Abang Ris
Assalamu'alaikum, Nana. Boleh minta nmer kontaknya Emilia nggk?Anna masih mengernyit bingung saat melihat sebuah pesan masuk di WhatsApp miliknya. Dari Haris. Kenapa tiba-tiba kakak Alfi itu men-chat dirinya? Mana meminta nomor kontak Emili pula.
Selain Haris, ada juga dua nomer lainnya yang masuk bersamaan dengan pesan dari kakak Alfi itu. Setelah dilihat ternyata Bayu dan Yoga.
Ah, nanti saja lah dia akan membalas mereka berdua. Tidak ambil pusing, akhirnya Anna mengetikkan balasannya kepada Haris.
Me
Wa'alaikumusalam
Boleh, Abang. Bentar ya. Dicari dulu, eheheUsai membalas pesan dan mengirimkan kontak Emili, Anna kembali melangkah masuk menyusul sepupunya itu ke kamar. Namun saat di muka tangga, matanya menangkap keberadaan Sumyati alias Mbok Sum— pembantunya yang sering mendapat julukan Bibi gaul dari Fanny. Wanita itu tengah menenteng keranjang belanja kosong di tangannya. Sementara sebelah tangan yang lain memegang dompet kecil berwarna hitam polos. Segera saja dia menghampiri pembantu gaul itu.
"Mbok, Papa belum pulang?"
Mbok Sum menoleh, "Belum Non Nana. Kayaknya sih malem."
Anna mendengus, melemparkan diri ke atas sofa. "Tuh kan. Nana nggak habis pikir deh. Kalau udah sehat aja kerja seenaknya. Gimana kalau Papa kambuh lagi? Mbok harus sering-sering ingetin Papa kalau workaholic-nya kumat lagi. Nana nggak mau Papa sakit lagi."
"Waduh." Mbok Sum melirik bingung sambil tersenyum malu-malu. "Loh, kok si Mbok, Non? Ya, harusnya Non Nana yang anaknya. Masa Mbok sih? Mau Mbok jadi istrinya Tuan? Jadi Mama tirinya Non?"
"Masya Allah." Anna menatap Mbok Sum gemas. "Ih, Mbok Sum! Nana lagi serius."
"Ehehe. Bercanda atuh, Non." Mbok Sum berkedip manja. Lalu mulai menatap Anna prihatin. "Ya, nggak mungkin lah Mbok jadi istrinya Tuan. Tapi kalau jadi Mamanya Non, Mbok sih udah ngerasa setiap hari jadi Mama buat Non Nana. Hehehe."
Anna hanya tersenyum tipis. Tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Tentu saja Mbok Sum adalah Mamanya— yang setiap hari mengurusinya, membantunya memenuhi seluruh keperluan, menemaninya saat sedih, serta mendengarkan keluh kesahnya. Dan yang paling penting, temannya maraton kartun atau pun film drama Korea setiap tengah malam.
Anna masih terus tersenyum, "Tentu aja Mbok itu Mamanya Nana. Karena Mbok selalu temenin Nana dan nggak pernah ninggalin Nana. Ya kan, Mbok? Mamanya Nana itu sebenarnya Mbok Sum, yang selalu ada buat Nana. Nggak kayak dia."
Tanpa sadar Anna mulai menitikkan air mata mengingat Mama kandungnya yang entah sekarang sedang menghabiskan waktu dengan keluarga barunya dimana.
"Ya Allah." Mbok Sum kelabakan, segera dia meletakkan dompet dan keranjang belanjaan di tangannya ke meja. Mendekap sambil mengelus-elus surai Anna. "Aduh Non, jangan mewek dong. Mbok jadi nggak enak, malah bikin keinget sama Nyonya."
Anna terkekeh, "Mbok tenang aja. Nana nggak pernah mikirin orang itu lagi. Bagi Nana, Mama udah pergi. Nana nggak punya Mama lagi."
"Astaghfirullah, Non. Mana boleh bilang kayak begitu." sahut Mbok Sum lirih.
Anna memaksakan senyum ditengah sakit hatinya. Meski dia hanya bercanda saat mengucapkannya, tapi tidak bisa menghindarkan bayangan tentang Mamanya yang hadir begitu saja. Mamanya yang pergi meninggalkan Papanya dan menikah lagi dengan seorang pria keturunan luar yang berkali-kali lipat lebih kaya daripada Wirya.
Anna meremas dadanya sakit. Tidak pernah terpikir bahwa dia lahir dari rahim wanita licik itu. Wu Lan Fen— begitu nama Mamanya. Wanita yang haus akan harta, lalu meninggalkan dia, Papa, juga Miko. Dan segenap hidupnya tahu, Anna membenci Wulan hingga ke seluruh urat nadi dan tulang-tulangnya. Hanya Miko yang masih bersikap baik pada Wulan— yang padahal bukan Mama kandungnya. Nyatanya dia dan Miko lahir dari rahim yang berbeda. Anna sering kali menyesali hal itu. Bahkan mendiang Mama dari Miko, terlihat beratus kali lebih sempurna dibanding Wulan yang tidak tahu diri itu.
"Mbok." Anna meringis lagi. "Kenapa Nana harus lahir dari wanita kayak gitu, ya?"
"Non, udah. Jangan ngomong begitu. Aduh, Mbok jadi sedih dengernya." keluh Mbok Sum, masih tetap menyabarkan gadis itu.
Anna tersenyum tipis, "Nana pengen lahir dari rahim Mamanya Mas Miko aja, Mbok."
Mbok Sum meringis pilu, "Aduh, Non. Mulai ngelantur lagi ya?"
Anna mendongak, menatap mata Mbok Sum. "Nana malu punya Mama gila harta kayak gitu, Mbok. Sampe-sampe Tante Citra aja terus musuhin Nana gara-gara ulah Mama."
"Udah, Non, udah." Mbok Sum kembali memberi tepukan-tepukan halus di pundaknya. "Non Nana nggak boleh mikir yang macem-macem, ya. Semua yang sudah terjadi itu murni dari Allah. Sudah dipertimbangkan matang-matang oleh Allah, Non. Semua sesuai keteguhan umatnya dalam menghadapi cobaan. Disini Mbok selalu do'ain Non Nana bahagia terus. Semoga Non selalu diberi kelapangan dada dan keikhlasan hati. Dapet jodoh yang baik dan pengertian, juga selalu menyayangi Non Nana. Aamiin."
Tanpa sadar Anna tersenyum mendengar ucapan itu, "Makasih ya, Mbok. Udah selalu jadi pendengar yang baik buat Nana."
"Iya, Non. Sama-sama. Mbok seneng malah bisa nemenin Non setiap saat." lalu Mbok Sum beranjak, menyambar kembali keranjang dan dompetnya. "Ya udah, Mbok ke Pasar dulu ya, Non? Bahan persediaan masakan hampir habis. Tadi pagi Mbok Sum lupa cek kulkas, ehehe."
Anna mengangguki, "Oh iya, Mbok. Nggak apa-apa."
"Non kalau mau makan itu ada telur di kulkas, sisa kemarin. Sama mie sedap soto di laci atas. Nanti di masak aja ya, Non. Bisa kan?" tanya Mbok Sum, agak tidak tega meninggalkan anak majikannya itu.
"Bisa lah, Mbok. Nana kan udah jago sekarang, hehehe." Anna mengerlingkan mata sambil terkekeh. "Oh iya, Mbok. Mang Asep masih libur ya?"
"Oh, si Asep? Iya, atuh, Non. Besok Non Nana pakai gojek lagi aja. Atau nggak nebeng Neng Mili, Non. Biar hemat ongkos."
Anna menghembuskan napas panjang, "Ya udah, Mbok. Nana mau nebeng Mili aja lah. Boros juga kalau naik gojek terus."
Mbok Sum mengangguki, "Kalau gitu Mbok pergi dulu ya, Non. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumusalam."
Setelah kepergian Mbok Sum, Anna kembali membawa langkahnya menaiki tangga. Begitu tiba di kamar, dilihatnya Emili tengah berkutat dengan ponsel. Sepupunya itu duduk di bangku meja belajar dengan seabrek kertas file tersusun acak-acakan dihadapannya. Tanpa sadar kakinya melangkah mendekati gadis judes itu, sambil mencuri lirik pada layar ponsel Emili yang tak henti bercahaya.
"Ganteng tuh, Mil. Kok di skip sih? Eh, bye the way, aplikasi apaan tuh? Kenapa banyak cowoknya? Mana ganteng-ganteng lagi. Aku mau juga dong, Mil, download itu."
Emili langsung menoleh sambil menyembunyikan ponselnya dari pandangan Anna, "Heh, anak kecil! Ngapain ngintip-ngintip! Dosa Lo! Nggak usah maen beginian, Lo tuh masih bocah!"
"Cih, kita cuma beda setahunan ya. Jangan merasa paling tua sejagat raya deh, Mil." cibir Anna, bibirnya memberengut bete.
Emili mendengus, "Tetep aja, Lo lebih muda dari gue! Titik!"
Anna berdecih sinis. Mengabaikan Emili, dia hendak merebut ponsel digenggaman sepupunya itu. "Kamu lagi ngapain sih? Siniin nggak? Kok main rahasia-rahasiaan? Mau ku aduin Tante Cit, iya?"
"Ish, apa sih, Na? Kepo banget deh." ketus Emili, tanpa sengaja dia mendorong Anna hingga terduduk di lantai. "Jauh-jauh Lo dari gue. Sebel gue sama Lo, Na. Huh."
"Lah, ngambek?" ringis Anna, lalu bangkit sambil memegangi pantatnya yang terasa nyeri. "Gila tuh anak, kok bisa ya tenaganya sekuat itu? Hih. Bahaya nih kalau dia lagi marah begitu. Bisa-bisa rumah ini di runtuhin juga kali, ya?"
Anna bergidik membayangkannya. Matanya terus mengawasi pergerakan Emili yang kini melangkah keluar kamar. Tidak memperdulikan si judes itu, akhirnya Anna memilih membaringkan diri di kasur. Tiba-tiba kantuk menyerang dirinya. Hah, masa bodoh dengan Emili. Dia sudah terlanjur memejamkan mata. Lalu detik selanjutnya, Anna sudah tertidur pulas. Bahkan dia masih memakai pakaiannya sehabis kuliah tadi. Terlalu enggan beranjak dari zona ternyamannya.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Dosen
RomanceAnnara yang merupakan mahasiswi cantik dan populer di kampusnya sangat di kagumi oleh banyak pihak. Parasnya yang menawan begitu dipuja-puja semua kalangan. Kehidupannya yang terlihat sempurna tak bercelah dan bergelimang harta, membuat orang lain s...