Begitu Anna tiba diambang pintu ruang UKM, dilihatnya ruangan itu sudah ramai terisi oleh anak-anak Jurnalistik dan beberapa pihak BEM.
Rendi mengenyit, saat mendapati gelagat tidak nyaman Anna. Penasaran, dia segera menghampiri gadis itu.
"Nana? Cari siapa?"
Anna berjengit, menatap kaget kedatangan Rendi. "Hmm, kamu kenal aku?"
"Kenal dong. Siapa sih yang nggak tahu sama bidadarinya Manajemen? Lo itu tenar banget loh di jurusan gue. Apalagi dikalangan cowok-cowok. Mereka pada suka sama Lo." cengir Rendi. "Oh iya, gue Rendi. Anak Ekonomi Pembangunan."
"Eh, iya." Anna tersipu malu. "Tadi kamu bilang apa? Banyak yang suka? Termasuk kamu juga?"
"Ehehe. Kalau gue mah, sukanya sama temen Lo— si Fanny. Cewek pecicilan yang suaranya cempreng itu loh." kekeh Rendi. "Oh iya, Lo ngapain disini? Kok celingak-celinguk gitu?"
"Oalah." Anna tergelak, sesekali melirik sekitar area ruangan tersebut. "Nyariin sepupu aku nih. Kamu kenal Emilia? Ada nggak didalem?"
"Oh, Milea? Tuh orangnya." tunjuk Rendi, begitu mendapati keberadaan Emili yang baru tiba dengan seplastik kresek jajanan di genggamannya.
"Wuih, ngeborong bah, Mil? Rakusnya." gurau Rendi.
Emili berdecak malas, lalu menyerahkan jajanan itu pada Rendi. "Banyak omong Lo. Ini kan titipan kalian."
"Dih, santuy, Mil. Jangan marah-marah. Nanti cepet keriputan loh." Rendi tergelak, sebelum memindahkan keresek itu kegenggamannya. Lalu merogoh saku celananya. "Oh iya, jajanannya masih kurang. Tolong beli lagi dong, Mil. Barusan ada anak-anak BEM sama beberapa dosen juga ternyata. Nih, uangnya."
"Kendi sialan! Kok malah nyuruh gue sih?" dengus Emili, menahan kesal. Namun tetap menerima selembaran merah itu. "Kenapa nggak bilang dari tadi? Capek tahu bolak-balik. Lo beli sendiri aja sana!"
Rendi menyengir, "Dih, pelit amat. Tapi sorry, Mil. Gue nggak bisa. Udah di tungguin Pak Jon soalnya. Anak-anak lain juga lagi pada sibuk. Cuma Lo doang yang masih nganggur."
"Sembarangan." Emili mendelik sinis. "Heh, enak banget Lo ngomong. Gue udah dari tadi ya, ngurusin laporan. Nggak selesai-selesai perasaan. Ada aja yang manggilin gue. Heran deh, dikira gue doang yang ada disini? Ngurusin tanda tangan dekan aja masih ke gue. Sekarang jajanan gue juga yang urus? Nggak ada akhlak Lo pada."
"Sabar, Mil. Sabar, ya. Kamu sendirian." sahut Anna sambil mengelus punggung Emili. Dia merasa kasihan melihat wajah lelah sepupunya itu.
"Ck, ini lagi satu." sembur Emili, memelototi Anna sejenak. Lalu kembali menatap Rendi. "Tunda dulu sih, Ren. Nanti aja nemuin Bapaknya. Gue beneran udah capek banget nih. Butuh istirahat kayaknya."
"Nggak bisa, Milea. Ntar Pak Jon malah ngamukin gue." cengir Rendi.
Emili hanya mendengus jengkel.
"Lagian itu kan emang tugas Lo, Mil. Ngurusin berkas-berkas. Kalau masalah jajanan, kepepet nih. Sekali ini aja. Gue minta tolong banget sama Lo." mohon Rendi lagi, setelahnya langsung kabur begitu saja. "Pokoknya gue serahin ke Lo ya. Gue pergi dulu, Mil. Nana juga. Bye."
Menahan kesal, Emili mengulurkan dua bungkus roti ke arah Anna. Matanya terus menghunus tajam punggung Rendi.
Sementara Anna hanya memaksakan senyum, sambil menerima roti dari Emili. Dan ketika merasa ada yang janggal dia mengernyit. Lalu menatap Emili dengan perasaan tidak enak hati. "Emm, Mil? Kok selai nanas? Aku kan alergi nanas."
Emili menoleh kaget, diambilnya lagi roti itu. Mengamati dengan seksama, lalu dia meringis saat sadar dengan kesalahannya. Efek terlalu capek, dia jadi tidak fokus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Dosen
RomanceAnnara yang merupakan mahasiswi cantik dan populer di kampusnya sangat di kagumi oleh banyak pihak. Parasnya yang menawan begitu dipuja-puja semua kalangan. Kehidupannya yang terlihat sempurna tak bercelah dan bergelimang harta, membuat orang lain s...