14. Musibah Tak Terduga

132 7 0
                                    

"Mas Fi, bangun!" teriak Arfan, berada tepat diatas kasur Alfi dengan seragam pramuka menghiasi tubuh tingginya. Anak itu asyik melompat-lompat seperti tengah bermain trampoline. Melupakan bahwa dia adalah seorang murid SMA.

Alfi tidak bergeming sedikit pun. Si jangkung itu menaikan selimut, menutupi sampai kepalanya. Kini seluruh tubuhnya sudah tertutupi sepenuhnya. Matanya terasa berat seakan ditempeli lem super lengket.

"Come on! Wake up! Wake up!" kesal Arfan, menarik-narik selimut milik kakaknya itu. Lalu membuangnya ke sembarang arah. "Miska! Hallo! Are you asleep or dead?"

"Berisik!" dengan wajah malasnya Alfi mendudukkan diri. Menatap sang adik dengan sayu. Tampaknya rasa kantuk itu masih belum hilang sempurna.

Arfan hanya memberengut bete.

"Kenapa? Lo rewel banget sih. Mimik susu SGM dulu sana!" ketus Alfi serak. Lalu dia menguap lebar.

"Ish, Mas Fi! Anter gue ke sekolah dong. Ini udah jam enam lewat loh. Ntar gue telat." pekik Arfan panik.

"Ini kan hari minggu, Ndy. Libur. Ngapain Lo sekolah? Ganggu orang tidur aja deh." jawab Alfi setengah sadar, lalu dia kembali berbaring dan memejamkan mata.

Arfan mendengus, "Ini hari Jum'at loh, Mas!"

Masih dengan raut sebal Arfan menarik tangan Alfi supaya bangun, namun tidak ada pergerakan sedikitpun dari kakaknya itu. Alfi malah terlelap kian nyenyak. Tidak memperdulikan adiknya sama sekali.

"Ya udah, kalau Mas nggak mau bangun. Gue berangkat sekolah sendiri aja." rajuk Arfan. Lalu dia melenggang keluar kamar sang kakak.

Berjam-jam kemudian barulah terdengar teriakan Alin dari muka tangga, "Mas Fi, ayo bangun! Nggak jadi ke kampus kamu? Ini udah jam sembilan loh, nak. Adek mu malahan udah berangkat sekolah duluan tadi, nebeng Bang Ris."

Tetap tak ada sahutan.

"Katanya kamu hari ini ada kuliah pagi kan? Nanti telat, Mas." pekik Alin lagi. Mendengar itu mata Alfi langsung terbuka lebar. Kini dia sudah tersadar sepenuhnya.

"Iya, Bun. Fi lagi mau siap-siap." sahut Alfi. Dengan langkah tergesa-gesa, dia segera memasuki kamar mandi.

Alfi benar-benar tidak menduga dirinya akan seterlambat ini. Semalam dia lembur, mengerjakan proyek yang sedang dirancang bersama Haris dan yang lainnya. Mereka bahkan lupa waktu dan baru berhenti pada pukul dua dini hari. Dia baru sempat tertidur pada pukul lima pagi ini setelah melewati insomnia panjang. Bahkan Alfi melupakan bahwa hari ini ada jadwal kuliah pagi.

******

Sial. Itulah kata yang tepat diperuntukkan bagi Alfi. Seakan keberuntungan tidak mau berpihak kepadanya hari ini. Motor yang sering dikendarainya, mendadak mati ditengah jalan.

Dia menunggu ojek atau angkot yang lewat. Namun sayang, jalanan begitu sepi. Tak ada kendaraan yang lewat satupun.

"Apes banget deh, aku hari ini." dengan langkah lesu Alfi menuntun motor, mencari bengkel terdekat. Pakaian yang dia kenakan sudah kusut dan basah oleh keringat, rambutnya juga lepek. Seakan tidak cukup disitu, kesialan kembali dia terima. Mobil yang baru saja melewatinya memercikkan genangan lumpur bekas hujan semalam. Kini pakaian Alfi berwarna coklat kekuningan, dilengkapi bau tanah yang begitu menyengat.

Alfi menggeram, "Ya Allah, cobaan apa lagi ini? Seandainya HP ku nggak mati, siapapun udah aku suruh jemput kesini. Sial banget sih, aku lupa nge-charger HP semalam."

******

"Jadi...." belum selesai Pak Bagas berucap, ada yang mengetuk pintu kelas.

"Permisi, Pak. Maaf saya telat." tampak pria berjaket hitam dengan keringat memenuhi wajahnya, menyembul dari balik pintu. Dia berdiri diambang sana masih dengan napas tak beraturan.

Hallo, Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang