Ch 64. - Peri Penghuni Perpustakaan.

8 2 0
                                    

Sampai jumpa lagi nanti!"

"Sampai jumpa lagi, Leon!" balas Tamaki, tidak kalah bersemangat.

Hiro melihat itu, dan merasa sedikit canggung, "Ehem." dia melambaikan tangan sambil berjalan mundur, "Sampai nanti."

Leon bergerak kesampingnya dan mulai berjalan berdua dengannya untuk keluar dari gang itu.

"Apa yang ingin kau cari di perpustakaan?" tanya Leon, penasaran.

Hiro menggelengkan kepalanya, "Tidak ada, sebenarnya."

Jawaban itu membuat Leon menoleh ke arahnya, "Huh, apa maksudmu?"

"Ya, kali ini aku kesana bukan untuk membaca buku atau mencari informasi..."

Tamaki melihat dua orang itu pergi dan menghilang di belokan gang dan keluar dari pandangannya. Ekspresi ramah dan penuh terima kasihnya lenyap, dan dia menghelakan nafas lelah. Suara yang keluar itu menggambarkan ekspresi barunya dengan sempurna.

Dia berjalan kembali ke bar untuk beristirahat.

Ch 64. - Peri Penghuni Perpustakaan.

Leon berdiri di depan Perpustakaan Kota, yang merupakan tempat pertemuan pertamanya dengan Hiro. Bangunan ini masih semegah yang dia ingat.

"... Dia adalah pemilik perpustakaan ini?" ucap Leon, ekspresi kaget di wajahnya, "Sekaligus yang mengumpulkan hampir semua buku-buku di tempat ini juga?"

"Ya, dan dia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan membaca buku-buku itu di lantai dua tempat ini."

Setelah mereka masuk, Leon langsung menyadari mereka tidak sendiri. Di tengah ruangan besar itu, di salah satu meja besarnya, adalah seorang Goblin yang sedang memeriksa satu pisau besar miliknya.

Dia terlihat menyadari kedatangan mereka juga, dan menoleh untuk melihat.

"Geh!?" dia sepertinya tidak menyangka akan melihat satu tambahan, apalagi satu orang yang tidak dia ingin temui, "Kau...?"

Slithroat menyarungkan kembali pisaunya dan meloncat turun dari kursinya. Mata tajamnya bertambah sempit lagi mengikuti perasaan tidak senangnya.

Dia berniat bertanya apa niatnya datang kesini tetapi setelah melihat ekspresi canggung saudaranya, dia mendapat jawabannya.

Jadi dia hanya membalikkan badannya dan mulai berjalan pergi.

"Jangan menggangguku."

Mereka bertiga berjalan ke ujung ruangan yang berlawanan dari pintu masuk, dan mulai menaiki tangga berputar yang memanjang sampai ke lantai dua. Jumlah anak tangganya cukup banyak melihat tingginya langit-langit ruangan ini.

Mereka akhirnya sampai dan menginjakkan kaki di ruangan yang sama luasnya dengan lantai satu tempat ini. Jika bukan karena pencahayaan yang redup, langit-langit yang lebih rendah, dan tumpukan-tumpukan buku yang berantakan menggantikan rak-rak buku yang rapi, keduanya akan hampir identik.

Salah satu perbedaan paling nyata adalah suasananya. Dan ini bukan sekedar perasaan saja, tetapi suatu fenomena yang bisa dirasakan secara nyata oleh tubuh mereka.

Whoong.

Leon bisa merasakan setruman-setruman kecil di permukaan kulitnya, seolah ada sesuatu yang terus menggeseknya. Ini...

"... Mana?"

"Ya, tempat ini sedang memiliki Mana yang sangat pekat di udara," jawab Hiro dari sampingnya, "Apa kau bisa melihatnya?"

Leon menggelengkan kepalanya, lalu mengangkat lengannya, "Aku hanya merasakan setruman kecil."

"Setruman?" Hiro menyipitkan mata ke bagian lengan Leon yang tidak tertutupi pelindung tulang, "... Mana milikmu terus mendorong Mana di udara untuk menjauh darimu, membuat keduanya saling bergesekan secara terus-menerus."

Lahir di Neraka dan Surga dan BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang