Ch. 122 - Rencana Sempurna yang Tidak Ingin Mereka Lakukan.

6 1 0
                                    

Leon memejamkan matanya selama beberapa detik, sebelum membukanya kembali. Setitik keraguan yang sebelumnya ada disana telah menghilang, membuat matanya menjadi seperti danau perak yang tenang.

Tidak ada satu pun gelombang di permukaan, membuatnya terlihat sangat tidak wajar dan berbahaya.

"Rahasia Tamaki adalah sebuah masalah, sebuah bom yang sangat berbahaya." mulainya dengan nada datar, tanpa satu pun emosi di dalam suaranya, "Jika itu terbuka jauh di masa depan, kerusakan yang ditimbulkannya akan menghancurkan semua yang telah, dan akan kita bangun bersama."

"..."

"Aku telah membuat solusi untuk masalah ini."

Mata Gensou berubah menjadi tajam setelah melihat itu, menyadari keanehan yang terjadi dengan pemuda di depannya. Dia menepikan perasaan ini karena ada hal yang lebih penting yang harus dilakukan.

Dia menoleh ke belakang dan melihat Tamaki yang terlihat sangat terluka setelah mendengar semua itu, lalu kembali melihat ke depan.

"Dan solusi ini adalah menyerahkan Tamaki ke mereka?" tanya Gensou, tangannya terlipat di punggungnya, "Sesuatu yang telah kau hentikan diawal? Apakah kau menyesali telah melakukan itu?"

"..."

Leon melihat orang tua di depannya itu, lalu ke Tamaki yang ada di belakangnya, lalu ke semua orang lain yang terlihat khawatir. Dia terlihat mempertimbangkan sesuatu selama sekejap.

"Maaf, jika ucapanku membuatmu mencapai kesimpulan itu. Itu adalah hal terjauh dari yang akan kulakukan." jelaskannya dengan sedikit lebih cepat, "Aku memutuskan untuk membagikan ini, adalah karena saat ini adalah waktu yang paling ideal untuk melakukannya."

"..."

"Aku tahu semua ketakutan kalian, tapi itu tidak merubah kenyataannya." dia menatap ke Tamaki, "Cepat atau lambat, rahasia ini akan terbongkar."

"... jika demikian, apa maksudmu dengan waktu yang paling ideal?"

"Karena jika hal yang terburuk terjadi sekalipun, tidak akan ada masalah."

Leon menunjuk semua orang di atap ini, satu per satu.

"Semua bidak telah ada di papan. Semuanya sudah melengkapi apa yang Guild ini butuhkan."

"... Leon?"

"Jika usahaku untuk menjelaskan pada mereka tentang ini, tentang situasi yang memaksa kalian melakukan pencurian itu tidak berhasil dimengerti oleh mereka." matanya berhenti di Tamaki, menatap gadis itu dengan dalam, "Jika pada akhirnya mereka akan tetap berusaha menangkapmu, maka kita akan..."

Rencana cadangan itu keluar dari mulut Leon dengan ringan dan lancar, seolah tidak mengandung informasi baru yang menggoyang kepercayaan diri semua orang di tempat ini.

Penolakan dan alasan-alasan itu tidak bisa dilakukan terus dilontarkan dari segala arah kepadanya, yang kemudian langsung dipatahkan dengan penjelasan tambahan yang sudah dia siapkan.

Semua itu hanya bisa menghambat penjelasan Leon selama beberapa detik saja sebelum dia terus melanjutkan, sampai akhirnya menyelesaikannya.

"... dan itu adalah semuanya. Apakah kalian masih memiliki hal lain?"

Ternyata kelemahan terakhir dari rencana ini telah selesai Leon tutupi di pagi hari ini. Sudah tidak ada alasan apapun lagi yang akan menghentikannya melaksanakan rencana untuk situasi terburuk itu, dan kenyataan ini membuat anggota Haven Guild di depannya menunjukkan reaksi yang berbeda.

"... tidak ada."

Hisui dan Mitsumi menundukkan kepala mereka, terlihat berusaha menghentikan air mata mereka untuk mengalir. Yang satu lebih berhasil dari yang lain.

Natto dan Mamoru menggigit bibir sambil mengepalkan tinju mereka dengan keras, sepertinya masih tidak bisa menerima penjelasan itu sama sekali.

Gensou menghelakan nafas lelah yang panjang dan untuk pertama kalinya di malam ini, menjadi terlihat sangat tua seperti umurnya. Kelemahan dan kerentaan yang hanya bisa dihasilkan oleh waktu bisa terlihat dengan jelas di wajahnya.

Lalu, Tamaki...

"Kenapa, Leon?"

Dengan air mata yang sudah terkumpul di matanya, dia berjalan ke pemuda itu. Dia meraih dan menggenggam kedua lengan atasnya.

"Kenapa kau melakukan semua ini... untukku?"

"... jika aku memberitahumu sekarang, kau tidak akan percaya."

Leon memejamkan matanya selama beberapa detik sebelumnya membukanya kembali, dan kehangatan telah kembali terlihat di piringan perak itu.

Dia mulai melepaskan pegangan di lengannya itu dengan perlahan dan hati-hati, menggenggamnya dengan erat selama beberapa detik, kemudian barulah dia lepaskan setelahnya.

Dia melihat orang-orang disekitarnya dengan senyuman ramah khasnya.

"Kenapa kalian bereaksi seolah ini pasti terjadi? Ini adalah rencana terakhir! Masih ada belasan rencana lain yang sudah kusiapkan sebelum mencapai titik ini."

Hisui melangkah maju, "Apakah kami bisa mengetahui rencana-rencana ini?"

"Tidak." Leon melihat temannya itu, lalu menggelengkan kepalanya, "Lebih sedikit kalian tahu, lebih baik."

"Jadi kami hanya bisa diam saja!?" Natto mengayunkan tangannya dengan kesal, "Apa kami setidakberguna itu di matamu?!"

Leon menggelengkan kepalanya lagi, lalu menatap mata temannya itu dengan dalam.

"Aku bisa membuat semua rencana ini, dan rencana terakhirku juga... semuanya adalah karena aku percaya pada kalian."

Leon menundukkan kepalanya dengan sangat dalam.

"Aku meminta kalian untuk percaya padaku, saat ini juga."

"Itu tidak adil..."

Leon mengangkat kepalanya, dan menunggu. Dia melihat satu per satu orang di depannya itu menganggukkan kepala mereka.

Walau sedih, kesal, atau tidak menerima, pada akhirnya semuanya menganggukkan kepala. Semua kecuali satu orang.

"... aku tidak bisa menjalankan ini tanpa persetujuanmu." Leon menunjukkan senyuman kecil, kali ini terlihat sangat dipaksa, "Jika kau memang tidak ingin melakukan ini setelah semuanya, maka aku tidak akan memaksamu."

"..."

"Kita akan mencoba mencari jalan lain, jika memang harus."

Tamaki yang sejak tadi menundukkan kepalanya, mulai menyeka matanya dengan kuat sebelum mengangkatnya kembali. Dia menatap Leon dengan keras.

"Apakah kau yakin bisa membuat rencana yang lebih baik, jika kita menunggu lagi...?"

"... tidak. Aku tidak bisa melihat kemungkinan itu terjadi."

"Kalau begitu, tidak ada lagi yang perlu dibicarakan."

Tamaki menunjukkan sebuah senyuman yang walau kecil dan bergemetar, terlihat sangat tulus. Dia mengulurkan tangannya ke depan.

"Tolong selamatkan kami, Leon."

"Aku akan mencoba itu."

Leon menyalam tangan yang terulur itu, lalu tersenyum. Dia menggoyang sambil menepuk-nepuk tangan di tangannya itu dengan senang.

Dia terlihat seperti baru melepaskan sebuah beban berat dari punggungnya.

"Lagipula jika kita beruntung, mungkin semua ini akan berakhir baik-baik saja."

Di detik kata terakhir itu keluar dari mulutnya, Leon bisa merasakan setitik perasaan tidak enak muncul di dalam dadanya.

...

Clang!

Suara dari benturan dua senjata itu menghasilkan gelombang kejut sangat kuat, yang berakhir menimbulkan reaksi berbeda dari orang-orang disekitar pemilik mereka saat ini.

Pemilik salah satu senjata tersebut menggeram dengan keras terhadap lawannya saat ini.

"Sudah kuduga dari awal...!"

Lahir di Neraka dan Surga dan BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang