Usai mandi, Alan teringat pada gadis yang dia bawa semalam. Penasaran dengan keadaan gadis itu, dia segera melangkah ke kamarnya dengan piyama putih masih melekat ditubuh kekarnya.
Mendapati kamar telah kosong, Alan segera mencari Anna. Namun gadis itu benar-benar sudah pergi.
"Mana tuh cewek?"
Alan tidak tahu harus mencari kemana lagi, sampai-sampai dia mendekati kasur dan membalik-balik selimut. Namun, matanya malah menangkap sebuah mainan kunci berbentuk teddy bear berwarna beige tergeletak diatas nakas.
Alan segera mengambil benda itu. Lalu dia menaiki kasur dan bersandar pada headboard sambil mengamati benda itu.
"Hmm?" kening Alan mengerut. "Siapa yang naruh boneka ku disini? Perasaan aku nggak pernah bawa ke Apartment deh?!"
Alan mengedik. Meski masih bingung dia tetap menyimpan benda itu di laci nakas untuk sementara waktu. Dia berniat akan membawanya pulang ke rumah nanti.
******
Imagine: Rumah Keluarga Mahesa
Begitu Alan tiba di rumah megah berlantai dua itu, tanpa dia sadari Damar sudah menyambutnya dari kejauhan.
Ayahnya itu mengawasi dengan raut datar dari balkon lantai dua. Saat melihat Alan sudah memasuki rumah, Damar segera turun menghampiri putranya itu.
"Dari mana kamu semalam?" tanya Damar, menghentikan langkah Alandra.
"Dari Apartment." sahut Alan malas.
Wajah Damar langsung mengeras, "Ayah kan udah bilang sama kamu, jangan tidur di Apartment sendirian!"
Alan hanya memutar bola mata malas. Dia bahkan mengacuhkan omelan sang Ayah.
"Ayah nggak suka ya, kamu keluyuran nggak jelas gini." Damar menghembuskan napas panjang. "Hari ini kamu ngajar kan? Atau mau Ayah suruh ngurus perusahaan lagi, begitu? Biar kamu bisa belajar bertanggung jawab. Nggak main terus kerjanya."
"Udah dong, Yah. Aku nih baru pulang! Bisa nggak sih, biarin anaknya masuk dulu? Baru lanjut ngomel." Alan berdecih sinis. "Jangan sok ngomongin tanggung jawab deh. Lagian Ayah sendiri gagal dalam hal itu."
"Alandra! Kamu..." geram Damar sambil menunjuk putranya itu. Dia berusaha menahan amarah yang siap meledak. "Ck. Memang ngaruh sama kamu? Mau ngomel sekarang atau nanti, sama aja. Kamu tuh nggak bakal denger!"
Alan menatap sang Ayah penuh kebencian. Ya, beginilah jika hati yang sama-sama keras bersatu. Tak ada yang mau mengalah. Seperti sumbu yang diperciki minyak tanah, jika terkena api siap menyambar kapan saja.
Melihat pertengkaran itu, Sekar— Ibu tiri Alan datang melerai.
"Papa ngapain sih, pagi-pagi ngomel kayak gitu?" Sekar beralih menatap Alan sambil mengelus bahunya. "Nak, mending kamu siap-siap! Nanti kamu telat ke kampusnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Dosen
RomanceAnnara yang merupakan mahasiswi cantik dan populer di kampusnya sangat di kagumi oleh banyak pihak. Parasnya yang menawan begitu dipuja-puja semua kalangan. Kehidupannya yang terlihat sempurna tak bercelah dan bergelimang harta, membuat orang lain s...