10. Kebetulan Terjengkel

130 7 0
                                    

Anna langsung menghempaskan tubuhnya di bangku paling depan, begitu tiba di kelas. Fanny yang berada disampingnya terus saja mengguncang-guncang tubuh Anna sambil tidak henti-hentinya mengoceh.

"Na! Lo dengerin gue nggak sih?"

"Nana!"

Anna meremas pulpen ditangannya gemas. Kegiatan catat mencatatnya terpaksa harus berhenti gara-gara suara bising dan heboh seorang Fanny.

Dengan malas dialihkannya pandangan dari LCD kearah teman biadabnya itu. Mata Anna setengah memelotot, tapi yang dia dapat malah raut wajah Fanny yang memasang tampang tak berdosa.

Tidak taukah Fanny, kalau dia masih harus menahan kantuk gara-gara siapa? Bahkan, kini isi otaknya buyar sudah hanya karena celotehan Fanny yang kelewat cempreng itu. Sehingga berhasil mengganggu telinganya.

"Apaan, Fan?" geram Anna kesal

"Dengerin gue dulu, Na! Please, sekali ini aja! Gue mau cerita sebentar banget." Fanny menoel-noel siku Anna sambil memasang wajah pura-pura imut.

"Iya, Fan. Buruan cerita! Kenapa?" sahut Anna malas.

"Lo tahu nggak? Tadi gue...."

"Woy, kalian berdua!" sentak Rara gemas, menyahut dari deret tepat di belakang Anna. "Udah selesai belum nyatetnya? Ntar dosennya dateng loh. Nanti kalau kalian dihukum baru tahu rasa!"

Anna meringis lalu menoleh kebelakang, dia menggeleng pasrah. "Belum, Ra. Fanny nih, gangguin mulu dari tadi."

"Lah, kok gue sih?" sahut Fanny, gantian kini gadis itu yang memelototi Anna.

"Apa?" ketus Anna, lalu beralih kembali menatap Rara yang tengah bermain ponsel. "Oh iya, Bu Rani mana? Tumben jam segini belum masuk kelas."

Rara menghentikan jemarinya yang tengah menari-nari di layar touch ponsel, lalu dia mendongak dengan raut bingung. "Kamu nggak tahu, ya? Bu Rani kan udah pensiun, Nar. Katanya sih, nanti bakal digantiin sama dosen ganteng yang sering ngajar di jurusan Ekonomi Pembangunan."

"Lah, masa?" kaget Anna, merasa tertarik dengan cerita Rara. "Terus tuh orang mana? Kok belum ada batang hidungnya disini."

"Iya. Kabarnya sih, dia tuh dosen baru. Katanya juga, udah tiga minggu ini dia jadi dosen dan baru dua hari yang lalu dia ngajar di jurusan Manajemen. Dan tadi dia nitip tugas catetan sama kita ke ketua kelas yang kebetulan lewat." jelas Rara. "Jadi, sebelum kamu dateng dia balik lagi ke kantor. Dia bilang mau ambil absen yang ketinggalan di mejanya."

Anna mengangguk-angguk, "Pantes aja aku nggak lihat Bu Rani beberapa hari ini. Udah pensiun toh."

"Iyalah." Fanny ikut menyahuti, lalu beralih melirik Rara. "Eh, Ra! Bye the way, Lo udah selesai nyatetnya? Kok malah maen HP?"

Rara menyengir licik, "Udah dong. Selama kalian ngobrol tadi, aku buru-buru nyatet. Biar bisa santai gitu. Nggak kayak kalian, ngerumpi mulu dari tadi kerjaannya. Kapan mau selesainya coba?"

"Dih, curang." dengus Anna merasa tidak terima. Dia hendak mengomel kembali. Namun kehadiran pria jangkung bermata elang mengalihkan pandangannya.

"Selamat pagi. Saya Alandra Mahesa, dosen baru yang akan menggantikan Bu Rani mengajar studies Matematika Ekonomi."

Anna memelotot kaget, saat mengenali wajah galak itu.

Buruk! Nasibnya benar-benar buruk!

Ternyata pria nyebelin tadi adalah seorang dosen. Mana kini ngajar di kelasnya pula.

"Inalillahi!" pekik Anna tertahan.

Fanny langsung menyenggol lengan Anna, "Lo kenapa dah? Tiba-tiba teriak nggak jelas gitu. Kalau Bapak itu denger gimana?"

Hallo, Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang