"Astaghfirullah." ucap Emili, terdengar kesal. Dia segera mendudukkan dirinya di kursi panjang yang ada di taman belakang gedung laboratorium komputer. Gadis itu menghembuskan napas gusar. Dibukanya laptop secara kasar, memperhatikan deretan kalimat memusingkan di lembar kerja.
"Ah, siapa pun tolong gue." rengek Emili, sambil memegangi kepalanya gemas.
Tamatlah sudah, dia harus terdampar disini. Merelakan waktu istirahat berharganya. Hanya demi menyelesaikan tugas dari dosen pembimbing akademiknya yang kelewat kejam. Padahal sudah dari semalaman Emili bergadang menyelesaikan tugas dan sudah mendapatkan persetujuan dari Rudi. Namun di pagi harinya, ketenangan gadis itu harus kembali di uji.
Dengan seenak jidat, dosen itu memintanya mengulang kembali dan mengganti data isi materi tugasnya.
"Ah, capek. Pengen makan."
Gerutuan terus saja keluar dari mulut Emili. Sumpah-serapah tak henti-hentinya dia layangkan. Lalu dering ponsel mengalihkan perhatiannya. Ditatapnya layar touch penuh kekesalan. Dengan kasar dia segera menekan tombol jawab.
"Dimana, Mil?" sahutan diseberang sana terdengar begitu panggilan terhubung.
Emili mendengus, "Taman belakang gedung laboratorium komputer. Kenapa, Na?"
"Lah, ngapain? Disana kan angker katanya." jerit Anna heboh. "Balik sini, Mil. Buruan! Mending kita ke kantin. Perut kecil mu itu perlu di isi tahu."
"Halah, takhayul kok dipercaya." sahut Emili. "Gue lagi ngerjain tugas dari Rudi ini. Nanti aja lah, lagi sibuk. Gue tutup dulu!"
Emili langsung mematikan panggilan secara sepihak. Untuk sesaat dia akan fokus menyelesaikan tugas tersebut. Menghilangkan sejenak bayang-bayang pria botak berbadan gendut, yang terus berputar menyebalkan dalam pikirannya.
Baru saja Emili menulis beberapa bait kata, tengkuknya tiba-tiba terasa merinding. Ck. Dia malah teringat perkataan ngawur Anna.
Buru-buru Emili menutup laptop dan disimpannya kedalam tas. Lalu segera kabur dari sana. Dan tanpa disadari, seseorang mengawasi dirinya dari kejauhan sejak tadi.
******
"Kamu ini gimana toh? Saya kan udah bilang, selesaikan hari ini juga. Atau nilai mata kuliah kamu di pelajaran saya akan saya kosongkan." Rudi menghela berat.
"Saya nggak menuntut kamu aktif dan banyak prestasi dalam berbagai kegiatan di organisasi. Saya hanya ingin kamu utamakan mata kuliah mu. Jangan hanya menyibukkan diri di organisasi, tapi lalai dalam pelajaran. Benar-benar kamu bakal merugi, Emilia." cibir Rudi, kembali menceramahi gadis itu.
Rudi menatapnya tajam. Sementara Emili hanya bisa tertunduk, memandang sepatu balet hitam yang dipakainya. Seakan benda itu jauh lebih menarik di banding menatap muka sangar Rudi.
"Kamu dengar saya tidak? Saya udah lelah mengurusi mahasiswi bandel kayak kamu ini! Mengerjakan tugas begini saja nggak bisa! Mau jadi apa kamu?"
Emili mendengus jengkel. Kesabarannya telah habis, amarah kini sudah meluap sampai ke ubun-ubun.
"Maaf, bukan bermaksud lancang. Tapi kan saya sudah mengerjakan tugas yang Bapak berikan. Bahkan saya merelakan waktu tidur dan makan saya hanya untuk menyelesaikannya. Dan semalam saya sudah mengirimkan e-mail kepada Bapak. Bapak pun sudah setuju dengan isi materi tugas saya. Lalu saya harus bagaimana lagi, Pak? Saya pun juga lelah menghadapi sikap menuntut Bapak. Saya sungguh tertekan." lirih Emili menggebu-gebu.
"Masih berani menjawab? Isi tugas mu itu semuanya plagiat. Dari judulnya pun sama. Jika tidak bisa bilang saja, jangan mencontek karya orang lain." geram Rudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo, Pak Dosen
RomanceAnnara yang merupakan mahasiswi cantik dan populer di kampusnya sangat di kagumi oleh banyak pihak. Parasnya yang menawan begitu dipuja-puja semua kalangan. Kehidupannya yang terlihat sempurna tak bercelah dan bergelimang harta, membuat orang lain s...