Usai adzan dzuhur berkumandang, Anna dan Rara berniat menghampiri Fanny di backstage. Namun tiba-tiba Anna merasakan sakit perut. Segera ditinggalkannya Rara begitu saja. Mengabaikan omelan dan muka jengkel dari gadis tomboi itu.
"Nana mana?" tanya Fanny, saat mendapati Rara berjalan sendirian ke arahnya.
Wajah Rara tertekuk, "Panggilan alam."
Fanny hanya membulatkan mulutnya. Matanya tanpa sengaja melirik Rendi yang tengah mengobrol bersama kedua temannya.
"Ck. Anak monyet satu itu, bikin kesel aja deh. Ngapain juga pakai naik ke punggung gue segala tadi? Mana leher gue hampir kecengklak gara-gara tuh anak. Orang badan gue lebih kecil dari dia, kenapa nggak dia aja sih yang jadi kura-kuranya?" dengus Fanny.
"Emang kamu mau jadi monyet cantiknya?" Rara tergelak, menatap Fanny penuh goda. "Lagian ngapain juga tim kalian ngajakin Rendi segala? Berandalan gitu anaknya. Mana bisa bener kalau ngerjain sesuatu. Bukannya naik ke tempurung, dia malah naik ke badan kamu. Lama-lama jadi adegan 18+ kalian berdua."
Fanny cemberut. Baru saja dia hendak protes, tiba-tiba Rendi datang bersama dayang-dayangnya. Lelaki itu kini sudah berganti kaos putih dipadu sepan dasar hitam. Raut wajahnya terlihat tengil. Menatap Fanny penuh binar.
"Hallo, My baby Pani." cengir Rendi, sambil melambai-lambai.
Wajah Fanny berubah datar, "Nama gue Fanny. Pakai F bukan P, N-nya double. Nggak sopan Lo, main ganti-ganti nama orang."
"Galak bener, Neng." ringis Rendi. "Ku kira kita sudah mulai dekat, karena adegan tadi. Tahunya masih sama aja."
"Ngarep." dengus Fanny. "Lagian ngapain sih, Lo ikut pentas segala? Kurang kerjaan apa gimana?"
Rendi terkikik geli, "Kalau bukan karena Dipta kakinya lagi cidera dan dia mohon-mohon sama aku, nggak bakal ku bantuin kalian. Harusnya kamu tuh makasih sama aku, beb."
"Dih, bodo amat. Nggak usah panggil gue beb!" ucap Fanny ketus. "Lagian kan masih banyak anggota grup seni lain. Kenapa Dipta harus mohon-mohon sama Lo segala? Paling Lo nya aja yang maksa. Udah hapal gue sifat Lo sedari SMA."
"Beda sih, yang udah tahu luar dalem." bisik Reihan pada lelaki disebelahnya. "Tuh, dengerin bro. Jangan dijahilin mulu. Ngamuk kan dia."
"Ini tuh namanya perjuangan cinta, bego. Kemanapun dia pergi harus gue kejer lah." Rendi ikut berbisik, lalu menatap Fanny lekat. "Kamu nggak mau ganti baju, Fan? Emang nggak gerah, ya?"
"Terserah gue dong." ketus Fanny, segera menarik lengan Rara menjauh. "Ayo, kita susulin Nana aja, Ra."
Rendi terus menatap bingung punggung Fanny dari kejauhan, "Dia kenapa, dah? Salah ya, kalau gue nyuruh dia ganti baju?"
"Lo nggak salah, kok." sahut Rion tergelak. "Yang salah tuh teori bumi bulat."
"Kampret! Nggak nyambung banget, bego." ketus Reihan, menggeplak bahu adik kembaran yang berdiri disebelahnya.
Rendi hanya geleng-geleng dengan kelakuan dua teman gilanya itu. Memilih mengabaikan mereka, dia melangkah pergi. Mencari keberadaan Alfi yang tiba-tiba menghilang bersama dengan Tegar.
******
Setelah menuntaskan hajat, Anna segera keluar dari bilik toilet. Dia melangkah kearah wastafel yang terdapat cermin besar. Gadis itu hendak membasuh muka dan merapikan pakaiannya. Begitu memastikan penampilannya sudah rapi, dia melirik jam dipergelangan tangannya.
"Astaghfirullah, udah siang aja. Aku belum jemput Amel di TK lagi. Duh, mana Mbak lagi sibuk di klinik kecantikannya. Mas Miko juga pasti belum pulang dari kantor jam segini." Anna menghembuskan napas panjang. "Kasihan juga tuh anak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Dosen
RomanceAnnara yang merupakan mahasiswi cantik dan populer di kampusnya sangat di kagumi oleh banyak pihak. Parasnya yang menawan begitu dipuja-puja semua kalangan. Kehidupannya yang terlihat sempurna tak bercelah dan bergelimang harta, membuat orang lain s...