari sana hanya akan menyambut masalah.

"Baiklah," tidak ada alasan untuk menolak bantuan itu, jadi dia melompati meja di depannya, "Terima kasih..."

Langkahnya berhenti sesaat sebelum dia melewati pintu-dinding di depannya, "Namaku adalah Leon!" dia membalikkan badannya, "Bolehkah aku mengetahui namamu?"

Bartender itu menoleh ke arahnya dengan tatapan yang terasa berbeda.

"Kau bisa memanggilku, Douji"

Udara bergetar saat nama itu terutarakan, seperti terpengaruh secara nyata. Fenomena ini hanya berlangsung selama sekedip mata, terasa seperti sebuah bayang-bayang belaka.

Bartender yang ternyata bernama Douji itu, kembali mengelap gelas yang tidak tersentuh bencana di depannya dengan kain yang masih seputih salju.

"Sampai nanti, Douji!" ucap Leon dengan bersemangat sebelum menghilang dibalik pintu yang tertutup di belakangnya, yang kembali menjadi dinding lagi.

Kesunyian kembali memenuhi ruangan bar, dengan percakapan di luar bangunan tidak bisa mencapai kedalamnya. Beberapa yang sudah tidak bisa menahan rasa penasaran mereka mulai berjalan untuk masuk ke dalam bar.

Lahir di Neraka dan Surga dan BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang