67. Kejutan Tak Terduga

56 7 0
                                    

"Engh, kamu mau itu?" tunjuk Bayu pada tempat penjual aneka balon didekat mereka.

"Hmm?" Emili ikut menoleh kesana. "Boleh. Ayo, kita beli."

Bayu hanya mengangguki. Setelahnya kedua orang itu sudah sibuk memilih-milih balon yang mereka sukai.

"Bagaimana kalau yang ini? Bentuknya lucu juga." kekeh Bayu, sambil menunjukkan balon berbentuk dinosaurus warna pink ke arah gadis judes itu.

Emili melirik jijik, "Dih, nggak mau. Norak banget itu warnanya. Mana bentuk dino pula. Hih."

"Loh, kenapa? Ada yang salah?" tanya Bayu, menatap bingung.

Namun Emili hanya diam, masih dengan tatapan jijiknya. Hingga kedatangan seorang perempuan ber-dress hitam dan terlihat seksi menghampiri Bayu, seketika membuat tatapan Emili berubah menajam. Apalagi Bayu kini menyambut perempuan itu dengan senyuman lebarnya.

"Maaf mengganggu waktu kalian, tapi Masnya bisa bantu saya pilihin kaos di toko sebelah nggak? Saya mau beliin buat saudara saya, tapi saya nggak tahu ukurannya. Saya perhatikan postur tubuh Mas ini, kayaknya mirip dengan kakak saya deh. Mau ya, Mas, bantu saya sebentar?"

"Oh, iya, Mbak. Boleh kok. Mari saya bantu." sahut Bayu. Lalu matanya bergeser melirik Emili sejenak. "Kamu tunggu disini, ya. Saya bantu Mbak ini sebentar. Kamu jangan kemana-mana."

"Ya." ketus Emili.

Setelah kepergian Bayu dan cewek seksi itu, kaki Emili menghentak kesal sambil menampilkan raut masam. Akhirnya dia memilih pergi dari sana. Meninggalkan Bayu dan tingkah playboy sialannya. Disepanjang jalan pun, gerutuan masih keluar dari mulut gadis judes itu. Hingga matanya tak sengaja menangkap sebuah benda berbulu warna biru tua dan memiliki jaring ditengahnya, tengah tergantung indah pada kedai seorang penjual pernak pernik dan pusat oleh-oleh. Detik berikutnya, langsung saja dia mendekati tempat itu.

Baru saja dia hendak menghampiri si Mamang penjual hiasan itu, bahu Emili disenggol oleh orang yang melintas dari arah berlawanan. Tas anyaman ditangannya bahkan sudah terjatuh ke tanah.

"Ah, maaf. Saya nggak lihat tadi." ucap gadis yang menabraknya itu, segera memungut dan mengulurkan tas milik Emili dengan raut tidak enak hati. "Ini punya kamu. Sekali lagi maaf, ya."

"Nggak apa-apa. Terima ka..." perkataan Emili terhenti, begitu menyadari siapa gadis didepannya ini. Emili mengerjap bingung, tangannya bahkan mendadak jadi gemetaran. Suara serak penuh lirih terdengar setelahnya. "Aya?"

"Hmm?" gadis bernama Kanaya itu mengernyit, menatap lekat sosok bergamis dan berkerudung jingga didepannya. "Mili?"

Kanaya tersenyum miring. "Owh, kamu rupanya. Kebetulan sekali, ya. Lama tidak bertemu, ternyata kamu udah berhijab aja. Pantes aku tadi nggak mengenali mu."

Emili masih terdiam kaku.

"Ck. Lihat, betapa alimnya kamu sekarang. Ya, aku harap ini bukan lah kamuflase semata." kekeh Kanaya, menatap Emili penuh cibiran. "Udah, ya. Kalau begitu, aku mau pulang dulu. Senang bertemu dengan mu lagi, Mili."

Sebelum menjauh, Kanaya menyempatkan diri berbisik penuh ancaman. Hingga berhasil membuat tubuh Emili semakin menegang kaku. "Ah, iya. Sampe lupa. Aku cuma mau bilang, jangan pernah muncul lagi dalam kehidupan ku maupun hidup kak Gio. Atau kamu beneran akan mati ditangan ku setelah ini. Mengerti!"

Tanpa sadar Emili mengangguki, "A-aku janji, Aya. Aku nggak akan pernah menemui kalian. Tolong jangan ganggu aku lagi."

Kanaya berdecih sinis, menatap angkuh musuh bebuyutannya sedari SMA itu. Puas memberi tatapan tajam, setelahnya dia segera mengambil langkah. Menghilang dari pandangan Emili. Menyisakan rasa takut dan trauma yang sama pada si gadis judes.

Hallo, Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang